logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Scene 17

Cheryl mengembungkan pipinya kesal. Ia menatap Sandra penuh permusuhan. Cheryl tak suka, saat Sandra seperti berusaha menarik perhatian Juna. Tapi, cowok itu tidak terpengaruh sama sekali.
"Perang dagang memang mengkhawatirkan. Takutnya, bisa berujung ke perang politik dan perang sebenarnya. Huuu.. ngeri sih, kalau semua negara udah gerak, bayangkan Rusia mihak ke China. Amerika gandengan dengan Korea Utara." Berkali-kali Cheryl mengembangkan hidungnya, karena jengah. Ia tak suka melihat cara Sandra yang berusaha membuat Juna terpukau pada kecerdasannya.
Semua orang hanya diam. Sandra yang memimpin pembicaraan. Harusnya dia salah alamat. Para cowok yang berada disini semuanya jurusan teknik, siapa anak teknik yang mau mengurus politik? Cheryl tahu, Sandra berusaha agar ia terlihat cerdas dan berwawasan luas di mata semua lelaki.
Mawar bermain ponsel sambil tersenyum seperti orang gila, sambil menyeruput minumannya. Sedangkan Juna, cowok itu bermain ponsel juga. Hanya Aldo dan Galvin yang serius. Sebenarnya, Galvin sibuk dengan pikirannya, karena cowok itu sedang merokok.
"Sebenarnya ngomongin Korea Utara. Entah, kenapa bayangin aja, aku bisa mati kalau hidup disana. Bayangkan, nonton TV diatur pemerintah, akses internet terbatas, kerjanya juga rendah. Ngenes, daripada gitu, mending aku tinggal di negara miskin kayak di Afrika. Disana, aku bangun tempat atau menarik turis dengan mengembangkan pariwisata. Di Korea Utara, tempat pariwisata cuman yang ada patung pemimpin mereka doang."
"Emang Indonesia tak miskin?" Akhirnya Cheryl bertanya juga, jengah. Ia ingin menjatuhkan Sandra.
"Indonesia termasuk negara berkembang. Walau banyak juga masyarakat miskin, tapi banyak yang bisa tidur nyenyak dan bisa makan. Beda penyakit kalau di Afrika. Bayangkan, saking miskinnya mereka jual ulat. Bisa-bisa jual batu entar." Cheryl memutar bola matanya malas. Sialnya, ia tak punya argumen yang kuat untuk menyanggah Sandra yang sok tahu.
"Nah, kasusnya Timor Leste juga. Mereka masih ngarap pasukan pangan dari Indonesia. Entah kenapa, aku merasa diam-diam orang Timor Leste nyesal pisah dari Indonesia. Walau beda bekas jajahan, apa salahnya bergabung. Walau negara kita banyak hutang, tapi pembangunan kita lebih maju dari mereka."
"Yaiyalah, mereka baru aja, jadi negara. Kalau udah puluhan tahun juga, pasti maju." Cheryl nyolot. Dengan ilmu seadaanya, ia tak ingin terlihat manut saja pada semua bualan Sandra.
Sandra menggeleng. "Susah kurasa, sumber daya alam mereka terbatas. Orang sana, paling mereka bertani. Memang China sudah invetasi, dengan meminjamkan uang, tapi ya kapitalis ujungnya tahu lah." Sandra mengedihkan bahunya. Merasa puas, bisa membuat para cowok disini kagum pada kecerdasaanya. Sandra suka membaca, dan gadis itu kritis. Sebenarnya, Mawar juga sama. Tapi, ia malas membahas hal berat seperti ini, disaat dirinya ingin bersenang-senang.
Keenam pemuda itu, duduk di tepi pantai yang memang menyediakn tempat duduk dengan memesan makanan dan minuman, dan dibuat bangku yang melingkar.
"Tapi nih ya. Singapur tuh--"
"Aduh, minuman aku habis. Boleh pesan lagi nggak sih?" Cheryl memotong pembicaraan Sandra. Cukup sudah! Jika dibiarkan, gadis ini makin diatas angin.
"Mas." Sandra juga yang memanggil. Cheryl menggigit jarinya karena geram. Rasanya ia ingin menarik rambut Sandra yang panjang itu, seperti miliknya juga.
"Mau apa Cher?"
"Mau makan orang boleh?" Tanya Cheryl asal. Semua orang yang terdiam, menoleh pada Cheryl. Gadis itu cuek dan menatap Sandra geram.
"Lo kenapa sih?" Tanya Mawar menyadari sahabatnya sedang moody sekarang. Mawar tahu, Cheryl kurang nyaman jika ada Sandra. Tapi ia merasa tak enak menolak, karena Sandra sudah tahu rencana mereka dan gadis itu menawarkan diri. Akhirnya, mereka membawa Sandra, dan takkan menyangka gadis itu yang akan memimpin diskusi mereka sore ini.
"Mas, saya pesan milo dingin. Hatinya lagi panas soalnya." Cheryl menyindir tepat pada Sandra. Sandra hanya memasang wajah tak berdosa. Mawar menepuk-nepuk belakang Cheryl.
Juna memandang Cheryl. Gadis itu memandang pujaan hatinya, Cheryl takkan menyerah, walau Juna tak pernah memberi sedikit pun sinyal untuk dirinya. Malah terkesan seperti mereka berteman sekarang. Setiap pulang kuliah, mereka pasti berkumpul seperti ini. Biasanya ada Galvin, terkadang cowok itu tak ada. Yang sering ada Juna dan Aldo. Cheryl tentu senang, berjumpa Juna setiap saat. Biasanya, mereka janjian dimana saja, dan Mawar yang menentukan spot yang tepat. Tapi hari ini Cheryl merasa sial.
"Besok-besok jangan ajak rubah betina kesini." Bisik Cheryl ke Mawar.
"Rubah betina?"
"Sandra idiot." Bisik Cheryl lagi. Kedua sahabat yang tak beres itu tertawa bersama, tanpa memmedulikan perasaan orang lain. Benar-benar sahabat hakiki.
"Lo juga idiot." Bisik Mawar dan ia tertawa terbahak-bahak. Cheryl mencubit lengan Mawar.
"Kenapa sih ciwi-ciwi?" Tanya Aldo. Jika sudah berkumpul dengan kaum hawa, ia yakin para lelaki lebih baik benerkan tata negara, karena takkan ada kata ujung pada pembicaraan tersebut.
"Lu bujang." Komentar Cheryl. Mereka sering berdebat berdua? Walau benda tak penting, dan berakhir Mawar dan Juna sebagai penonton.
"Memang bujang. Kenapa? Mau nikah sama aku? Sorry ye, aku suka cewek kalem."
"Dih, ogah sama situ. Gue cantik, harus selevel sama pange--" Cheryl tak dapat meneruskan kata-katanya dan melirik ke arah Juna yang hanya tersenyum tipis.
"Pangeran berkuda poni. Buahahaha." Giliran Mawar yang terbahak-bahak.
"Dih!" Cheryl memasang wajah cemberut.
"Apa yang kalian lakukan pada cewek aku?" Galvin bertanya. Cheryl tersenyum lagi, merasa menang, karena tak ada lagi yang melayan Sandra.
"Tahu nih bang. Ceweknya moodyan." Sahut Mawar. Cheryl menendang kaki Mawar dibawah. Naasnya, ia salah menendang kaki Juna. Karena posisi duduknya, Mawar duduk berhadapan dengan Juna.
"Anjir... salah lagi. Maap bang." Jantung Cheryl berdegup kencang. Ia takut, Juna semakin tak mengukai dirinya. Juna hanya diam menatap Cheryl. Cheryl memandang Juna, walau sering bertemu tapi biasanya Juna lebih banyak diam, karena isi pertemua mereka diisi oleh ejekan Aldo versus Cheryl. Kalau tak menjaga image di hadapan calon masa depan, Cheryl akan menendang masa depan Aldo karena kesal sama cowok itu. Cheryl merasa Aldo itu menyebalkan.
"Aduh Bang Juna, KDRT tuh. Bisa laporin ke Komnas HAM." Aldo kompor gas.
"Lo anak siapa sih? Nyebelin sumpah! Mati aja sana!" Maki Cheryl. Dan yang lainnya hanya tertawa. Aldo-- manusia resek itu tertawa paling kencang.
Baru saja Cheryl hendak melayangkan cubitan maut, Aldo memegang tangan Cheryl. Seolah ada getaran listrik disana. Gadis itu terdiam, menyadari situasi, dengan cepat Cheryl menarik tangannya. Cheryl melirik ke arah Juna, cowok itu hanya diam memperhatikan dirinya. Sialnya, Cheryl tak bisa membaca ekspresi Juna.
"Gaes... aku duluan. Tugas negara menanti." Pamit Galvin. Cowok itu menyalami satu-satu.
"Jaga diri cewek aku." Goda Galvin. Cheryl dengan polos menatap Galvin.
"Eh, Bang Galvin ikut aja deh. Aku juga masih banyak tugas buat malam ini. Duluan ya kawan-kawan, kapan-kapan lagi ngumpul." Sandra berdiri. Cheryl bernapas. Akhirnya kuman itu pergi.
"Hush.. pergi sana." Usir Cheryl. Ketika Sandra sudah jauh.
"Kayaknya aku nggak bisa ngantar pulang deh Cher. Jasmine, eh nggak." Mawar nyegir. Ia mengode pada Cheryl mendekat. "Kesempatan loe pe'a. Jalan aja dulu, mana tahu besok singgah." Cheryl menelan ludahnya. Bisa mati gaya jika ia berdua bersama Juna. Cheryl menggeleng, dan menatap Mawar melas. Dan Mawar hanya membalas dengan mengedipkan matanya.
"Bye-bye.. anak gue lagi pada nangis mau nyusu." Mawar beranjak pergi. Cheryl menjadi merinding, hanya berduaan bersama dua cowok. Satu menyebalkan, seperti tongkat Firaun, dan satu sok misterius, seperti kerajaan Nabi Sulaiman.
Cheryl menimang, daripada ia mati gaya, lebih baik, ia menyiapkan tenaganya mengahadapi Aldo yang bawel.
"Aku sama kau aja." Cheryl menunjuk Aldo.
"Gue bukan tukang ojek." Tolak Aldo.
"Harusnya kau bersyukur, aku cantik. Mana ada orang cantik mau pulang bareng sama penjaga kebun."
"Udah numpang, ngejek lagi." Sahut Aldo tak terima.
"Iya-iya, maap." Cheryl menarik jaket parasut yang dipakai Aldo. Udara juga sudah begitu dingin sekarang.
"Yaudah lah. Pulang dulu bro." Aldo menyalami Juna. Kedua teman itu bersalaman. Cheryl menjadi kikuk.
"Duluan ya bang." Tegur Cheryl malu-malu. Dan Juna hanya mengangguk.
"Dimana motormu?" Tanya Cheryl, ketika mereka menuju tempat parkir. Aldo berbalik dan menatap Cheryl. Gadis ini menyusahkan, sebelas-dua belas dengan kakaknya. Tapi, Aldo bisa menerima, jika kakaknya membuat ia repot. Nah Cheryl?
"Aku pakai becak."
"Bujang bercanda terus."
"Iyalah. Aku kan belum jadi duda."
"Kau bujang lapuk." Ejek Cheryl.
"Kau Juleha." Cheryl manyun. Keduanya sudah sampai di parkiran. Cheryl melihat kalau motor Aldo berwarna biru. Cowok itu memberi helm pada Cheryl, dengan melempar saja bukan dengan cara lembut. Untungnya, Cheryl sigap menangkap helm itu. Kalau tidak, hidungnya yang indah bisa patah.

Komentar Buku (39)

  • avatar
    RiskiiRiski

    mantap

    13/01/2023

      0
  • avatar
    OAnto

    mantap

    09/10/2022

      0
  • avatar
    DefitriYova

    Waw sangat bagus

    27/05/2022

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru