logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

part 12

Aku duduk di teras rumah. Diam seorang diri karena memang sudah tak lagi masuk sekolah. Hanya tinggal menunggu kabar dari ayah. Hari ini harusnya ayah pulang. Tak lama, ku lihat ayah sedang menuju ke rumah menaiki motor bututnya.
Aku langsung berdiri ingin segera menyambut kedatangan ayah. Ayah terlihat tersenyum dari kejauhan.
"Assalamu'alaikum"salam ayah ketika sampai dan telah turun dari motor.
"Wa'alaikum salam" balas ku sambil hendak ku cium tangan nya.
"Kok di rumah ndok? Ngga sekolah?"tanya ayah kemudian.
"Ngga yah. Ngga ada pelajaran juga. Kan tinggal nunggu rapot sama ijazah keluar aja"jawab ku.
"Ouw iya ayah lupa. Kamu baru aja kelulusan ya. Ayah ingat nya kamu masih kecil terus siech"ucap ayah di sertai tawa.
"Ayo masuk yah! Tania bikin kan kopi"ajak ku seraya menggandeng tangan ayah dengan riang.
Ayah hanya menurut dan segera melepas jaket dan helmnya untuk masuk ke dalam rumah. Ayah duduk di ruang tamu. Ku hidup kan kompor untuk memasak air. Aku buka lemari makan untuk mengambil kue bolu dari Eka.
Pagi ini Eka memang ke rumah ku. Mengantarkan bolu bulat dan juga ingin mengajak ku untuk mencari sekolah baru untuk kami. Tapi aku menolak dengan alasan sedang menunggu ayah ku pulang dari luar kota. Padahal alasan sebenarnya, aku belum tahu apakah akan ku lanjutkan sekolah ku ke jenjangb pendidikan lebih tinggi atau tidak.
Ku potong bolu itu dan ku tata di dalam piring. Kemudian ku letak kan di hadapan ayah yang sedang meluruskan kaki nya di kursi panjang.
"Wach, bolu! Dari siapa ndok?"tanya ayah melihat ku menyuguhkan kue untuknya.
"Dari Eka yah"jawab ku.
"Sering sekali ya Eka mengirim makanan ke rumah kita sekarang ndok"ucap ayah lagi.
"Iya yah. Katanya ibunya buat banyak"jawab ku sambil berlalubke dapur ingin melihat air rebusan ku.
Aku sudah membuat kan ayah kopi dan telah ku suguhkan di samping piring bolu. Ayah pun terlihat senang sekali.
"Rumah sepi. Kemana ibu?"tanya ayah.
"Kemarin ibu di datangi bu RT yah. Beliau ingin ibu membantunya memasak untuk acara syukuran cucu nya. Anak nya mas Amar. Mungkin nanti sore baru pulang"jawab ku yang hanya di balas anggukan kepala ayah.
Ayah tak lagi bertanya. Beliau sibuk menikmati suguhan ku. Aku pun bingung memulai pembicaraan darimana.
"Yah, maaf! Boleh Tania tanya sesuatu?"tanya ku taku-takut.
"Ada apa? Tanyalah!"ucap ayah sambil menaruh rokoknya di asbak kayu.
"Yah. Apakah Tania akan melanjutkan sekolah? Atau Tania harus mulai cari kerja?"tanya ku kemudian.
Ayah tak langsung menjawab pertanyaan ku. Beliau menghela nafas dan menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi panjang kami.
"Maaf jika Tania bertanya yah. Sebab, guru menanyakan apakah Tania akan melanjutkan sekolah atau tidak"ucap ku sambil menunduk.
"Ngga papa ndok. Kamu memang wajib bertanya. Sebenarnya, ayah sudah mendaftarkan mu kemarin ke sekolah negeri. Hanya saja....."ucap ayah menggantung.
"Hanya saja, apa yah?"tanya ku sedikit berharap kabar baik lah yang ku dengar.
"Hanya saja, ayah rasa lokasi sekolah itu terlalu jauh untuk mu. Sedangkan yang dekat lokasinya dengan rumah, biayanya ayah tak sanggup"jawab ayah pelan.
"Memangnya di mana yah?"tanya ku senang.
"Di smp negeri 10 yang ada di ujung kampung kita"ucap ayah.
"Ngga papa yah. Asalkan Tania bisa sekolah. Makasih ya yah"ucap ku sambil memeluk ayah dengan bahagia.
"Iya. Maaf ya ndok. Hanya ini yang bisa ayah usahakan. Karena ibu mu yang memintanya"ucap ayah sambil membelai kepala ku.
"Iya yah. Tania ngerti kok"ucap ku bahagia.
Senang sekali rasa hati ayah mengijinkan aku melanjutkan sekolah lagi. Walaupun lokasinya memang sangat jauh dari rumah ku. Rumah ku berada di ujung timur perkampungan, sedangkan sekolah itu berada di paling ujung sebelah barat. Tapi paling tidak, aku kan sekolah. Itulah pikir ku.
Keesokan harinya, saat aku membantu bik Marti'ah lagi dan bertemu dengan Dina. Ku ceritakan tentang keputusan ayah ku padanya.
"Aku juga akan daftar di sana Tan. Kebetulan, mas Danu mau membantu biaya pendidikanku juga. Agar ayah dan ibu tidak terlalu berat membiayai ku"jawab Dina ketika aku selesai bercerita.
"Alhamdulillah. Berati aku tak akan sendirian di sana nanti Din"ucap ku bahagia.
Dalam hati ini sudah sangat berbunga-bunga rasanya. Kini aku tak perlu lagi khawatir tidak sekolah. Hanya satu ke khawatiran ku. Acara perpisahan sekolah.
Sekolah ku akan mengadakan acara perpisahan. Aku tidak mengatakan pada ayah bahwa ku bayar iuran nya dengan uang hasil membantu di tempat bik Marti'ah. Yang ku khawatirkan justru beliau tak dapat hadir.
Memang. Setiap tahun, ayah lah hang mengambilkan rapot maupun urusan sekolah ku yang lain. Tapi kali ini, ayah bilang sedang banyak kerja hingga harus lembur. Ayah memang bilang bahwa ibu yang akan menggantikanya. Tapi aku khawatir ibu tidak mau datang. Kini hanya do'a yang ku gantungkan pada Allah supaya mau melunakan hati ibu untuk sebentar saja. Hanya itu harapan ku.
◇◇◇◇
Hari ini, acara perpisahan sekolah. Aku ditugaskan mencatat daftar tamu di depan ruangan. Acara hampir mulai. Namun ibu tak kunjung tiba. Perasaan sedang dan was-was bercampur menjadi satu. Dina berusaha menguatkan hatiku.
Acara telah di mulai. Dan saat itulah, ku lihat ibu dari kejauhan.
"Ibu"ucap ku pada diri ku sendiri.
Dina ikut menatap ke arah yang ku pandang. Ibu makin mendekat. Beliau mulai mengisi daftar tamu di bantu oleh Dina. Sedangkan aku hanya mampu terpaku seolah tak percaya dengan apa yang ku lihat saat ini. Hingga ibu masuk ke dalam ruangan pun, mataku seolah tak ingin berkedip.
"Semoga ini awal yang baik untuk mu ya, Tan!"ucap Dina membuyarkan lamunan bahagia ku.
"Aamiin"ucap ku penuh kegirangan.
Acara terlalui dengan sangat baik. Ruangan sangat riuh karena banyak nya wali murid yang hadir. Aku tak hentinya tertawa karena bahagia hari ini. Betapa tidak. Ibu mulai mau menganggapku ada.
Saat acara telah usai, ibu langsung pulang tanpa menyapa maupun menegur ku. Tapi tak mengapa. Asalkan ibu sudah mulai mau menganggap kehadiran ku. Itu sudah cukup membahagia kan untuk ku.
Aku pulang bersama Dina dan Eka seperti biasa. Pulang dengan riang gembira. Eka bercerita akan melanjutkan sekolahnya di sekolah yang sedang di pimpin ayahnya. Jadi kami tidak akan satu sekolah lagi. Tapi dia bilang tidak akan melupakan kami sebagai teman nya.
Ku rebahkan tubuhku di dipan karena penatnya. Ku lihat ibu masih asyik bercengkrama dengan tetangga sementara adik ku belum pulang.
Saat tidur itu ku bermimpi. Tidur di pangkuan ibu. Mendengar dia bercerita dengan ku. Dia membelai lembut rambut ku. Dan aku nampak bahagia saat itu. Ibu bahkan mengepang rambutku. Dan itu adalah pertama kalinya beliau melakukan itu padaku.
Namun tiba-tiba aku terbangun karena suara berisik di depan rumah. Aku duduk sebentar di tepi dipan. Sedikit kecewa karena ternyata itu tadi hanya mimpi. Melihat jam yang menunjukan pukul 3 sore. Namun sedikit terobati tatkala ingat bahwa ibu mau mewakili ku tadi.
Aku berjalan perlahan menuju ruang tamu. Mengintip dari balik jendela ruang tamu untuk melihat keributan di luar. Nampak ada seorang ibu penjual buah yang membawa dagangan nya sambil membunyikan tape recorder keras-keras.
Ibu ku terlihat hanya diam mengamati ibu-ibu yang sedang memilih buah. Tak lama ku lihat, ibu pun ikut memilih sebuah semangka yang sangat besar. Semangka adalah buah kesukaan Sandi. Sedangkan aku lebih suka makan salak. Tapi ibu tak pernah membelikanya untuk ku.
Aku kemudian menuju daput dengan lesu. Duduk di bale-bale teras belakang dan berusaha menyabarkan diri. Aku baru ingat bahwa ibu hanya menggantikan ayah hari ini. Tiba-tiba, aku ingin sekali menangis melihat ibu sangat memperhatikan Sandi, adik ku.
Rasanya ingin sekali berteriak pada ibu dan berkata,
'Aku juga anak mu bu!'
Tapi apa daya. Aku ini hanya anak yang tak di harapkan oleh ibu. Untuk ibu, Sandi adalah anak pertamanya. Dan mungkin satu-satunya. Pernah suatu ketika aku bertanya pada ayah. Kenapa ibu sangat membenci ku. Tapi ayah bilang, saat aku dewasa beliau baru akan menceritakan semua nya. Tapi bukan kah sekarang aku pun telah dewasa.
Ku lihat ibu masuk ke dapur membawa semangka sebiji. Aku tetap diam di tempat ku. Ibu memulai aktifitas nya membersihkan rumah. Aku pun beranjak untuk mandi sementara ku lihat Sandi telah lelap di kamar ibu.
Aku mandi sedikit berlama-lama. Selain untuk menyegarkan badan ku, aku juga ingin menyegarkan pikiran ku. Dan setelah mandi, ku rasa pikiran dan badan ini pun mulai siap menerima kenyataan.
♤♤♤♤♤

Komentar Buku (70)

  • avatar
    RiahMariah

    mantap ❤️

    16d

      0
  • avatar
    ComunitiAfif

    tapi

    27/07

      0
  • avatar
    VitalokaBunga

    aku malas baca

    01/07

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru