logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

ANILA - Kutukan Angin

ANILA - Kutukan Angin

Asya Ns


彡ꦽꦼ‌•ˑ˒Eps 01. Kado

Ketegangan terjadi di sebuah padang salju.
"Bodoh sekali dia, mau menuruti semua omonganku," gumam Aurora.
"Apa lagi?" tanya seorang remaja pria padanya.
"Cium dan cintai aku! Lupakan bahwa kau punya hati untuk orang lain. Hapus semua rasa cintamu kepada siapapun," pinta Aurora.
Pria itu tidak menolak, ia langsung saja mengambil langkah mencium erat bibir gadis di hadapannya.
Seorang gadis sebaya dengan pria itu tersimpuh rapuh memohon-mohon.
"Jangan lakukan itu, aku mohon jangan cium dia!" pekiknya tak berdaya.
Pria itu tidak menghirau sedikit pun. Ia benar-benar melupakan seluruh cinta dalam dirinya, dan secara rakus menikmati kejadian itu.
Gadis yang tersimpuh itu beberapa kali mengerang semakin kesakitan saat pria itu semakin asyik dengan Aurora.
Setelah beberapa waktu, Aurora melepaskan ciumannya. Memastikan tidak ada lagi cinta di dalam hati pria itu.
Aurora membekukan tubuh sang pria itu, lantas berkata, "Bodoh! Pria egois bernafsu sepertimu harus dihukum!" teriak Aurora.
"Pria yang dengan bangga baru saja menghianati kekasihnya demi keegoisan! Lihatlah apa yang kau hasilkan? Hukuman harus di jatuhkan terhadap sebuah kesalahan," jelasnya.
"Tidaak! Jangan hukum dia.... Dia pangeranku," ucap gadis itu sambil terus menahan sakit di jantungnya.
Pria itu tadinya benar-benar kehilangan rasa cinta. Sampai Aurora melancarkan kekuatannya mengutuk pria itu.
Pria tampan dengan pakaian hangat bermotif buku itu terlempar ke udara. Jiwanya mulai sadar dan berkata,
"Maafkan aku, aku terlalu egois untuk benar-benar bisa mencintaimu, maaf–"
"Tidaaak!!"
Gadis itu berteriak begitu kencang melihat orang yang dia cintai harus kembali dikutuk di hadapannya dan dia tidak dapat berbuat apa-apa.
"Mereyaaa!!" pekiknya mengudara. Tubuh gadis itu perlahan mulai lenyap, menghilang menjadi sebuah hembusan angin.
Deg!
"TIDAKKK!!" teriak Anila ketakutan. Napasnya tersengal-sengal.
Malam itu sungguh berlalu dengan buruk baginya.
Gadis bernama Anila itu kembali merebahkan tubuhnya di ranjang. Berusaha menenangkan pikirannya yang kacau.
"Syukurlah hanya mimpi, mungkin diriku terlalu banyak menonton film fantasy semalam," Anila menghela napas lega.
Mimpinya barusan membuatnya melupakan suatu hal.
"Oiya! akukan hari ini ulang tahun," kata gadis  itu terperanjat bangun. Dia melempar selimutnya dan bergegas membuka pintu.
"Selamat ulang tahun, Anila..." sahut Kakak, Adik dan Ibunya yang mengejutkannya di depan pintu. Kakaknya membopong kue ulang tahun tertancap lilin 17.
"Happy birthday, kak Anila..." ucap adiknya yang berusia 8 tahun itu.
Suasana haru tercipta. Iringan lagu ulang tahun bersama-sama dilantunkan sembari Anila memotong kue.
"Terimakasih banyak ya..." ucap Anila tersenyum haru.
"Eits, jangan senang dulu...  masih ada kejutan lagi," potong kakaknya Anala.
"Masuk kamar sekarang, lihat meja belajarmu," lanjutnya.
Anila menyeringai tak percaya, senyumnya lebih mengembang lagi melihat tumpukan hadiah.
"Makasih, Kak. Makasih, Bu, bener-bener makasih semuanya... hadiah sebanyak ini dari siapa aja, Bu?"
"Dari kita, dan dari..." Ibunya menjawab dengan tersenyum menggoda.
"Sudahlah, kan ada namanya. Baca sendiri aja. Dadah" kakaknya melambai keluar kamar "Ayo bu kita keluar,"
"Kak... " Anila berteriak.
"Baca sendiri!" sahut kakaknya juga ikut berteriak.
Anila hanya menggeleng senang. Menatap setiap kado yang diberikan. Memilih beberapa kado yang akan dibukanya lebih dulu.
"'Wah, yang ini bagus yah," simpulnya. 
Anila melihat sebuah kotak dibungkus kertas kado berwarna emas. Di atasnya terdapat pita hijau yang ditalikan rapi. 
Anila membukanya perlahan. Di dalamnya terdapat sebuah buku diary, seakan yang memberikan itu tahu, bahwa buku diary milik Anila telah habis beberapa waktu lalu. 
"Ini sangat indah," pujinya.
Buku dengan tebal 140 lembar halaman, bersampul warna biru langit malam. Ada sebuah gambar seorang lelaki. Berdiri menggunakan jaket di sebuah padang salju dengan rembulan di atasnya bertuliskan 'Mereya' pada sampul depan.
Dibelakang sampulnya bertuliskan 
'Setiap tulisan adalah mantra. Setiap mantra dapat membuat sebuah keajaiban.'
Anila merasa begitu heran ketika membalik dan membaca tulisan di belakangnya. Terdiam sejenak. Lantas, Ia berlari ke dapur. 
"Ibu, ini dari siapa?" tanyanya menunjukkan buku di tangannya.
Ibunya yang sedang memotong bumbu, mengamati sebentar kemudian hanya mengangkat bahu.
"Ibu, yang benar saja. Ini dari siapa?" tanya Anila lagi memastikan. 
"Benar, Ibu tidak tahu. Setahu Ibu tidak ada yang memberikanmu buku."
"Lah?" Anila semakin penasaran, dia berlari ke kamar kakaknya. 
"Kak ini dari kakak?," kembali mengangkat tangannya, menunjukkan buku itu.
"Bukan,"  jawab kakaknya singkat, melanjutkan menyisir rambutnya.
"Ayolah, Kak. Gak usah bohong deh, Ini ulang tahun Anila..." 
"Bohong bagaimana? Seisi rumah aja Kakak semua yang bungkus kadonya, dan memang gak ada yang ngasih kado kamu buku, Nay," - Anala berpikir sebentar - "Eh, gatau deng kalau Gata yang ngasih, soalnya semeja itu sebenernya yang ngasih kado kamu cuma, Aku, Ibu, Ayar, sama Gata doang. Hahaha...." 
"Oke" Anila pergi.
Anila bertekat menanyakannya pada Gata besok. Di sekolah.
* * 彡* *
Awan putih berjalan berdampingan di pagi yang cerah, pepohonan ikut berjalan bersamaan dengan laju motor Anila menuju ke sekolah. 
Gadis sederhana dengan pakaian rapi dan tas digendong lekat di punggung. Jilbabnya menjulur menutupi seluruh bagian tubuhnya. Anila bukan termasuk gadis yang cantik dan suka mengikuti perkembangan dunia modern seperti teman-temannya.
Dirinya adalah gadis yang periang. Namun, karena kejadian beberapa tahun lalu. Saat Anila terjatuh, pipinya terluka. Hal  itu menimbulkan bekas yang tidak bisa hilang.
Berbagai cara telah dicoba. Namun, hasilnya tetap nihil. Kini di pipinya terdapat sebuah keloid yang membuatnya nampak buruk di beberapa anak. Hingga, tidak ada yang mau lagi berteman dengannya di kelas.
Hari itu, sekolah masih sangat lenggang.
Anila selalu berangkat pagi-pagi sekali. Bahkan, lebih pagi sebelum satpam sekolah membuka pintu gerbang. Tidak perduli seberapa banyak masalah yang menimpa. Senyumnya selalu mewarnai isi dunia ketika pagi hari tiba. 
 Anila duduk sendirian menunggu petugas sekolah membuka gerbang masuk. Sudah lebih dari sepuluh menit Ia menyibukkan dirinya dengan bernyanyi-nyanyi sendiri. Namun, tidak juga gembok itu diberikan pasangannya. 
Krieet! 
"Nah, Alhamdulillah. Selamat pagi Pak Wan, kok tumben si lama banget buka pintu gerbangnya, biasanya kan jam enam-an udah dibuka," tanya Anila pada Pak Wandi, penjaga sekolahan. 
"Udah Anila, kamu ini. Udah besok kamu aja lah yang bawa kuncinya. Bapak tadi kesiangan. Semalam Bapak harus lembur keliling sekolahan buat jaga," jawab Pak Wandi membuka gerbang. 
"Hehe, maaf Pak... mari pak...,"
Anila berjalan menunduk melewati pak Wandi, lantas beranjak mencari kelas.
Sekolah cepat sekali ramai. Sedari tadi, Anila mencari Gata untuk menanyakan tentang buku itu. Sampai sekarang, dirinya tidak juga melihat tanda-tanda kedatangan Gata. 
Anila menunggu lama di taman sekolah.
Bayangkan! Anila menunggu dari gerbang belum dibuka, hingga bel kini berdering.

Jadwal pelajaran hari ini adalah olahraga. Sebuah pelajaran yang tidak terlalu penting tetapi sangat menyusahkan umat manusia.
Apalagi manusianya seperti Anila, Ia sangat membencinya, sebab tak ahli dalam bidang itu. Lebih baik dia disuruh menghafal 45 nama Kerajaan di Indonesia beserta Rajanya pun. Tidak apa-apa.
"Ayo anak-anak segera keluar," perintah pak Malik menyuruh siswa kelas Anila segera bergegas kelapangan.
Seluruh siswa sedang sibuk sendiri-sendiri berganti pakaian. Beberapa anak lain sudah bersemangat keluar lebih dulu.
"Ayo guys.... Gass ke lapangan voli," ajak Erika pada ke tiga temannya. Ilona, Maya, dan Dasha.
Mereka bergaya jumawa, sudah merasa anak orang kaya dan paling cantik di antara yang lainnya. Berjalan mendorong Anila dari bingkai pintu. Anila barusan datang dari kamar mandi mengganti baju.
"Minggir, Nenek reot!," ucap Erika.
Anila hanya menerima apa pun hinaan teman-temannya. Itu sudah biasa baginya.
Kelas sudah kosong. Tidak ada satupun anak di sana. Anila sudah mengantri sejak awal, tetapi selalu kalah, di marah oleh anak-anak lain. Jadi, tiba gilirannya yang paling terakhir. 
Anila yang menyadari dirinya telah tertinggal. Berlari terburu-buru memasuki gerbang aula lapangan voli.
Semua anak telah siap dengan kelompoknya masing-masing. Seketika semuanya tiba-tiba hening, menatap Anila yang datang terlambat.
"Kenapa kok bisa terlambat Anila?," tanya pak Malik.
"Maaf pak tadi saya..."
"Sudah tidak perlu dijelaskan. Tadinya seperti biasa, ketua kelaslah yang mengambil bola. Berhubung hari ini kamu terlambat, jadi satu bulan ke depan kamu yang akan membawa semua bola dan peralatan untuk jam olahraga. Termasuk hari ini. Ambil semua peralatan voli sekarang di gudang!" bentak Pak Malik. 
Anila menunduk.

Komentar Buku (73)

  • avatar
    NurMaulana

    kasihann bangett sii anilaa

    21h

      0
  • avatar
    NurallyAbi

    mantapppppppp bosquhhhh

    6d

      0
  • avatar
    RaihanMuhammad

    bagus

    12/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru