logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 7 Kamu Kuat

“Jangan berhenti meski sakit tetap berjuang meski sulit. Karena hidup, butuh dengan perjuangan dan pengorbanan.”
Sudah setengah jam lebih namun Hilda belum juga sadarkan diri. Orangtua Adnan khawatir akan keadaan Hilda yang baru saja pulih dari sakit. Orang tua Adnan takut Hilda kembali sakit dan kembali di rawat. Stefani diam dan melihat kondisi Hilda yang kembali terbaring di rumah sakit, Stefani menyalahkan dirinya sendiri karena dengan bodohnya membawa Hilda yang belum pulih sepenuhnya bertemu Adnan yang kini terbaring di ranjang rumah sakit. Stefani heran mengapa akhir-akhir ini dia melihat Hilda begitu lemah dan lebih sering pingsan. Stefani takut terjadi sesuatu yang serius pada Hilda. Stefani sudah mengenal Hilda lebih dari 5 tahun yang lalu, dan Stefani tau bahwa Hilda bukanlah seseorang yang lemah dan mudah drop. Stefani tahu bahwa Hilda wanita yang kuat dan tidak mudah drop.
“Apa mungkin kak Hilda stress dan kelelahan? Atau kak Hilda memiliki penyakit yang serius sehingga ketika dia khawatir dan kelelahan bisa membuat kondisinya drop,” Gumam Stefani.
Stefani menghilangkan pikiran-pikiran buruknya dan berharap bahwa Hilda baik-baik saja dan hanya kelelahan dan juga syok melihat kondisi kak Adnan. Stefani meninggalkan ruangan Hilda yang jaga oleh bundanya. Stefani berjalan dan memasuki ruangan Adnan kakak kandungnya. Stefani berjalan sangat pelan.
“Bang,,” untuk pertama kalinya Stefani berkata seperti itu di depan Adnan langsung. Stefani menahan air matanya dan mencoba tersenyum. Stefani menghibur dirinya sendiri dan mencoba kuat melihat abang sekaligus orang yang sangat dicintainya terbaring lemah tak berdaya dengan selang-selang yang menempel di tubuh Adnan.
“Lo kuat bang, Stefani yakin. Abang harus kuat dan abang harus segera sadar. Agar abang tau bahwa Stefani sangat merindukan abang. Bunda juga sangat rindu sama abang. Abang harus segera sadar dan sembuh, kasian kak Hilda yang terus-terusan sakit karena memikirkan abang.”
Air mata Stefani jatuh di tangan Adnan yang kini Stefani pegang. Stefani berharap ada sebuah keajaiban yang mampu menyadarkan abangnya. Stefani sudah tidak tahan terus-menerus melihat abangnya terbaring seperti ini. Jika harus memilih apakah Stefani ingin melihat Adnan memarahinya yang berbohong padanya tentang status mereka atau melihat Adnan seperti ini. Stefani akan memilih lebih baik Stefani dimarahi dan di maki-maki abangnya karena telah membohonginya daripada harus melihat Adnan seperti sekarang.
“Bang Stefani mohon, abang bangun,, Stefani rindu bercanda dengan abang,Stefani rindu semuanya.” Stefani terus menangis melihat Adnan yang tidak merespon sedikitpun perkataannya. Stefani terus menangis tanpa henti, Arie yang melihat dari luar, merasakan sakit karena melihat Stefani yang begitu terpukul atas kejadian ini. Arie tahu bahwa kini Stefani sangat menderita, di mulai dengan takdir yang membawa kenyataan, bahwa orang yang sangat dicintainya adalah abang kandungnya sendiri, Stefani juga harus menahan sakit karena harus menyaksikan pernikahan orang yang sangat dicintainya dengan orang lain dan kini ditambah dengan melihat abang sekaligus orang yang begitu dicintainya terbaring dan memperjuangkan hidupnya. Stefani lelah, hingga akhirnya tertidur di kursi sambil memegang tangan Adnan dengan erat. Arie masuk dan membuka jaketnya lalu menyelimutkannya pada tubuh Stefani yang sedang tertidur. Arie menghapus sisa air mata yang masih tersisa di kelopak mata Stefani. Arie keluar dan meninggalkan Stefani juga Adnan.
Di sisi lain, Hilda suda sadar dan memaksa untuk ke ruangan Adnan. Bunda Adnan yang tahu kondisi Hilda, melarang Hilda untuk banyak gerak terlebih dahulu. Hilda terus memaksa hingga akhirnya bunda Adnan mengijinkan tapi Hilda harus pakai kursi roda. Hilda menuruti permintaan bunda Adnan asal dia bisa bertemu dengan Adnan. Bunda Adnan mendorong kursi roda Hilda menuju ruangan Adnan. Ketika masuk, Hilda syok melihat keadaan di dalam. Hilda turun dari kursi roda dan menghampiri Adnan, Hilda memencet tombol untuk memanggil dokter karena Adnan tiba-tiba kejang-kejang. Hilda panik melihat keadaan Adnan, hilda terus memencet tombol itu, tapi dokter tidak kunjung datang, akhirnya Hilda berlari keluar dan memanggil dokter. Bunda Adnan melihat kondisi Adnan dan menangis, bunda Adnan juga memencet tombol yang ada di samping ranjang Adnan namun itu tidak berhasil. Hilda datang dengan membawa dokter, Hilda menghampiri bunda Adnan dan memeluknya lalu membawanya keluar. Hilda berusaha kuat dan mencoba menahan rasa sakitnya agar tidak kambuh. Stefani yang baru saja datang bingung dan panik, apa yang terjadi? Mengapa Hilda dan bundanya menangis. Padahal baru beberapa menit Stefani meninggalkan Adnan untuk mencari makanan. Dan ketika dia kembali keadaan sudah seperti ini. Stefani duduk dan memeluk bundanya juga seperti Hilda. Stefani ingin bertanya tapi kondisi bunda dan kakak iparnya seperti orang yang susah untuk ditanya. Stefani diam hingga akhirnya dokter keluar dan mengatakan bahwa Adnan sudah melewati masa kritisnya dan keadaannya berangsur normal. Senyum di wajah Hilda langsung terbit seperti matahari pagi yang siap menyambut hari. Stefani ikut tersenyum dan memeluk bundanya lagi. Hilda merasakan tubuhnya terasa lebih segar ketika mendengar kondisi Adnan mulai pulih, Hilda merasa ada kekuatan yang seakan masuk ke rongga tubuhnya dan menguatkannya yang kini rapuh. Hilda memasuki ruangan Adnan dan melihat kondisi Adnan. Hilda duduk di samping ranjang Adnan, dan menggenggam tangan Adnan dengan sangat erat. Hilda mencium tanga itu dan memeluknya.
“Aku tahu kamu kuat, aku yakin kamu bisa melewati semuanya, cepatlah bangun, aku rindu senyumanmu, aku rindu semua tentangmu ADNAN HUSEIN.”
Hilda menatap wajah Adnan yang masih tertidur dengan tenang, Hilda begitu merindukan keadaan ini, keadaan dimana Hilda mampu melihat Adnan dengan sedekat ini, menggenggam tangan Adnan dan menyentuh wajah Adnan dengan begitu nyaman.
“Aku minta maaf, karena aku telah menyakitimu dan membuatmu sekarang terbaring seperti ini, andai kau tau bahwa selama 5 tahun ini aku terus memperhatikanmu, aku terus memikirkanmu dan aku tidak bisa sedetikpun melupakanmu. Maafkan aku, karena aku sampai saat ini masih begitu mencintaimu.” Hilda meneteskan air matanya. Hilda mengangkat tangan Adnan dan mengusapkan jari Adnan pada pipinya. Hilda membuat seakan-akan Adnan menghapus air matanya. Hilda tersenyum dan langsung teringat dengan kata-kata Adnan.
“Kamu jangan nangis kamu harus selalu bahagia. Sekarang mungkin aku ada bersamamu dan bisa menghapus air matamu tapi jika aku tidak ada siapa yang akan menghapus air matamu. Tetaplah bahagia dan teruslah tersenyum karena dengan senyummu kau akan membuat orang lain juga bahagia.”
Hilda tersenyum dan beranjak dari duduknya, Hilda berpikir, mungkin Stefani ingin berbicara dengan Adnan bagaimanapun Adnan pernah mengisi hati Stefani dan Hilda juga yakin bahwa Stefani belum bisa sepenuhnya mengikhlaskan Adnan menjadi kakak kandungnya dan sekarang menjadi suami Hilda. Saat Hilda akan beranjak dan pergi, tiba-tiba tangan Adnan bergerak dan menggenggam tangan Hilda dengan erat, seakan Adnan tidak ingin jika Hilda pergi dan meninggalkannya. Hilda menoleh dan melihat apakah Adnan sudah sadar? Namun saat Hilda melihat dengan seksama dan memperhatikan Adnan, Hilda menyimpulkan bahwa Adnan belum sadar dan mungkin itu adalah gerakan dibawah alam sadarnya. Hilda kembali duduk menemani Adnan hingga tertidur di samping ranjang Adnan. Stefani melihat Hilda tidur dengan menggenggam tangan Adnan, Stefani merasakan sakit melihat itu namun Stefani harus sadar bahwa Adnan adalah kakak kandungnya dan Hilda adalah kakak iparnya. Mereka adalah suami isteri dan Stefani harus ingat bahwa Stefani dan Adnan tidak akan mungkin pernah bersatu karena darah yang sama mengalir di tubuh mereka. Stefani keluar lagi dan meninggalkan pasangan suami isteri itu. Stefani berjalan tanpa arah melewati lorong yang gelap. Karena khawatir, Arie mengikuti Stefani dan melihat Stefani berhenti di sebuah kursi yang terdapat di taman belakang rumah sakit. Arie menatap dari jauh dan tidak mendekati Stefani, Arie tahu bahwa Stefani membuthkan waktu sendiri. Stefani menangis dan menutup wajahnya dengan tangan, seketika hujan turun dengan deras. Arie yang berada tidak jauh dari situ, langsung berlari dan melepaskan jaketnya. Arie menggunakan jaketnya sebagai payung untuk Stefani yang masih belum sadar akan kehadiran Arie. Isak tangis Stefani terasa sangat menyakitkan. Arie yang mendengarnya ikut terhanyut dengan tangisan Stefani. Stefani terus menangis hingga dia baru sadar bahwa kini hujan. Stefani menengadahkan wajahnya ke atas dan melihat jaket yang setia memayunginya. Stefani tersenyum melihat seorang Arie rela hujan-hujanan untuk memayunginnya. Air hujan itu sedikit demi sedikit kini membasahi Stefani. Stefani berdiri dan menyingkirkan jaket Arie yang memayunginya. Stefani merasakan hujan membasahi wajahnya dan membuat Stefani lebih tenang. Suara rintik hujan itu terasa menenangkan bagi Stefani dan butiran-butiran air yang mengenainya seakan membawa hilang kesedihannya. Arie yang dari tadi mencoba memayungi Stefani kesal karena tindakannya tidak Stefani hargai bahkan kini Stefani malah asik hujan-hujanan dan mengabaikannya yang pegal memegangi jaket untuk memayungi Stefani. Stefani yang menyadari perubahan wajah Arie tertawa karena sangat terlihat bahwa Arie kini kesal akan kelakuannya.
“Gue suka sama hujan, dan gue selalu merasa bahwa hujan mampu membawa semua kesedihan gue. Bukan gue nggak menghargai usaha lo buat mayungin gue kak, tapi dengan ini perasaan gue lebih tenang. Gue minta maaf jika lo tersinggung dengan tingkah gue.”
Awalnya Arie memang kesal, namun setelah tahu alasan dibalik semuanya, Arie tersenyum dan menemani Stefani hujan-hujanan. Mereka bermain dan berlari-lari seperti anak kecil. Stefani tertawa dan itu mampu membuat Arie bahagia karena mampu membuat Stefani kembali tertawa. Arie berhenti dan membaringkan tubuhnya di rumput, Stefani yang melihat itu tersenyum dan Stefani kembali menengadahkan wajahnya, Stefani merasakan dengan nyaman butir-butir hujan itu membelai wajahnya.
Arie dan Stefani pulang lebih dulu ke penginapan karena baju mereka basah kuyup. Arie mengganti bajunya begitupun Stefani. Mereka pulang ke penginapan masing-masih yang letaknya bersebelahan. Setelah selesai, Arie dan Stefani kembali ke rumah sakit dan di rumah sakit Hilda, bunda dan ayah Stefani sedang berkumpul. Stefani melihat mereka dan menghampiri mereka. Stefani ingin tahu apa yang terjadi pada Adnan saat dia tidak ada.
“Apaa,,,?”
Stefani masuk ke ruangan Adnan dan
“Bang Adnan,,” Teriak Stefani.

Komentar Buku (288)

  • avatar
    SuhaeniEni

    cerita nya bagus

    10d

      0
  • avatar
    SalsasabilahSalsa

    seruu bngettt 😭

    23/06

      0
  • avatar
    CmsTuser77

    sangat menarik

    06/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru