logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Adnan & Hilda

Adnan & Hilda

Iiatsabittah


Bab 1 Pernikahan

“Kita hanya mampu berencana, tanpa mampu menentukan dan mewujudkan.”
“Stefani Ramadani”
Kediaman Adnan sudah ramai dengan tamu-tamu undangan, acara ijab qobul sudah akan di mulai. Namun, Stefani tidak kunjung datang. Stefani adalah wanita yang akan menikah dengan Adnan. Sudah beberapa kali, Adnan mencoba menghubungi Stefani, namun tidak kunjung ada jawaban. Adnan prustasi dan mengacak-ngacak rambutnya.
“Tenanglah bro, Stefani pasti datang kok,” seru Arie sahabat dekat Adnan.
Adnan terdiam dan mengatur napasnya perlahan-lahan. Adnan mencoba berpikir positf meski pada kenyataannya pikirannya kini was-was
“Bagaimana jika Stefani tidak datang? Bagaimana jika untuk kedua kalinya Adnan dikhianati oleh wanita yang disayanginya?”
Untuk kesekian kalinya, Adnan mengacak rambutnya. Adnan begitu cemas, hingga rasa trauma ketika mantan kekasihnya mengkhianatinya kembali hinggap di pikiran Adnan, Adnan sangat takut kejadian 5 tahun yang lalu terjadi kembali.
“Tenang kali Nan, kok lo gelisah gitu sih? Mungkin Stefani kena macet di jalan.”
“Gimana kalau Stefani gak datang? Gimana kalau Stefani ninggalin gue di hari pernikahan gue Ri? Lo gak ngerti bahwa hal ini buat gue prustasi.”
Adnan mondar mandir di kamarnya seperti setrikaan. Adnan begitu khawatir hingga ayah Adnan masuk dan berkata,
“Stefani membatalkan pernikahannya denganmu Adnan, tapi kamu tenang papah sudah menyiapkan pengantin pengganti untuk pernikahanmu.”
“Papah jangan seenaknya bicara. Stefani pasti datang,” Ucap Adnan keras.
“Stefani tidak akan datang Adnan Husein dan terima atau tidak kamu harus menikah dengan pengantin pengganti yang sudah papah siapkan,” Ucap ayah Adnan tegas dan dingin.
“Papah gak bisa ngatur-ngatur Adnan, Adnan tidak ingin menikah dengan wanita lain.” Adnan keluar dan membanting pintu
“ADNAN HUSEIN,” teriak sang ayah pada Adnan. Namun Adnan tidak menghiraukan teriakan itu. Adnan keluar dan menaiki roptoof rumahnya. Adnan menjauhi keramaian yang kini ada di rumahnya, Adnan mengacak rambutnya dan membeturkan kepalanya pada tembok.
“Mengapa Tuhan? Lagi dan lagi kau menjatuhkanku? Kau membuatku kembali trauma dengan semua keadaan ini.” Adnan berteriak.
Di tempat lain, Arie masih terdiam mencerna semua hal yang sedang terjadi, setelah semua hal ini mampu Arie pahami, Arie keluar dan berniat menyusul Adnan. Namun, saat Arie baru saja melangkah beberapa langkah, Arie melihat ayah Adnan sedang berbicara dengan seorang wanita berjilbab yang kini memunggungi Arie. Arie mencoba mendekatkan dirinya dengan kedua orang yang sedang berbicara sangat serius itu. Arie beniat untuk mendengarkan apa yang sebenarnya ayah Adnan bicarakan dengan seorang wanita berjilbab itu.
“Semuanya sudah selesai, kamu tinggal siap-siap ya Nak.”
“Tapi Om, bagaimana dengan Adnan? Adnan pasti tidak setuju jika harus menikah dengan saya,” Ucap gadis berjilbab itu.
“Semuanya sudah Om atur, bukannya kamu juga sudah berjanji untuk menggantikan Stefani?”
“Tapi Om--.”
Arie berkesimpulan bahwa wanita berjilbab itu adalah pengantin pengganti yang sudah disiapkan ayah Adnan untuk menggantikan Stefani. Tanpa menunggu lama Arie beranjak dan meninggalkan ayah Adnan dengan wanita berjilbab itu. Arie menyusul Adnan yang sudah Arie tebak bahwa Adnan ada di roptoof rumahnya. Tidak berapa lama, Arie meninggalkan ayah Adnan dan wanita berjilbab itu, ada seorang gadis yang menghampiri Ayah Adnan dan wanita berjilbab itu.
“Sudahlah kak, kakak jangan khawatir bukankah ini semua keinginan kakak untuk memperbaiki semuanya dan untuk menggantikan kesalahan kakak di masa lalu?”
“Tapi Stef, kakak takut. Bagaimanapun Adnan sudah sangat mencintaimu dan sangat membenciku?” Stefani mendekati Hilda dan memeluk Hilda.
“Aku memang mencintai bang Adnan, namun aku tau, bahwa aku tidak akan pernah bisa bersatu dengannya.” Stefani menghapus air matanya dan tersenyum manis menatap Hilda.
“Kuatlah kak, kakak pasti bisa. Aku ikhlas kok, aku titip bang Adnan pada kakak ya,” Ucap Stefani tulus “sekarang kita ke ruang rias, kakak harus terlihat cantik hari ini, agar kak Adnan terpesona melihat kakak.”
Stefani dan Hilda berjalan ke ruang rias. Di tempat lain, tepatnya di rooftop Arie melihat Adnan sedang menunduk dan mengacak-ngacak rambutnya. Arie mendekati Adnan dan duduk disamping Adnan. Arie mengatur napasnya dan berbicara, “Nan, gue tau apa yang lo rasakan tapi gue gak bisa bantu apapun untuk lo dalam masalah ini,” Arie terdiam sejenak dan kembali berbicara, “gue tadi liat bokap lo lagi ngobrol sama seseorang wanita berjilbab. Dari pembicaraan mereka, gue nyimpulin bahwa gadis berjilbab itu adalah wanita yang akan menikah dengan lo dan jadi pengantin pengganti Stefani.”
Adnan hanya terdiam mendengarkan Arie berbicara. Adnan bingung harus bagaimana, Adnan tidak ingin menikah dengan wanita yang tidak dikenalnya bahkan jika pada kenyataan dia sudah kenalpun, Adnan tidak ingin, karena Adnan hanya mencintai Stefani. Namun disisi lain, Adnan juga tidak mungkin membatalkan pernikahannya dan membuat ayahnya malu di depan seluruh tamu undangan juga kolega-kolega bisnis ayahnya. Adnan takut ayahnya kembali drop dan harus dilarikan lagi ke rumah sakit. Dengan hati terpaksa, Adnan berdiri dan melangkahkan kakinya meninggalkan Arie yang masih bingung harus membantu sahabatnya bagaimana. Adnan menuruni tangga dan kembali ke bawah untuk melanjutkan acara pernikahannya dengan wanita pengganti yang sudah ayahnya siapkan untuk Adnan. Adnan menghampiri penghulu dan duduk didepannya.
“Bagaimana saudara Adnan? Sudah bisa di mulai acaranya?” Tanya sang penghulu. Adnan menganggukan kepalanya dan menjabat tangan penghulu.
“Baiklah, saudara Adnan Husein bin Bapak Husein saya nikahkan dan kawinkan ananda dengan saudari Hilda putri sanjaya--.” Adnan dengan refleks melepaskan jabatan tangannya dengan penghulu dan berdiri. Seketika, ketika Adnan mendengar nama calon isterinya, memori tentang Adnan dan mantan kekasihnya berputar bagaikan rol film yang menanyangkan semua kenangan masa lalunya. Adnan menggelengkan kepala dan mencoba untuk tenang, Arie yang melihat Adnan terdiam dan melamun, langsung berlari dan menghampiri Adnan lalu menepuk pundak Adnan.
“Kenapa Nan? Apa yang salah?” Tanya Arie yang bingung kenapa Adnan memutuskan jabatan tangannya dengan penghulu dan langsung berdiri lalu terdiam.
“Lo gak denger siapa cewek yang mau dinikahin sama gue?”
“Gue denger kok, Hilda Putri Sanjaya kan,” seru Arie. Namun sepersekian detik kemudian, Arie berteriak hingga memekakan telinga Adnan “APAAA, Hilda Putri Sanjaya, bukannya dia mantan lo, yang dulu lo putusin karena dia berkhianat sama lo,” bisik Arie pada Adnan.
Adnan mengangguk dan kini pikirannya kembali kacau, Adnan bingung mengapa ayahnya merestui hubungannya dengan Hilda yang sudah jelas-jelas pengkhianat dan hampir membuat ayahnya meninggal karena kolep. Adnan berpikir, apakah Hilda menghipnotis ayahnya ataukan Hilda merayu ayahnya atau apa? Adnan bingung. Namun, Adnan juga tidak bisa membatalkan pernikahan ini, banyak tamu udangan dan kolega-kolega penting yang di undang ayahnya untuk menyaksikan pernikahannya. Jika Adnan membatalkannya, Adnan yakin ayahnya akan kolep dan kembali di masukan ke rumah sakit. Adnan juga tidak ingin keluarganya kembali menahan malu karena pernikahan Adnan gagal untuk yang kedua kalinya. Tanpa berpikir panjang, Adnan kembali duduk dan menjabat tangan penghulu.
Arie yang kini berdiri disamping Adnan, masih bingung mengapa Adnan masih ingin melanjutkan pernikahannya, sedangkan Adnan tahu bahwa orang yang kini akan menikah dengannya adalah mantan kekasihnya yang dulu mengkhianatinya dan membuat ayah Adnan kolep dan di rawat di rumah sakit beberapa hari. Arie terus berpikir apa yang membuat Adnan berani mengambil keputusan ini.
Arie kembali duduk dan menyaksikan sahabatnya ijab qobul. Pak penghulu yang dari tadi diam melihat Adnan, akhirnya membuka suara dan berkata, “Ada apa saudara Adnan? Apakah ada yang salah? Apa pernikahannya ingin dibatalkan saja?
Adnan menggeleng dan berkata, “Pernikahannya kita lanjutkan, sekarang bisa pak penghulu mulai ijab qobulnya,” Seru Adnan pelan.
“Baik, Saudara Adnan Husein putra dari Bapak Husein saya nikahkan dan kawinkan ananda dengan saudari Hilda Putri Sanjaya putri dari bapak Firman Sanjaya Almarhum dengan maskawin berlian murni dan seperangkat alat sholat dibayar tunai.”
Adnan menarik napasnya dengan berat lalu berkata,
“Saya terima nikah dan kawinnya Hilda Putri Sanjaya putri dari Bapak Firman Sanjaya Almarhum dengan maskawin tersebut tunai.”
Disaat Adnan mengucapkan kata itu, ada seorang wanita yang tersenyum sambil mengucurkan air mata. Stefani menyaksikan Adnan mengucapkan ijab qobul untuk wanita lain, Stefani merasakan dadanya sesak, bagaimanapun Stefani juga wanita biasa yang akan sakit ketika melihat orang yang dicintainya menikahi gadis lain. Stefani meremas baju yang dikenakannya, namun, Stefani tahu bahwa ini yang terbaik untuk dirinya dan Adnan. Stefani menghapus air matanya dan tersenyum.
“Bagaimana para saksi sah?”
“SAH,” Ucap hadirin serempak. Adnan diam dan menundukan kepalanya. Adnan meninggalkan penghulu dan duduk di kursi pelaminan yang sudah disiapkan. Bagaimanapun Adnan harus bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
Arie menghampiri Adnan dan menepuk pundak Adnan, Arie menyalurkan kekuatan pada Adnan. Arie tidak banyak bertanya akan keputusan Adnan, Arie tahu bahwa saat ini tidak mungkin untuk menanyakan kebingungannya akan sikap Adnan.
Disaat mereka berdua sama-sama terdiam, Arie berdiri dan melihat pengantin pengganti wanita sudah datang, pengantin wanita didampingi oleh dua orang bridesmaid yang juga cantik. Arie terpana melihat Hilda dengan balutan baju pengantin berwarna putih bersih, lengan panjang juga disertai bulir-bulir mutiara kecil pada area pinggang yang seakan memisahkan antara baju bagian atas dan bagian bawah. Hilda memakai jilbab dengan mahkota putih kecil di atas kepalanya juga henna putih yang terukir indah di kedua punggung tangan miliknya membuatnya semakin terlihat sangat cantik dan elegant. Hilda berjalan dengan anggun, kaki jenjangnya melangkah perlahan karena higheels yang digunakannya cukup tinggi.
Arie menepuk-nepuk kepala Adnan yang sedang terdiam, karena tingkah Arie, Adnan murka.
“Apa sih lo Ri? Mukul-mukul kepala gue?”
“Nan... Adnan, itu i..tu.”
“Apa sih lo Ri, gak jelas,” Seru Adnan yang kembali duduk setelah kembali membalas pukulan Arie pada kepalanya.
Adnan tertawa karena membalas pukulan Arie, namun disela tawa Adnan, Arie memutarkan kepala Adnan hingga Adnan menatap tepat pada Hilda yang sedang berjalan ke arahnya. Adnan terdiam dan terpesona hingga tidak mampu mengedipkan matanya. Adnan begitu terpikat dengan penampilan Hilda yang berbeda dari biasanya, Hilda yang glamour, yang selalu memakai pakaian seksi tiba-tiba sekarang datang dengan memakai hijab dan gaun pengantin yang sangat begitu cantik dan pas dikenakannya.

Komentar Buku (288)

  • avatar
    SuhaeniEni

    cerita nya bagus

    11d

      0
  • avatar
    SalsasabilahSalsa

    seruu bngettt 😭

    23/06

      0
  • avatar
    CmsTuser77

    sangat menarik

    06/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru