logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Mulai peduli

"Loh Mbak Maya yang cateringannya Mas Andi bukan? Mbak kok bisa disini?" tanya Nora saat ia masuk ke dalam ruangan, Maya hanya tersenyum lalu mengangguk.
"Pak Andi sangat baik sehingga ia menawarkan saya bekerja disini," puji Maya membuat Nora langsung mengangguk, sedangkan Andi hanya diam memperhatikan keduanya secara bergantian.
"Iya tahu Mbak, Mas Andi itu orangnya nggak tegaan, dia juga baik dan mudah banget kasihan," lanjut Nora membuat Maya mangut-mangut.
"Ayo Mas kita keluar ntar jam istirahat habis nggak jadi makan lagi, aku harus kembali ke butik banyak barang baru yang harus di promosiin," ajak Nora sambil menarik tangan Andi, disisi lain Andi merasa tidak enak dengan Maya, ia dapat melihat kilat kesedihan dimata wanita itu.
Setelah keduanya pergi Maya langsung meregangkan tubuhnya perlahan, lalu ia mengusap-usap perutnya, anaknya yang begitu aktif di dalam membuat Maya sangat bahagia, segala kesedihannya selalu sirna begitu saja saat ia berbicara dengan bayinya.
"Laper nggak sayang? Kita beli roti yuk, tadi bunda cuma bawa uang 20ribu, maaf ya, Nak," ucap Maya pada kandungannya lalu ia berjalan keluar kantor, matanya celingak-celinguk mencari mini market, setelah menemukannya Maya langsung bergegas kesana yang kebetulan mini market tersebut berseberangan dengan restoran. Yang jelas bukan restoran tempat Wini kerja.
Setelah membeli roti dan air minum, Maya keluar dari dalam lalu memilih duduk di teras mini market dan mulai memakan rotinya sambil melihat-lihat kendaraan dan orang-orang yang lalu lalang dari hadapan. Tanpa ia sadari sepasang mata tengah memperhatikannya, Andi bahkan tidak sanggup menyuapkan nasi ke mulutnya saat melihat Maya yang hanya makan roti di seberang.
"Mas, kamu nggak makan?" tanya Nora yang tengah menyantap makanannya dengan lahap, Andi tersenyum lalu menggeleng.
"Nggak nih, lagi banyak pikiran, apa ini aku bungkus aja kali ya nanti makan di kantor?" tanya Andi yang dibalas anggukan oleh Nora.
"Boleh tuh, bungkus aja ntar kalo lapar tinggal makan," 
"Oke, aku ke belakang dulu ya bilang di bungkus," ucap Andi.
"Oke," jawab Nora singkat, sebenarnya itu hanya alasan Andi supaya bisa memesan lagi untuk Maya.
***
30 menit kemudian Andi masuk ke dalam ruangan ia melihat Maya sudah kembali fokus di depan komputer, tanpa membuang waktu ia langsung mengambil piring dan sendok lalu membuka nasi yang ia beli tadi.
Andi menyeret kursi lalu duduk di samping Maya, Maya hanya menoleh sekilas lalu kembali fokus.
"Aku udah bisa ngerjain sendiri kok Mas, nggak usah di ajarin lagi," ucap Maya yang tidak di indahkan oleh Andi.
"Makan dulu," ujar Andi sambil memberikan satu piring berisi nasi dan ayam itu ke hadapan Maya. Maya yang melihat itu malah menaikkan alisnya sebelah lalu menoleh ke samping.
"Nggak usah Mas, aku udah makan," tolak Maya, membuat Andi lagi-lagi menghela nafas panjang.
"Kamu cuma makan roti, May. Aku lihat tadi dan sudah pasti nggak bikin kenyang, sekarang aku nggak mau tahu, ayo makan bareng," kali ini Andi meraih tangan Maya lalu memberikan nasi tersebut ke tangannya, mau nggak mau Maya harus menerimanya.
Maya hanya pasrah menerima nasi tersebut karena jujur ia juga masih merasa lapar. Perlahan Maya mulai menyantap pemberian Andi membuat Andi yang tengah melihatnya langsung tersenyum dan ikut makan.
Tidak butuh waktu lama, Maya sudah menghabiskannya hingga bersih dan yang tersisa hanya tulang, sedangkan Andi baru beberapa suap karena ia sibuk memperhatikan Maya.
"Kamu mau lagi?" tanya Andi yang dibalas gelengan oleh Maya, Andi langsung mendekatkan sendok ke depan mulut Maya.
"Nggak usah, Mas," tolak Maya, tapi Andi tetap bersi keras hingga akhirnya Maya membuka mulutnya menerima suapan Andi.
10 menit berlalu, akhirnya mereka selesai dan kembali ke kerjaan masing-masing.
***
Sudah hampir dua jam mereka sibuk dnegan kerjaan masing-masing, tapi Andi sedikit heran tidak mendengar suara Maya sedikitpun, biasanya ia selalu mendengar wanita itu berbicara dengan kandungannya.
Saat Andi menoleh ke meja Maya, bibirnya langsung melukiskan senyum kecil melihat Maya sudah tertidur pulas, ia langsung berdiri mendekati Maya.
'Orang hamil harusnya tidak boleh capek dan harus banyak istirahat, tapi Maya malah memilih untuk kerja, setidaknya dengan bekerja di sini aku bisa mengawasinya untuk tidak kerja berat,' gumam Andi dalam hati sambil tangannya terangkat mengusap jilbab Maya.
Jam menunjukkan pukul 16.30 itu artinya sudah waktunya pulang, tapi Maya tak kunjung bangun membuat Andi kembali mendekatinya lalu mematikan komputer di depan Maya.
"Maya," panggil Andi lembut sambil mengusap jilbab Maya membuat Maya langsung sadar dan duduk tiba-tiba.
"Hah? Kenapa?" tanya Maya dengan suara khas baru bangun tidur, Andi malah geleng-geleng lalu melipat kedua tangannya.
"Hari pertama kerja malah tidur," ucap Andi membuat Maya langsung menunduk.
"Maaf Mas, aku ketiduran," lirihnya dan mulai mengutak-atik komputernya.
"Kok nggak bisa?" tanya Maya, Andi malah terkekeh lalu menunjukkan ponselnya ke depan Maya yang sudah menunjukkan pukul 16.30.
"Astagfirullah, berarti aku tidur dari jam 3 tadi," ucap Maya kaget, Andi yang melihat itu malah terkekeh.
"Sudahlah tidak apa-apa, ayo pulang," ajak Andi, seketika Maya merasa tidak enak.
"Mas, aku minta maaf, potong saja gajiku karena udah lalai kerjanya," cicitnya, Andi malah mengusap jilbabnya membuat Maya mendongak, detik kemudian netra keduanya bertemu membuat jantung Andi kembali berdebar tidak karuan, ia langsung mengalihkan pandangannya sekilas.
"Tidak apa-apa, ayo pulang," lanjut Andi yang dibalas anggukan oleh Maya lalu mereka bergegas keluar.
***
Saat perjalanan pulang tidak sengaja Maya melihat rujak membuatnya langsung selera dan ingin memakannya, sekarang posisi mereka sedang lampu merah, Andi menoleh ke samping mendapati Maya tengah memperhatikan sesuatu dengan serius dari jendela.
"Kenapa, May?" tanya Andi membuat Maya langsung menoleh sambil memainkan jarinya.
"Em … aku boleh pinjem uang 20ribu nggak, Mas?" tanya Maya membuat Andi mengernyitkan dahinya.
"Buat apa?" tanya Andi penasaran, Maya langsung menggigit bibir bawahnya sambil memainkan jarinya.
"Mau beli rujak," cicitnya, Andi menoleh ke arah jendela mobil dan benar saja di sana ada penjual rujak, tanpa membuang waktu ia langsung memberikan selembar uang merah pada Maya.
Tanpa membuang waktu Maya langsung keluar dan berjalan menuju penjual rujak tersebut, sedangkan Andi ia menunggu lampu hijau kemudian menepikan mobil. Kemudian ia keluar dari mobil untuk menyusul Maya.
Saat sudah dekat ia melihat Maya berbalik menghadapnya dan bersiap ingin menyebrang, tapi karena kondisi kendaraan yang masih sangat ramai membuat Andi juga masih kesusahan untuk menjemput Maya.
Merasa sedikit aman, Maya mulai melangkah ingin menyebrang, tapi belum berapa langkah ia berjalan.
Tin! Tin! Tin!
"Maya!"

Komentar Buku (346)

  • avatar
    Revan Simarmata

    bagus

    1d

      0
  • avatar
    sumiatyemmy

    Semakin ke sini semakin bikin penasaran lanjutnya.. hehehe..

    1d

      0
  • avatar
    Neng kaila

    bagus

    12d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru