logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 7 Semoga Nggak Khilaf!

Qila benar-benar kesal hari ini. Dia memang sudah dilepaskan oleh Aditya, akan tetapi Tuan Muda yang sialan nan menjengkelkan itu malah terus mengintilinya sepanjang hari seolah dia pengangguran yang berpengalaman.
Dan Qila makin membencinya!
Saat Qila duduk Aditya tiba-tiba juga ikut duduk di sampingnya. Kala Qila hendak makan es krim Aditya mengambil alih gelas eskrim nya. Lalu ketika Qila ingin mencuci tangan, Aditya lah yang berakhir mencuci tangannya. Dan terakhir, saat ia ingin mandi tadi Aditya hampir saja menerobos masuk jika Qila tak menendang anunya.
"Tuan ada beberapa meeting dengan klien penting pagi hingga sore ini," ujar Romi pelan.
Saat ini Qila dan Aditya tengah duduk di sofa panjang dengan Tuan Muda yang membaringkan kepalanya di pahanya. Tentu dia tak sekadar berbaring tapi Aditya juga memilin rambut Qila yang masih basah lantaran habis keramas tadi.
"Diam kau! Jangan menggangguku, bodoh!" bentak Aditya dengan tangan kanannya masih sibuk memilin rambut Qila. Benar-benar bos muda yang tak tau sopan santun. Sepertinya Qila perlu mengajarkan hal itu secara langsung pada Aditya.
"Pergi sana!" usir Aditya pada Romi.
Qila yang melihatnya hanya meringis pelan. Lalu matanya menatap Romi yang seolah meminta bantuan padanya. Namun, sayang sekali karen Qila hanya berniat menjadi penonton bukan pemeran utamanya. Ya sejujurnya dia kasian pada Romi yang harus bolak-balik hanya demi meeting tapi sayangnya ditolak mentah-mentah oleh Aditya.
"Tuan?" panggil Qila. Namun, Aditya diam saja.
"Mass, jangan gini ah," ulang Qila lagi karena kesal pada Aditya.
Aditya menelengkan kepalanya menatap wajah Qila yang lebih indah jika dilihat dari bawah sini. Senyum manis Aditya suguhkan untuk Qila.
"Iya, Nona?" Qila merasa geli sendiri saat Aditya memanggilnya dengan nada yang lembut seperti itu.
"Aku kasian tuh sama Romi. Bukannya lebih baik kalau mas membantunya dulu?" pintar Qila.
Dalam hati gadis itu berteriak kegirangan, akting yang bagus Qila!
"Untuk apa aku membantunya? Aku sudah memberinya banyak gaji. Jadi biarkan dia mengurus urusannya sendiri," jawab Aditya dengan nada kelewat santai.
Memang benar jika Aditya menggaji Romi. Tapi, siapa bilang itu urusan Romi sendiri?
Urusan Romi itu urusan Aditya juga! Haish, menyebalkan sekali.
"Ngerti kok tapi ya bantu dikit lah. Bagaimana kalau mas pergi kerja saja?" tanya Qila seolah dia tak mau kalah begitu saja dari Aditya.
Selagi bisa dia akan mencoba membantu Romi. Sebenarnya Qila tak ingin repot-repot seperti ini dan jadi agak jijik sama dirinya sendiri. Ya tapi karena dia baik hati jadi Qila membantu Romi dengan segenap hati.
"Ah Rara, kau kan tau uangku itu banyakkkkk sekali. Lalu untuk apa aku bekerja lagi?" Aditya sialan, sempat-sempatnya menggoda.
Qila angkat tangan. Aditya sedang dalam mode menyebalkan. Dia malas meladeni Aditya. Ah, tambahan Aditya memang benar-benar makhluk sialan!
Aditya sungguh keras kepala dan tidak ada tandingannya. Dia juga manusia yang menjijikkan!
Menghela napas pelan lalu Qila menatap Romi. Dia menggeleng menandakan bahwa tak ingin membatu laki-laki itu lagi karena dia sudah muak dengan sikap Aditya ini.

"Maaf," ucap Qila tanpa suara pada Romi tentunya.
Kini Qila menunduk memperhatikan Aditya yang tertidur pulas dalam pangkuannya. Bahkan tangan Aditya masih setia memilin rambutnya. Jika dilihat lagi wajah Aditya itu tampan sekali.
Tapi sayangnya dia manusia paling menyebalkan!
"Beneran deh, muka Tuan kayak om-om badjingan."
***
Setelah seharian penuh bersama Aditya dan menghadapi segala sifat gesrek-nya, kini Qila sudah bersekolah seperti biasanya. Sejak tadi saat sampai ke kelasnya yang dilakukan Qila hanya tersenyum, mengangguk, menggeleng dan mengangkat bahunya saja.
"Syaqila kamu kemana saja kemarin?"
"Wah Qila, bagaimana bisa kamu tidak datang dalam ulang tahun Arga?"
Ya karena gamau datang, Bodoh, umpat Qila dalam hati.
"Syaqila huh! Kamu ini kan dapet Undangan VIP mengapa justru tak datang?"
"Ah Qila kemarin aku mencarimu seharian."
"Iyah kupikir kemarin kau akan datang."
"Kasian sekali Arga yang mengundangmu secara khusus."
"Iya benar."
Ya ya ya. Begitulah ocehan mereka. Entah untuk apa mereka sebehoh ini. Padahal kan dia yang tak datang pun biasa saja. Mereka itu ternyata sama saja seperti Aditya yang selalu hiperbola karena hal sepele macam ini.
Bel pembelajaran berbunyi. Mereka yang tadi sibuk menggosip di sekitar meja Qila pun segera berhamburan menuju bangkunya masing-masing dan akhirnya dia bisa bernapas dengan lega. Dekat-dekat dengan mereka membuat pasokan udara disekitarnya seakan tertelan habis.
Pelajaran pertama pagi ini adalah matematika. Miss Miti datang beberapa menit kemudian. Dia menyapa anak-anak dengan mengucapkan selamat pagi yang dibalas secara koor. Miss Miti menerangkan tentang bab trigonometri dan mencatat beberapa rumus dan soal di white board.
Gaya menerangkan miss Miti terkadang sulit untuk dipahami. Namun, karena orangnya enjoy jadi para murid banyak yang menyukainya.
Qila segera mencatat apa yang dijelaskan miss Miti tadi. Sesekali dia mendongak lalu memandang cukup lama serentetan rumus-rumus yang ada di papan putih itu. Dia mencatat semua rumus itu dalam bukunya yang memiliki tebal 500 lembar.
Dulu waktu pertama kali Aditya memindahkannya agar bersekolah di sini dia memberikan Qila setumpuk buku tulis dengan jumlah halaman yang sama. Dulu juga dia tak begitu mempermasalahkan hal ini. Namun, jika dipikir ulang dia hanya perlu bersekolah 3 semester lagi.
Lalu untuk apa buku setebal ini, hm?
Apa untuk bantal saja saat dia mengantuk ketika pelajaran sejarah tengah berlangsung?
"Qila tolong kerjakan di depan soal yang nomor tiga yah," ujar Miss Miti pada Qila.
Suara miss Miti itu tenang dan menyejukkan bagi Rara. Lekas gadis itu mengangguk dan berdiri dari tempat duduknya setelah mendengar perkataan miss Miti tadi. Dia membawa buku tebal miliknya, kebetulan sekali saat mencatat tadi Qila juga mengerjakan soal-soalnya. Jadi saat disuruh maju dia tak mengalami kesulitan sama sekali dalam mengerjakan soal tersebut.
Lagipula di sekolahnya yang lama dia juga termasuk dalam golongan siswa yang lumayan pintar. Jadi dia meskipun tanpa membawa buku harusnya Qila bisa mengerjakannya.
Tanpa Qila tau, di tempat duduknya sekarang Deswita tengah mencoba meredamkan emosinya lantaran biasanya dirinyalah yang disuruh ke depan untuk mengerjakan soal-soal itu.
Namun, karena Qila segalanya kini menjadi berbeda, semuanya berubah tak sesuai keinginan dirinya. Dan dia benci fakta bahwa kini guru-guru mulai menyukai gadis pindahan itu.
Deswita lebih benci fakta lagi bahwa Arga yang tak pernah meliriknya itu kini jatuh hati pada Qila. Memangnya apa yang menarik dari gadis berambut sebahu itu, hah?
Dilihat sekilas saja wajahnya sudah tak enak dipandang dan terlihat memuakkan. Bentuk tubuhnya juga masih bagusan dirinya. Sikapnya juga seperti tak pernah diajari sopan santun, terlalu barbar.
Tapi kenapa semua orang menyukainya?
Tapi kenapa semua orang selalu memujinya?
Tapi kenapa semua orang selalu terlihat bahagia bila berada dekat dengannya?
"Huh padahal Qila nggak ada bagus-bagusnya tuh. Dia juga nggak cantik-cantik banget, masih dibawah aku lah. Mereka yang muji dia matanya rada katarak kali," gumam Deswita entah pada siapa.
-Bersambung....

Komentar Buku (183)

  • avatar
    Yuie0ica

    HAIIII ,NICEE STORRYY GL FOR YOU

    2d

      0
  • avatar
    comelnona

    bagus

    17/07

      0
  • avatar
    Zeti Durrotul Yatimah

    Qla harus bersikap lebih dewasa

    10/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru