logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 2 Pelajaran Awal

#
Kang Hoon memasuki kelas tepat saat guru Kim datang. Keduanya membuat kontak mata, tapi tak berapa lama Hoon melenggang tak peduli. Duduk di kursinya, hanya duduk tanpa mengeluarkan buku pelajarannya.
“Hari ini kita akan memilih ketua kelas lebih dulu.” Guru Kim berujar mengawali pertemuan hari ini. “Ada yang ingin mengajukan diri?”
Hening sejenak, sebelum Dongmin mengangkat tangannya. Yohan menoleh ke arah lelaki berkaca mata itu. Tidak heran jika ia mencalonkan diri menjadi ketua kelas. Selain karena ia cocok dengan image itu, menjadi ketua kelas bisa menambah poin nilainya. Yohan melihat Dongmin benar-benar ingin lulus dari sekolah ini dengan nilai terbaik. Beberapa kali melihatnya fokus belajar dari pada melakukan hal yang tak penting. Saat jam kosong dia akan pergi ke perpustakaan dan mencoba beberapa soal latihan.
“Baiklah. Seo Dongmin. Apa tidak ada yang lain?” tanya guru Kim yang bahkan tak ditanggapi murid-muridnya. Menyadari hal itu, Yohan menyahut.
“Sepertinya tidak, Saem.”
Guru Kim mengangguk mengerti. “Kalau begitu, ketua kelas Seo Dongmin dan wakilnya Im Yohan.” Tak ada bantahan. Seperti semua muridnya hanya menurut apa yang dikatakan sang wali kelas. Guru Kim menghela napas panjang. Kemudian melanjutkan, “cobalah lebih serius belajar dan dapatkan nilai untuk bisa lulus dengan nilai terbaik. Hanya itu saja untuk pagi ini. Tugas ketua kelas dan wakil nanti keruangan saya setelah jam istirahat.”
“Baik, Saem,” jawab Dongmin dan Yohan serempak.
Setelah guru Kim keluar. Suasana kelas kembali hening. Dongmin bangkit dari duduknya dan berdiri di depan papan tulis menghadap ketujuh teman sekelasnya. Semua melihat ke arahnya kecuali Kang Hoon yang tak peduli dan merebahkan kepalanya di atas meja.
“Bisakah kita fokus belajar dan meningkatkan nilai untuk 6 bulan kedepan? Jika kita berhasil bukankah kita tak akan berada di kelas ini,” ujar Dongmin tanpa keraguan.
“Ya, jangan hanya karena kau menjadi ketua kelas, kau bisa mengatur seenaknya,” celetuk Daeho dengan wajah sinisnya.
“Aku tidak mengajak. Aku hanya mengingatkan. Jika kau hanya akan duduk di sini untuk waktu yang lama, aku juga tidak akan rugi,” balasnya masih dengan nada santai. “Jangan keluar kelas. Aku akan ambil tugas Sastra.”
Meski tanpa sahutan, mereka menurut. Yohan beberapa kali menghela napas panjang. Sekolah barunya benar-benar menantang. Mustahil jika hanya ada 7 orang yang bermasalah di sekolah. Mungkin sama seperti sekolahnya dulu, senakal apa pun seorang murid akan berhasil menjadi nomor satu karena orang tua yang berkuasa. Semoga saja kali ini tak ada yang seperti itu.
“Youngsoo-ya. Ada kabar baru,” ujar Seojun sembari menghampiri tempat duduk Youngsoo dan memperlihatkan sebuah pesan di ponselnya.
“Waw. Kita bisa membuatnya semakin menyenangkan.” Lelaki berwajah mungil itu sangat antusias dengan sebuah agenda yang ditawarkan.
Seojun mendekatkan wajahnya dan berbisik pelan. “Apa kita bisa membawanya?”
Youngsoo nampak berpikir kemudian wajahnya menjadi yakin. “Kenapa tidak.”
Seojun kembali ke tempat duduknya saat Dongmin memasuki kelas. Menaruh buku absen kemudian mengatakan apa yang didengarnya dari guru sastra.
“Tugas pertama kita adalah presentasi antar kelompok. Akan ada dua kelompok yang masing-masing berisi 4 orang. Kelompok sudah di bagi oleh Kang Seonsaenim.” Dongmin menghentikan ucapannya. Lagi, mereka hanya menatapnya acuh, kecuali Yohan yang nampak antusias. “Baiklah. Kelompok satu; Im Yohan, Han Daeho, Jang In-su dan Kang Hoon,” ujar Dongmin yang sukses membuatnya mendapat tatapan tajam dari Daeho.
“Kelompok 2; Kim Minjun, Yang Seojun, Park Youngsoo dan aku,” lanjut Dongmin. Youngsoo dan Seojun berhigh-five karena satu kelompok. Sementara Yohan menatap orang-orang yang berada dalam kelompoknya. Akan sedikit kacau karena ada Daeho dan Kang Hoon di sana. Mereka tak akan pernah bisa menjadi satu apa lagi harus bekerja sama.
**
Hari ini tugas guru Kang untuk melayani anak-anak di kantin sekolah. Antrian di kantin panjang sekali, dan guru Kang ramah melayani murid-murid yang mengambil jatah makannya. Namun, Daeho lagi-lagi membuat masalah. Dia tidak antri sesuai dengan urutan, dan menggeser anak-anak yang menghalanginya.
Daeho melihat guru Kang, tapi tak ia hiraukan.
Guru Kang mendekati Daeho dan mengingatkan untuk tidak memotong antrian.
“Apakah ibumu tahu tentang tingkahmu yang seperti ini? Apakah aku harus menelpon ibumu atau kau yang menelponnya sendiri?”
Mendengar itu, Daeho marah dan mengatakan kalau Guru Kang benar-benar sangat menjengkelkan. Daeho juga bilang kalau dia tidak akan makan.
Lelaki itu akan pergi, tapi guru Kang mencegahnya, dan Daeho kembali mengejek guru cantik itu yang belum benar-benar menjadi guru, tapi sudah selalu mengganggunya.
Seorang siswa meminta temannya untuk segera memanggil Guru Baek.
Guru Kang kesal dan tidak tahan mendengarnya, lalu menampar Daeho keras. Daeho geram sekali dan akan membalas guru Kang, tapi Hoon mencegahnya.
Tentu saja apa yang dilakukan lelaki berwajah dingin itu membuat Daeho semakin jengkel, dia hendak memukul Hoon yang begitu berani menantangnya. Tapi sebelum itu terjadi, Guru Baek sudah datang.
Daeho yang mengetahui Guru Baek datang segera melepaskan cengkeramannya dari baju Hoon. Guru Kang yang sudah tahu Guru Baek datang, segera pergi dari tempat itu dengan sebelumnya membungkuk hormat pada guru Baek. Daeho juga ikut pergi, sementara Kang Hoon tampak kembali tak peduli.
Yohan melihat itu. Satu hal lagi yang ia tahu dari teman sekelasnya. Kang Hoon masih memiliki kepedulian di balik wajah dinginnya. Nyatanya tak ada yang bisa ia lihat dari wajah mereka. Sifat aslinya tertutup rapi, tak bisa ia raba.
*
Guru Kang menyendiri di halaman sekolah, melihat anak-anak kelasnya yang sedang main bola di lapangan. Menenangkan hatinya yang takut karena insiden di kantin tadi. Lalu guru olahraga yang bernama Jo Kyungsoo mendekatinya.
“Aku senang melihat para siswa begitu semangat. Waktu bermain bola memang berlangsung selama jam makan siang. Anak-anak selalu terburu-buru dalam menikmati makan siang mereka, hanya supaya bisa main bola. Jadi itulah kenapa mereka selalu memotong antrian saat jam makan siang,” jelas guru Jo. “Anak-anak memang hebat kan?” Guru Kang hanya tersenyum menanggapi.
“Aku merasa seperti tidak ada apa-apanya. Sama sekali tidak ada yang bisa aku lakukan.”
“Kau melakukan pekerjaan yang hebat sekarang.” Keduanya saling melempar senyum. Menjadi seorang guru memang tak semudah yang terlihat. Terlebih lagi untuk ukuran siswa SMA. Mereka sudah memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri, tak peduli itu salah atau benar.
_
Guru Kang kembali ke mejanya. Dia tampak frustasi dengan semua yang terjadi hari ini. Hari yang benar-benar melelahkan.
“Kau jangan terlalu banyak berusaha untuk mendisiplinkan siswa. Karena itu adalah hal yang sangat tidak mungkin untuk saat ini. Aku sarankan agar tidak memancing kemarahan siswa seperti Daeho,” ujar seorang guru bahasa Inggris di sampingnya.
Benar. Bagaimana pun juga, menggertak siswa sepertinya akan sangat sulit untuk dirinya. Jika ia meluapkan kemarahannya, bisa jadi dirinya sendiri yang akan dikeluarkan dari sekolah. Mencari pekerjaan sangat sulit untuknya yang hanya bisa mengajar. Kalau reputasinya sebagai guru saja sudah tercoreng, tidak akan ada sekolah yang mau menerimanya.
**
Guru Kim memasuki kelasnya. Ia menatap delapan muridnya dengan tatapan lurus. Insiden di kantin beberapa menit lalu sepertinya sudah sampai di telinga semua guru, termasuk guru Kim. Ini baru permulaan saja, menertibkan mereka memang butuh kesabaran yang tinggi. Dengan cara halus tak paham, dengan kekerasan pun malah akan semakin liar.
“Kalian masih tidak mengerti bagaimana seharusnya seorang murid bersikap.” Guru Kim nampak kesal, tapi tak bisa berbuat lebih. “Jika kalian tidak mencoba berubah, kalian tidak akan diselamatkan dari sekolah ini. Kerja sama tim juga sangat berpengaruh, jadi cobalah untuk berubah menjadi lebih baik. Bukan untuk saya, tapi masa depan kalian semua.”
Seperti biasa, tak ada yang menyahut. Dongmin dan Yohan juga hanya memperhatikan. Insu nampak melirik sekilas, meski tak bersuara.
“Jika dalam satu minggu ini tak ada perubahan yang lebih baik, saya tidak akan memberi poin satu pun pada kalian.” Guru Kim melangkah keluar. Yohan menarik napas dalam. Ia terlihat sangat prustrasi.
Insu melangkah ke depan dan menatap ketujuh temannya yang ikut menatapnya kecuali Kang Hoon. Tak tahu ini akan berhasil atau tidak, setidaknya ada sesuatu yang bisa ia lakukan.
“Bukankah lebih baik jika kita lulus tahun ini?” ujarnya, tak peduli ada jawaban atau tidak. “Bisakah kita tidak membuat keributan untuk satu minggu ini?”
Hoon menegakkan kepalanya menatap Insu di depan tepat saat dering ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk dari seseorang yang beberapa bulan ini dekat dengannya.
Hoon-ah. Noona akan menerimamu, kalau kamu bisa lulus dari SMA Victory. Juga, jika kamu tidak lagi membuat keributan, noona akan terus bersamamu.
Melihat isi pesan itu, Kang Hoon mengerutkan keningnya bingung. “Kenapa tiba-tiba,” gumamnya pelan. Namun, ia sedikit senang dengan pesan dari seseorang yang disukainya. Setidaknya itu akan menjadi sebuah tantangan baru. Percayalah, bagi Hoon berubah menjadi orang yang baik adalah hal yang sangat sulit untuk di lakukan.
**
Im Yohan berjalan keluar dari lingkungan sekolah. Hari ini sengaja ia berjalan kaki karena ingin menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Toh, rumahnya juga tak terlalu jauh dari sekolah. Hanya beberapa blok saja.
Langkahnya tiba-tiba terhenti saat melihat gang kecil dengan tangga panjang. Ia ingat, Paman Hwang yang pulang bersamanya pernah melewati tangga ini dan tak lama sampai di rumahnya. Jika berjalan sepanjang trotoar dan mengikuti jalan raya, akan sedikit lebih jauh.
Mungkin akan sedikit melelahkan, tapi asalkan lebih cepat sampai rumah, tak masalah. Baru saja akan menginjakkan kaki di tangga pertama, Yohan menghentikan langkahnya saat mendengar suara ribut di belakangnya.
Lelaki jangkung itu menoleh dan melihat lelaki dengan seragam sama sepertinya. Mereka berjumlah lebih dari lima orang. Tampangnya seperti gengster sekolah yang pernah dilihatnya dalam drama. Namun, ia mencoba untuk berpikir positif. Pasalnya, jalan ini adalah jalanan untuk orang-orang yang berada di sekitar rumahnya.
Sedikit takut, Yohan menepi dan menunduk mencoba memberi jalan. Namun, orang-orang itu juga ikut menghentikan langkah mereka tepat di depan Yohan. Dengan perasaan takut, Yohan mengangkat kepalanya dan melihat salah satu lelaki bertubuh besar di hadapannya dengan name tag ‘Hwang Junho’.
“Selamat datang anak baru,” ujar lelaki itu tepat sesaat setelah Junho menatap wajah tegasnya.
“A-anyeonghaseo.”
Junho yang mendengar itu tergelak dengan tawa renyahnya. Yohan merekatkan tangannya di pegangan tas punggungnya erat. Situasinya saat ini benar-benar sangat buruk. Jika seperti beberapa drama yang ia tonton, maka ia jamin akan habis oleh mereka yang bahkan 3 diantaranya berbadan tinggi besar. Sekilas tak akan ada yang percaya jika mereka adalah anak SMA.
“Bagaimana ini,” gumam Yohan dalam hati. Keringat dingin sebesar biji jagung sudah hampir mengucur melintasi keningnya.
“Bisakah ita bersenang-senang sebentar,” ujar lelaki bernama junho lagi dengan nada yang nampak jelas di buat-buat. “Hanya setengah jam saja. Im Yohan.”
TBC….

Komentar Buku (120)

  • avatar
    WindiAnisa

    mantab

    20/08

      0
  • avatar
    LestariRani

    cerita nya sangat bagus and menarik

    14/08

      0
  • avatar
    Fely Sia

    ini sangat bguss

    13/08

      1
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru