logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 5 Alasan

Oza melangkahkan kaki keluar dari lobby rumah sakit, saat menangkap bayangan Gio yang menuju meja informasi. Ia lantas menggapai gawainya dan menghubungi sang ayah, Felix.
“Pa, aku sudah menemukan dia.”
“Kamu yakin itu dia?”
“Sangat yakin, wajah dan postur tubuhnya sama dengan Mama waktu masih muda ditambah lagi dengan tanda lahir di lehernya. Mereka bagaikan pinang dibelah dua.”
“Akhirnya. Bagus, Nak. Bagaimana keadaannya?” tanya Felix dengan suara khas orang bangun tidur.
“Tidak terlalu bagus, Pa. Satu yang pasti, ia sudah menikah dan pernikahannya tidak bahagia. Ngomong-ngomong, selamat, Pa. Papa baru saja mendapatkan cucu perempuan.”
“Terima kasih Tuhan. Oh, anakku yang malang. Bawa dia kembali, Nak. Bagaimanapun caranya.”
“Oh ya, Pa, dia menikah dengan Gio Zaron.”
“Bocah tengik itu? Pantas saja dia tidak bahagia,” geram Felix Alfedo.
“Aku akan membuat perhitungan dengannya,” tambah Felix.
“Jangan gegabah, Pa. Kita lakukan secara perlahan, yang terpenting saat ini sang putri akan kembali ke pelukan kita lagi.”
Oza menghela napas lega. Setidaknya proses persalinan Belinda lancar dan wanita yang dirinya cari sejak dua puluh tahun ini sudah ditemukan. Tugasnya sekarang adalah mencari orang yang dulu pernah menculik wanita itu. Ia sangat yakin jika Belinda masih berhubungan dengan mereka.
Seorang Zaron tidak mungkin mempersunting wanita dari kalangan biasa saja. Hanya saja mendapati Belinda yang seorang diri di rumah tanpa terlihat satu orang pun yang menemani tak urung kembali membuat Oza berpikir. Sangat jelas Gio tidak mengurus adik angkatnya itu dengan baik.
Gio terbangun dan mematikan alarm pada ponselnya. Menyingkirkan tangan lentik yang mendekap dadanya dengan erat dan kemudian bangkit berjalan menuju kamar mandi.
“Masih sangat pagi, kamu akan kembali?”
“Iya, perasaanku tidak enak.”
“Kalau begitu kembalilah berbaring dan aku akan melakukan sesuatu yang enak pada tubuhmu?” goda wanita bertubuh seksi tersebut.
“Tidak bisa, aku harus kembali.”
Tasia mendesah kecewa. Selalu seperti ini, kapan ia bisa memperoleh seluruh waktu pria tersebut. Hanya bisa mendekap tubuh gagah itu setiap malam saja tidaklah cukup. Ia ingin semuanya, waktu, tubuh, pikiran dan tentu saja materi yang berlimpah.
“Siapkan semua keperluan kita untuk ke Jepang dua hari lagi.”
“Sudah aku lakukan,” jawab Tasia seraya menyangga kepala dengan sebelah tangannya, tidur menyamping memperhatikan pria di depannya yang sedang memakai pakaiannya.
Tasia lantas bangkit dengan bertelanjang bulat dan membetulkan letak dasi prianya.
“Aku cukup baik, bukan? Aku tidak pernah meninggalkan jejak kepemilikan pada tubuhmu. Padahal kamu tahu aku sangat ingin sekali, supaya wanita bodoh itu tahu siapa pemilik hatimu yang sesungguhnya.”
“Dia tahu Sayang. Maka dari itu dia tidak pernah protes dengan diriku yang tidak pernah menghabiskan waktu di rumah,” kata Gio seraya mengusap lengan atas Tasia dan mencumbunya dengan mesra.
Gio lantas mengerutkan dahinya saat membaca pesan dari Belinda. Wanita itu melahirkan saat ini? Gio bahkan tidak tahu berapa usia kandungan Belinda, karena seingatnya satu minggu yang lalu wanita itu tampak masih lincah mengurus dirinya dan membersihkan rumah. Kandungan yang tidak begitu besar membuat Gio tidak terlalu memperhatikan hal itu, atau memang dia tidak pernah peduli dengan Belinda?
Gio mendesah, sebelum meraih tas kerjanya dan meraih mantel. Suhu di luar masih dingin sepagi ini ditambah dengan hujan yang masih mengguyur jalanan.
“Kamu tidak mau sarapan dulu. Morning sex mungkin?” goda Tasia mencoba mengulur waktu kepergian Gio.
Tasia sangat tidak suka jika pergi ke kantor sendirian, tanpa Gio di sisinya. Ia sudah terlalu biasa berada bersama dengan pria itu.
“Belinda melahirkan. Aku akan menjenguknya terlebih dahulu. Kamu berangkatlah bekerja terlebih dahulu dan atur ulang jadwalku pagi ini, ya?” Gio meraih tengkuk Tasia yang merengut dan mengangguk ke arahnya.
Gio kembali memagutnya mesra sebelum sepenuhnya pergi dari rumah wanita itu. Ponselnya kembali berbunyi satu pemberitahuan masuk. Foto Belinda yang diantarkan oleh seseorang ke rumah sakit kali ini menyita perhatian Gio.
“Untuk apa ada pria itu di sana? Apa mereka saling kenal?” gumam Gio pada dirinya sendiri.
Tanpa sadar Gio mengeratkan cengkraman jari jemarinya pada kemudi dan melajukan mobilnya dengan kencang menuju rumah sakit.
Belinda membuka kelopak matanya dan mendapati mama mertuanya sedang duduk di kursi dan mengupas kulit jeruk.
“Kamu sudah bangun? Mama sudah menjenguk bayimu. Kenapa kamu tidak mengabari Mama?”
“Linda tidak ingin merepotkan Mama,” jawabnya lirih.
“Mama sudah tahu semuanya, Nak. Tetapi, Mama kecewa karena mengetahui dari orang lain, bukan dari mulut menantu Mama sendiri. Tolong hargai Mama, ceritakan apa yang terjadi sebetulnya?” Mala menggeser kursinya lebih mendekat pada ranjang dan mengulurkan segelas air kepada menantunya yang sudah hendak menitikkan air mata.
Perhatian yang diberikan mama mertuanya bagi Belinda adalah satu-satunya kasih sayang yang ia rasakan selama ini. Orang tua yang tidak pernah mencintainya dan selalu mengeksploitasi dirinya membuat ia merasa tertekan. Belinda dulu berharap, dengan menerima kenyataan dijodohkan dengan pria tampan yang menjadi atasannya di kantor akan membawa ia pada kehidupan yang lebih baik. Dicintai dan dihargai, tetapi kenyataannya adalah neraka kedua yang ia rasakan.
Gio langsung menuju ke lantai tempat istrinya dirawat bersama dengan anaknya. Setelah memastikan di bagian informasi. Dadanya berdentam keras dengan napas yang nyaris putus karena berita yang ia dapatkan barusan. Bayi perempuan, sial memang.
Ia sangat kecewa. Pasalnya bayi yang sangat ia dan keluarga besarnya idam-idamkan adalah bayi berjenis kelamin laki-laki. Tangannya sudah mencapai hendel dan berhenti saat mendengarkan suara sang mama. Gio juga mengingat bagaimana mereka dahulu bisa bersama.
Empat tahun yang lalu
Semua berawal sejak hari pertama Belinda mengucapkan kemauannya untuk dipersunting oleh Gio Zaron. Tidak ada lagi bos yang hangat dan baik serta ramah. Sikap Gio berubah sepenuhnya.
Belinda sedang menyeduh teh untuk mengatasi kram di perut yang ia rasakan sejak kemarin pulang dari kediaman Zaron. Tatapan dingin Gio semalam bertolak belakang dengan perjodohan yang disetujui oleh pria itu. Bahkan Tasia ada di sana. Bilang saja Belinda jahat, merebut Gio dari Tasia.
Ia sangat tahu dirinya bersalah menyetujui semua ini. Ia tahu, akan terjerumus pada lingkaran setan yang ia setuju demi terhindar dari lingkaran lainnya. Harapan indah musnah saat mendapati tatapan terluka dari Tasia yang sangat apik disembunyikan wanita cantik tersebut. Namun, tidak demikian dengan Gio yang menatapnya dengan sangat memusuhi, tetapi berlaku sangat manis saat bertatap muka dengan orang tua Belinda.
Gio mencium Tasia yang menangis di dalam dekapan tubuhnya.
Gio paham betul apa yang terjadi pada Tasia, tak lain juga karena kesalahan dirinya yang mengulur waktu memperkenalkan wanita itu kepada orang tuanya. Sekarang semuanya sudah terlanjur terjadi, bukan hanya karena permintaan mamanya, tetapi juga karena keinginan sang kakek yang menginginkan dirinya untuk menikahi Belinda. Gio juga tidak habis pikir dari mana orang tua dan juga kakeknya mengenali wanita itu. Gio bahkan tidak pernah melirik wanita pendiam berpenampilan sederhana yang bekerja pada bagian keuangan tersebut.
tbc

Komentar Buku (44)

  • avatar
    KullbetWahyu

    baguss bgett

    20d

      0
  • avatar
    Raihan Tsaqif

    good

    16/08

      0
  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    05/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru