logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 3 Berpura-pura Tegar

Marsya menunggu Alif di sebuah cafe, sejak tadi dirinya tidak fokus bekerja. Karena sudah ingin membahas tentang Anna yang mengaku jika sudah mempunyai kekasih, dan itu adalah Alif.
Dengan tangan gemetar, dan suasana hati yang tidak karuan Marsya berusaha tetap tenang dan tidak emosi pada Alif. Dia ingin tahu sejauh mana kejujuran kekasihnya itu.
Pintu cafe pun terbuka, terlihat Alif yang tersenyum dan melambaikan tangannya pada Marsya. Ia pun duduk di depan Marsya yang saat ini sebetulnya ingin mengeluarkan semua pertanyaan yang ada di dalam kepalanya.
“Maaf ya, nunggu lama.” Alif berusaha meraih tangan Marsya, namun sebaliknya, Marsya menjauhkan tangannya itu.
Alif pun hanya menghela napas perlahan, “kenapa sayang? Kamu mau ngomong sesuatu?”
Marsya menggigit bibir bawahnya, ia bingung harus memulai dari mana. Karena begitu banyak yang ingin ia tanyakan.
“Alif, tadi kamu nggak angkat telepon aku? Ke mana aja, padahal aku pengen makan bareng kamu?” Marsya memulainya perlahan.
Alif tersenyum tenang, “tadi aku ketemu klien, sayang. Jadi, maaf nggak cek ponsel.”
Marsya membuang napas perlahan, apakah Anna adalah klien itu? Namun, gadis itu mengatakan jika dirinya akan makan siang dengan kekasihnya.
“Klien?” tanya Marsya lagi.
“Iya, sayang. Tadi aku ketemu sama pak Teza, klien aku yang baru.”
“Di mana, kalian ketemu?” tanya Marsya yang sudah mulai tak yakin pada Alif.
“Di restoran, tadi ada ada restoran yang kebetulan baru buka.”
Penjelasan dari Alif, membuat semua pertanyaan Marsya yang memenuhi pikirannya sudah cukup terjawab dengan satu pertanyaan saja. Jadi, intinya Alif sudah berbohong padanya.
Bukan pak Teza, atau pun seorang pria yang ia lihat. Tetapi Anna, gadis yang sudah memamerkan pada temannya, jika ia mempunyai kekasih. Alif bahkan tertawa beberapa kali, ketika bersama dengan Anna.
“Oh, kalau gitu lain kali kita makan bareng ya.” Marsya menyerah, tidak ada lagi yang harus ia tanyakan.
Alif pun mengerutkan keningnya, “kamu cuma mau ngomong itu?”
Marsya menggeleng cepat, “enggak. Aku mau bilang, kalau aku kangen sama kamu. Udah lama kita nggak makan atau jalan-jalan seperti biasanya, aku dan kamu terlalu sibuk akhir-akhir ini. Sampai aku curiga, kalau kamu udah nggak cinta sama aku.”
“Enggak dong sayang, mana ada aku nggak cinta sama kamu. Marsya adalah wanita satu-satunya di hati Alif.”
Alif terlihat memegangi dadanya, untuk meyakinkan Marsya jika tidak ada wanita lain yang mengisi hatinya. Namun, hal itu terasa hambar untuk Marsya. Ia sudah tahu, jika Alif bukan lagi pria yang hanya mencintainya. Bukan lagi pria yang hanya mementingkan dirinya. Kini, Alif yang Marsya miliki tidak lagi menempatkan dirinya di relung hati yang terdalam.
***
Malam hari, ketika semua orang sudah terlelap dalam tidur. Marsya masih terjaga, ia menatap foto di album yang terlihat sedikit usang.
Album foto untuk pertama kalinya ia simpan, foto bersama dengan Alif sejak awal mereka menjalin hubungan, namun tidak ada lagi ada foto bersama di tahun ini.
Marsya ingat, jika pada saat dirinya jatuh cinta pada Alif. Pria itu belum mengetahui isi hatinya, justru Renal yang mengungkapkan isi hatinya pada Marsya. Namun, ia menolaknya seketika tanpa ada pertimbangan. Hingga akhirnya, Alif tahu jika Marsya menyukai dirinya, dan tanpa pikir panjang mengajak Marsya untuk menjalin hubungan.
Marsya pikir, itu hanyalah sebatas cinta monyet. Namun, rupanya mereka bisa bertahan hingga lima tahun lamanya, dan sekarang ia mulai sadar jika Alif sudah mulai goyah.
Bagi Marsya, hubungan itu bukanlah main-main. Maka, dirinya tidak akan putus asa untuk menggapai hati Alif kembali. Marsya akan tetap memaafkan Alif, walaupun Alif mempunyai kekasih di luar sana.
Sedangkan di tempat lain, hal yang sama pun terjadi pada Renal. Saat ini, dirinya tengah menatap sebuah foto yang menunjukkan Alif tengah berada di sebuah restoran bersama dengan seorang wanita. Foto itu ia dapatkan dari orang suruhannya, dan tentu saja Renal sangat mengenal wanita itu, karena dia adalah Anna—karyawannya.
Renal membuang napas kasar, dan mengusap wajahnya. Rupanya, Alif tidak sedang main-main berselingkuh di belakang Marsya, ia tak tanggung-tanggung mengoleksi banyak wanita.
“Sial lo Alif, bisa-bisanya sekarang karyawan gue yang lo pacarin. Gimana sama Marsya? Kalau dia tau, pasti kecewa berat sama lo.” Renal memukul wajah Alif di dalam foto itu, ia benar-benar sudah geram pada Alif yang mulai seenaknya pada Marsya.
Renal sudah sangat ingin menjauhkan Marsya dari Alif, namun gadis itu tidak mudah ia gapai. Soelah Alif hanya pria satu-satunya di dunia ini, Marsya tidak mengubah perasaannya sedikit pun.
“Kalau sampai terjadi sesuatu sama Marsya, lo tanggung akibatnya.”
Renal menatap tajam foto Alif, kali ini ia tidak akan menyerah dan mengalah seperti dulu yang ia lakukan demi perasaan Marsya.
***
Pagi hari yang sudah cerah, terlihat Marsya tengah melakukan olahraga. Hari minggu ini, tidak ada kegiatan lain. Maka dirinya menyempatkan untuk berolahraga pagi di sebuah lapangan olahraga.
Terlihat, Renal pun tengah melakukan olahraga pagi. Mata mereka bertemu, namun sedetik kemudian Marsya membuang tatapannya ke arah lain. Ia tidak sanggup untuk bertemu dengan Renal, sampai saat ini Marsya masih tidak enak hati pada bosnya itu.
Namun, Renal mendekatinya. Ia sedikit berlari menghampiri Marsya.
“Kamu, baik-baik aja?” tanya Renal.
Marsya pun hanya mengangguk pelan, namun Renal tidak percaya jika Marsya tengah baik-baik saja. Ia pun meraih kedua pipi Marsya, dan menatap matanya.
Hal itu membuat Marsya terkejut, ia berusaha melepaskan tangan Renal, namun tidak berhasil karena tenaga pria itu lebih besar darinya.
“Jangan bohong, aku tau kamu nggak baik-baik aja.”
“Kok ngomong gitu sih? Memangnya, pak Renal bisa liat hati aku?”
Renal melepaskan tangannya, “bisa nggak, kamu jangan panggil aku pak Renal? Panggil aku Renal aja, kesannya kita nggak pernah saling kenal.”
Marsya mengangguk, “iya, maaf Renal.”
Renal meraih tangan Marsya, dan itu membuat Marsya semakin tidak karuan.
“Mata kamu nggak bisa bohong, kalau saat ini kamu nggak baik-baik aja.”
Marsya merasakan ada sesuatu yang Renal simpan pada telapak tangannya, ia pun melepaskan tangan Renal dan menatap benda itu.
“Itu ... foto Alif dan wanita lain.” Terasa berat, namun Renal harus mengatakan hal itu secepatnya.
Marsya tidak terkejut, ia bahkan menyaksikan kekasihnya itu tertawa bahagia bersama wanita lain.
“Kamu, kenapa kasih foto ini?” tanya Marsya.
“Aku mau kamu tau, kalau Alif—“
“Aku udah tau, bahkan dia selingkuh sama dua wanita. Jadi, aku nggak kaget lagi.” Marsya berusaha tegar saat ini, padahal jujur saja ia ingin menangis.
Renal terlihat tak habis pikir melihat reaksi Marsya yang tampak baik-baik saja dengan hal itu, bahkan dirinya sudah gelisah dan takut jika Marsya kecewa, namun apa yang ia lihat sungguh di luar dugaannya.
“Kamu, nggak kaget? Nggak sakit hati?” tanya Renal dengan wajah bingung.
Marsya menggeleng cepat, “aku cinta sama dia, dan akan tetap menjadi yang pertama walaupun dia berselingkuh. Aku akan tetap menang dari mereka yang hanya baru tau Alif.”
“Aku bingung sama kamu Sya, masih bisa tegar dengan kejadian ini.”
Marsya menatap Renal lekat, ia terus berusaha agar air mata tidak jatuh saat ini juga. Marsya tidak boleh rapuh di depan Renal yang ia tahu masih mengharapkannya.
“Aku lebih bingung sama kamu, Renal. Kenapa kamu ikut campur masalah aku? Kamu tau kan, aku cuma cinta sama Alif dan akan tetap sama walaupun di masa depan sekali pun.” Marsya mulai emosional, rasa sakit dan kecewa sejujurnya mendominasi hatinya.
“Aku tau dan nggak usah kamu jelasin, aku cuma menghargai wanita sebaik kamu yang disia-siakan oleh Alif.”
Renal pun mulai emosional, ia menatap lekat mata Marsya. Dirinya sudah tak sanggup untuk bersabar demi Alif yang tak pernah kunjung menikahi Marsya.
“Renal, tolong jangan buat aku menyedihkan di depan kamu.” Marsya menundukkan kepalanya, ia sudah tidak bisa menahan air mata yang terus saja ingin ke luar.
Tangisannya pun pecah saat ini, Marsya tidak setegar yang ia perlihatkan pada orang lain. Ia selalu rapuh dan menutupi hal itu dengan canda dan tawa.
Renal memeluk Marsya, dan hal yang tak ingin ia lihat adalah Marsya menangis. Namun, kali ini dirinya benar-benar harus melihat Marsya menangis karena seorang Alif.
“Tolong jangan terluka, Marsya.” Renal berbisik pelan, dan membuat Marsya semakin mengeraskan tangisannya.

Komentar Buku (32)

  • avatar
    StayhalalAbrar

    mantap

    14/07

      0
  • avatar
    Rizky saputraRaihan

    sangat bagus

    05/06

      0
  • avatar
    MardhiaMarsya

    iya lebih kurang begini lh hidupku nyatanya... pas bgt namanya juga sama marsya cowoknya aja lain namenya

    29/04

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru