logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

File 3 : Tamu Misterius

"Kau ini, dasar anak nakal!"
"Huhuhu...ampun ibu...hiks!"
Kulihat Irana berusaha menenangkan Serenada. Ibu dari Eleanor itu mengangkat centong nasi yang terbuat dari kayu untuk memukul anaknya lagi. Sementara anak perempuan tadi terus saja menangis. Hei, jangan kalian bertanya kenapa di tahun 2063 ini masih ada centong nasi. Ah, aku hanya tahu itu saja penyebutannya dari Irana.
"Bibiiii...! Huhuhu...."
Eleanor langsung memeluk Irana dengan erat. Aku sebenarnya kesal dengan Irana, dia terlalu memanjakan anak satu ini. Seolah semua kesalahannya dimaklumi hanya karena Eleanor masih kecil. Umur delapan tahun bagiku sudah sewajarnya dia belajar, mana yang benar dan salah.
"Aku khawatir dengannya kenapa tiba-tiba hilang, rupanya dia ada di rumah pamannya. Kau ganggu Paman Dova lagi kan?"
"Tidaaak...! Aku cuma main kok."
"Kau pasti bohong lagi sama ibu! Sudah berulang kali Paman Dova mengeluh kehilangan barang dan ibu temukan ini semua di kamarmu. Masih mau mengelak?"
Aah! Ternyata benar selama ini kerjaan Eleanor mengambil barang dari laboratorium pribadiku. Makanya aku kesal sudah berulang kali membeli peralatan yang sama lewat online.
"Dova, ini kukembalikan barang milikmu. Ah, ya Atla ada di rumahmu?"
"Syukurlah, ini masih bagus semua. Eh, ya dia ada di kamarku. Biarkan saja dia disini dulu, nanti baru kuminta dia pulang."
Setidaknya Serenada bernapas lega mendengar Atla ada di rumahku. Sebab pesan dari sekolahnya menyatakan bahwa anak ini sudah pulang, tapi tidak nampak batang hidungnya sedari tadi. Ibunya bergegas menggandeng Eleanor yang masih menangis agar pulang ke rumah. Tak lama dari itu, Serenada kembali sambil membawa makan siang lengkap untuk Atla.
"Apa dia masih mau main di rumahmu dulu, Dova? Ini makan siang untuknya."
"Baru saja aku mau membuatkan makan siang untuknya tadi. Oh, ya Serenada! Nanti malam tolong datang ke rumahku bersama Irana ya. Ada hal yang ingin kusampaikan."
"Tentang apa dulu? Setidaknya aku harus memastikan kalau Eleanor sudah tertidur baru bisa kemari."
"Ini tentang Atla dan juga Eleanor."
Semula Serenada bingung dengan maksud perkataanku tadi. Namun akhirnya dia tersenyum juga.
"Baiklah, aku usahakan ya!"
Aku kembali ke kamar, kulihat Atla sudah tidak lagi menangis. Dia asik bermain dengan barbel milikku. Hanya digelindingkan saja kesana kemari. Kurasa ia tak mampu untuk mengangkatnya.
"Nih, ibumu tadi memberikan makan siang untukmu. Makanlah dulu ya!"
"Iya, makasih Paman!"
Kulihat Atla makan dengan lahapnya. Sepertinya dia kelaparan setelah mengalami mimpi buruk tadi. Aku hanya tersenyum singkat padanya. Melihat dia rasanya seperti melihat Artemis saat masih berumur delapan tahun dulu. Hanya perbedaannya, rambut Atla tak terlalu ikal seperti ayahnya.
"Paman kenapa melihatku begitu?"
"Tidak apa, Atla! Paman hanya merasa...."
Aah! Aku tak tega mau membahas soal ayahnya lagi. Baru saja dia bermimpi tentang Artemis yang menghilang lima tahun lalu. Haruskah aku mengatakan bahwa ia sangat....
"Paman kok diam saja sih!"
"Paman teringat kembali dengan ayahmu itu, Atla! Kau mirip sekali dengannya, nyaris seperti salinannya."
"Tentu saja dong! Aku kan anaknya, Paman. Lagipula genetik ayah juga pastinya menurun padaku."
Duh, anak ini sudah mulai menanggapi perkataanku biasa saja. Berarti dia tidak lagi merasa sangat sedih seperti tadi. Aah! Sifatnya pun juga sama seperti Artemis yang datar saja.
"Eh, ya kata Ibuku dulu. Paman itu sahabat dekat ayahku."
"Iya, itu benar!"
"Lalu Paman tidak merasa sedih begitu kehilangan sahabatnya sendiri?"
"Aah! Pertanyaanmu aneh sekali, Atla! Tentu saja Paman sedih, tapi kan tidak harus menangis. Kenapa memangnya kau bertanya begitu?"
"Oh, begitu ya! Soalnya aku sering lihat ibu diam-diam menangis saat malam hari."
Tentu saja Serenada menangis kehilangan Artemis. Sebenarnya sejauh ini, aku dan Irana berusaha menguatkan dirinya agar tak menyerah dengan kondisi yang ada. Sebab aku dan juga Atla yakin bahwa Artemis masih hidup entah dimana.
"Tapi paman jangan sampaikan ke Ibu kalau kita berdua yakin bahwa ayahku masih hidup. Ibu pasti tidak percaya!"
"Iya, paman janji deh!"
***
Sayangnya malam ini Serenada tak bisa datang ke rumahku. Itu yang dia sampaikan saat Atla tadi kuantar kembali ke rumahnya. Eleanor sulit sekali untuk tidur, dia khawatir kalau anak perempuannya itu berjalan mengendap keluar.
Tidak masalah! Masih ada hari esok untuk menjelaskan kondisi Atla pada Serenada. Meski aku hanyalah pamannya, namun aku merasakan kesedihan serta rasa kehilangan itu masih ada dalam dirinya.
"Syuuuuut!"
Hah! Suara apa itu? Suaranya sangat keras sekali! Siapa yang datang tengah malam begini? Terpaksa kupakai jaketku dulu untuk keluar dan mengecek lewat pintu utama. Astaga! Sebuah pesawat pribadi?
"Pssh...!"
"Uuh...ooh...akhirnya sampai juga!"
Aku memfokuskan penglihatan pada mata siberkinetikku. Mode malam di mata ini akhirnya menangkap gerakan satu orang yang keluar dari pesawat tadi. Sepertinya dia kenal denganku, malah justru aku yang takut melihatnya.
"Uugh... siapa kau?"
Seorang lelaki tua berjalan mendekatiku. Tangan kanannya berusaha meraihku, tapi langsung kutepis. Ia memakai jas laboratorium dengan kacamata khusus berteknologi tinggi seperti milikku dulu.
"Kau tidak ingat denganku, Dova?"
Astaga! Dia tahu namaku, tapi aku sama sekali tak mengenalnya. Tangan keriputnya menyentuh gagang kacamatanya itu. Seketika tampilan hologram muncul dari sana. Bukankah itu ketua laboratorium dari Dome V-Corporation yang bernama Max. Lalu laki-laki tua ini siapanya dia?
"Itu aku...."
"Bruuuk!"
Gawat! Dia pingsan begitu saja didepan pintu. Terpaksa ku tekan satu tombol pada sofa ruang tamu. Bentuknya perlahan menjadi bentuk kasur. Kuseret laki-laki tua ini lalu menidurkannya diatas sofa yang telah berubah bentuk menjadi kasur tadi.
"Aah... air."
Cepat sekali dia sadarnya! Bibirnya nampak kering, apa di pesawat pribadinya itu tidak ada cadangan air sama sekali? Aku bergegas ke dapur mengambil air minum untuknya. Kubantu laki-laki tua itu agar ia bisa berada dalam posisi duduk dulu. Air minum yang kuberikan padanya terus diteguk hingga habis.
"Kau tak ingat padaku?"
"Sungguh aku tak tahu! Kau ini siapa?"
"Aku Max, Dova! Aku... uhuk!"
"Max, tapi bukannya kau punya serum untuk terus membuat tubuhmu selalu muda."
Max menggeleng pelan. Rupanya serum itu sudah tak mampu lagi diterima oleh tubuhnya. Perlahan dia menua dan tampilannya kini, ah aku tak bisa mendeskripsikannya pada kalian! Sungguh mengerikan dari semua manusia tua yang pernah kulihat.
"Dova, ada banyak hal yang harus kau tahu! Tempat bernama Nuuswantaara ini serta Artemis dan...."
"Max, sudah lama Artemis menghilang. Kini hanya ada Serenada dan anak-anaknya saja. Juga aku disini berusaha menjaganya."
"Aah... ini gawat sekali! Aku harus uhuk...!"
Meski dia dulu sering menghukumku, rasanya tak tega juga melihat Max jadi seperti ini. Akhirnya kuminta dia istirahat dulu. Semoga besok aku bisa mengajak Serenada dan Irana kemari. Firasatku tak enak dengan kedatangan Max kemari.

Komentar Buku (226)

  • avatar
    O Ye Soes

    simpan.. baca nanti yg lin blim kelar bacanya

    4d

      0
  • avatar
    RamadaniIzza

    kisah moderen dan bagus👍

    9d

      0
  • avatar
    AyundaNovita

    Cerita ny sangat menarik sekali

    11d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru