logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 2

Hari menjelang pagi. Kasih tengah bersiap untuk berangkat kerja. Sepotong roti dan segelas teh hangat menjadi bekalnya untuk menjalani hari ini. Semoga saja dapat mengganjal perutnya sampai sore nanti.
Uang tiga ratus ribu yang dikirim pada ibunya, bisa untuk makan selama sepuluh hari. Sebenarnya Kasih ingin menolak permintaan ibunya, tapi jika tidak dituruti Bu Welas pasti akan terus menerornya dengan sumpah serapah.
Gadis itu juga takut, jika ibunya meminta bantuan anak buah juragan Karta untuk menjemputnya pulang dan memaksanya menikahi lelaki tua itu. Bu Welas tipe orang yang nekat, jadi terpaksa Kasih mentransfer uangnya.
Biarlah ia menahan lapar, asal ia masih bisa bekerja di kota ini dan tidak perlu tinggal di rumah ibunya untuk terus di hina.
Biasanya Kasih hanya makan dua kali sehari, saat sarapan pagi dan sore setelah pulang kerja.
Namun, ia kini harus mengurangi jatah makanya menjadi satu kali saja dalam sehari. Menghemat agar sisa uang di dompetnya bisa mencukupi sampai waktu gajian. Beruntung Kasih tinggal di kost yang dekat dengan pabrik tempatnya bekerja. Ia bisa berangkat dan pulang kerja dengan berjalan kaki. Jadi tidak perlu pusing memikirkan ongkos transportasi.
Sebenarnya Kasih ingin mulai berpuasa, selain bisa menghemat juga sekalian beribadah. Namun pagi ini tamu bulananya malah datang hingga membatalkan niat puasanya.
Kasih bekerja di sebuah pabrik kaos kaki di kota B. Gajinya memang cukup besar untuk ukuran gadis yang biasa hidup di kampung. Namun, gaji sebanyak tiga juta itu hanya bisa di dapatkanya jika ia mampu memenuhi target yang sudah ditentukan.
Di pabrik Kasih bertugas dibagian pengemasan (packing). Ruang kerjanya berupa aula besar dengan banyak meja panjang yang berjajar rapi. Setiap meja biasanya diisi oleh empat karyawan.
Mereka berdiri selama berjam-jam untuk mengemas kaos kaki mulai dari memasangkanya sesuai dengan ukuran, melipat, menumpuk, menembak dengan pistol yang ujungnya berjarum tajam (berisi pelor dari plastik yang biasa digunakan untuk mengait hangtag pada baju) untuk menyatukan tumpukan enam pasang kaos kaki agar lebih mudah di kemas.
Dalam menembakan pelor plastik pun tidak boleh sembarangan, ada aturanya sendiri. Bukan hal mudah untuk dilakukan, apalagi oleh pekerja baru seperti Kasih. Sering kali jari-jarinya tertusuk jarum hingga berdarah. Bahkan pernah sampai kulitnya mengelupas karena terlalu sering tertusuk jarum.
Sebagai pemula, Kasih tentu saja belum terlalu mahir melakukan pekerjaanya. Karena itulah, bulan kemarin ia tidak mendapat gaji penuh karena belum memenuhi target. Gaji yang di dapatnya hanya sebesar dua juta lima ratus rupiah.
Lima ratus ribu ia gunakan untuk membayar kos, satu juta ia kirim ke kampung. Sisanya ia gunakan untuk makan dan kebutuhan lainya. Karena itulah ia sangat sedih, ketika ibunya dengan begitu mudahnya meminta uang.
Bu Welas bahkan sampai mengancam Kasih, putri kandungnya sendiri. Tanpa mau mengerti situasi dan kondisi putrinya.
_____
"Kasih, ayo istirahat dulu," ujar Fitri teman satu mejanya.
"Duluan aja, Fit. Aku mau selesein kerjaan ini biar dapat target," jawab Kasih, tanganya masih sibuk memilih dan memilah puluhan pasang kaos kaki.
"Kamu rajin banget, istirahat cuma buat sholat aja. Aku nggak pernah liat kamu keluar beli makan," ucap Fitri dengan mimik muka heran.
"Iya, soalnya aku biasa bawa bekal roti sama air minum di tas."
Kasih berkata sambil membenahi letak kerudungnya yang terasa miring.
Biasanya dia memang membawa bekal roti untuk mengisi perut saat istirahat. Namun, hari ini ia hanya berbekal sebotol air karena roti yang sedianya untuk bekal sudah dimakan saat sarapan.
"Ya udah, aku pergi beli makan dulu. Jangan terlalu ngoyo, 'ntar malah kamu sakit, lho."
Kasih mengangguk dan tersenyum sambil melambaikan tangan pada Fitri yang berjalan keluar ruangan.
Kasih pun kembali fokus dengan pekerjaanya. Biasanya ia akan berhenti sebentar untuk sholat, tapi karena sedang berhalangan ia bisa terus melanjutkan pekerjaanya.
Saat jam istirahat keadaan aula yang semula ramai berubah menjadi sepi. Hanya tersisa beberapa orang yang bergantian menuju toilet dan mushola kecil di pojok ruangan. Ada juga beberapa anak baru yang seperti kasih, tetap bekerja demi mengasah kemampuan agar bisa mencapai target yang telah ditentukan.
***
Tring ... Tring.
Ponsel yang berada di tas tiba-tiba bergetar dan berdering. Saat ini Kasih tengah berbaring di kasur untuk sekedar meluruskan punggungnya setelah seharian bekerja.
Kasih mengambil ponsel android buatan china miliknya. Melihat ponselnya yang sudah lumayan butut membuatnya teringat dengan masa lalu.
Ponsel itu baru bisa ia dapatkan setelah satu tahun menabung sisa uang hasil kerjanya di tempat fotocopy milik saudaranya di kampung.
Setelah lulus SMA tiga tahun lalu, Kasih bekerja membantu saudaranya. Gajinya tentu tidak besar, tapi lumayan untuk mengisi waktu luang saat ia belum mendapat pekerjaan.
Sayangnya, uang gaji sebesar lima ratus ribu per bulan yang ia terima harus ia serahkan sebagian untuk sang ibu. Bukanya Kasih tidak ingin memberi, tapi ibunya bukanlah orang yang berkekurangan.
Keluarganya memang bukan orang kaya, tapi mereka hidup berkecukupan. Bapak Kasih adalah pensiunan pegawai negeri. Sedang ibunya punya toko kelontong di samping rumah yang cukup besar.
Selain itu, Pak Darno juga mempunyai beberapa hektar sawah yang setiap tahun bisa dipanen sampai tiga kali. Hal itu membuat keluarga mereka hidup dengan makmur. Kasih sendiri tidak mengerti, kenapa ibunya selalu meminta uang gajinya yang hanya sedikit itu.
Setiap kali Kasih bertanya, Bu Welas akan memarahinya dan mengungkit semua yang pernah dia berikan pada putrinya.
"Kamu itu, uang segini aja perhitungan. Nggak mikir kamu ibu rawat dari kecil sampai sekarang itu udah habis biaya berapa?" ucap Bu Welas dengan sorot mata tajam.
Kasih yang mendengarnya hanya bisa menunduk sambil menahan tangis.
"Ibu itu kebutuhanya banyak. Biaya kebutuhan rumah, biaya kuliah masmu, dan lagi tahun ini adikmu Raja masuk SMA. Kamu sebagai perempuan sudah sewajarnya ikut membantu keuangan keluarga kita."
"Bener itu, Mbak. Jadi anak jangan suka perhitungan sama orang tua."
Raja yang sedang asyik main ponsel ikut menimpali. Kasih melirik ponsel di tangan Raja. Ponsel keluaran terbaru yang tentunya berharga mahal. Rasa perih kembali merambati hati gadis berlesung pipi itu.
Sebulan yang lalu ia memohon untuk dibelikan ponsel, tapi ibunya selalu beralasan tidak punya uang. Padahal ponsel yang diinginkanya hanya ponsel murah, tidak semahal milik Raja. Namun, tetap saja Bu Welas tidak mau membelikanya.
Sedangkan saat Raja yang meminta, dengan cepat Bu Welas mengabulkanya. Padahal Kasih menginginkan ponsel agar bisa menghubungi teman-temanya untuk mencari info lowongan kerja.
"Pokoknya aku mau masuk SMA favorite, Bu. Nggak mau Sekolahan yang biasa," ujar Raja tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel barunya.
"Iya, cah bagus. Pasti ibu daftarin ke sekolah favorite pilihanmu," ucap Bu welas sambil mengelus rambut Raja dengan sayang.
Sekali lagi Kasih hanya bisa menelan ludah pahit. Betapa perih hatinya saat ia melihat sikap Bu Welas pada Raja yang sangat jauh berbeda. Bu Welas selalu berkata dengan lemah lembut kepada Bagus dan Raja. Namun, selalu kasar dan keras kepada putrinya.
Kasih bahkan tidak ingat kapan terakhir kalinya ia merasakan kasih sayang seorang ibu. Sejauh otaknya bisa mengingat, ia tidak pernah sekalipun diperlakukan dengan lembut. Ia bahkan tidak pernah tahu seperti apa hangatnya pelukan seorang ibu. Sejak kecil Kasih lebih dekat dengan neneknya dari pada ibunya.
Tring ... tring, tring.
Kasih tersentak, deringan ponsel berhasil membawanya kembali ke dunia nyata.
Pesan yang sedari tadi belum dibuka kini bertambah. Ada dua pesan dari dua nomor berbeda, tanpa menunggu lama lagi ia pun segera membuka dan membaca pesan tersebut.
Nia
[Malam minggu, nih. Yuk, keluar jalan-jalan].
Nia adalah teman SMA-nya yang mengajak Kasih bekerja di pabrik. Nia bekerja dibagian produksi. Nia tinggal bersama dengan kakaknya di sebuah kontrakan.
Setelah membalas pesan Nia, Kasih beralih pada pesan kedua yang ternyata dari Raja.
Raja mengirim sebuah foto dengan caption 'syukuran kelulusan'. Dalam foto itu terlihat Raja beserta ibu dan bapaknya tengah menikmati beragam makanan di sebuah restoran.
Kasih tahu restoran itu adalah restoran terkenal di kampung halamanya.
Rasa sesak seketika memenuhi dada. Disaat ia menahan lapar demi berhemat, keluarganya justru tengah bersuka cita menikmati beragam makanan enak di restoran. Kasih hanya bisa menangis, meratapi nasibnya yang malang.
*********

Komentar Buku (29)

  • avatar
    UdinSolik

    crita bagus

    22/06/2023

      0
  • avatar
    LestariArbiDwi

    bagusss

    07/04/2023

      0
  • avatar
    dickyzulkarnain

    ok baik

    10/03/2023

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru