logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 2 BATU YANG KERAS

Sekarang keduanya berada di parkiran sekolah, tempatnya sangat kecil dibandingkan dengan SMPnya dulu, bahkan bisa dua kali dari ini luasnya, Mira memang anak biasa-biasa saja.
Melihat wajah kebingungan dari temannya itu, Mira lantas bertanya : "Kenapa Lo? Baru liat sekolah kecil?"
Laura langsung menggeleng dengan wajah seperti tertangkap basah. "Enggak kok, Lala gak mikir begitu."
"Muka Lo yang nujukin la, lagian Lo ngapain sih pindah? Enakan juga di sana, Lo dimanjain sama kemewahan," ucap Mira yang seperti ada nada iri disana.
Mira berjalan terlebih dahulu saat Laura tak menjawab apa-apa dari perkataannya, disusul Laura yang berjalan sambil menunduk dibelakang Mira.
Sedangkan dari jauh seorang pria tengah menatap orang-orang yang sedang berlatih basket,dari segi penglihatan pria itu begitu teliti dalam melihat tehnik mereka.
Tiba-tiba bola menghampiri, dengan segera pria itu menangkapnya. Seketika lapangan yang tadinya ricuh mendadak terdiam ketika ia memegang bola itu.
Tak lama dua orang pria datang, membawa makanan di tangan mereka. "Kenapa bro?"
Salah satu orang dari lapangan berjalan ke arah mereka dengan wajah takut-takut. "Ma-maaf kak, kami gak sengaja."
Brayen melempar bola itu keatas, dengan gerakan cepat bola itu kembali turun tapi sekarang berputar di jari Brayen.
"Main yuk!"
Raka anak yang berpakaian rapih lengkap dengan kacamata, menyemburkan minumannya, tapi dia lapar masa mau main kelapangan? Sedangkan Pino murid biasa-biasa saja namun tanpa juga menatapnya tak percaya.
"Tapi makannya?" tanya Raka yang menunjuk semua makanan enak itu, nanti dingin kalau mereka main, belum lagi jam masuk akan berbunyi.
Brayen menatap mereka tajam, sontak mereka langsung suap siaga berjalan terlebih dulu. Setelah itu Brayen melemparkan bola ke pria tadi. "Permainan kalian terlalu lemah!"
Pria itu sontak meneguk ludah saat Brayen berjalan kelapangan, dengan salah satu tangan dimasukkan kedalam saku. Brayen memiliki wajah tampan dan tinggi badan yang diidam-idamkan para kaum hawa, tapi mendengar rekor kenakalan yang bahkan pernah membunuh orang, membuat dia cukup banyak ditakuti penghuni sekolah, guru-gurunya juga takut pada Brayen.
Beruntung ayahnya adalah seorang pejabat di kota itu, jadi Brayen selalu keluar dengan mudah, sayang tak banyak yang tau fakta itu.
Suasana dilapangan menjadi hening karena kehadiran Brayen, hingga Raka tak sengaja melemparkan terlalu jauh, mata Brayen melihat ada satu gadis yang terkena bola itu.
Dengan cepat Brayen berlari lalu menangkap bola itu. Laura yang merasa pundaknya menyentuh tubuh seorang langsung, menoleh. Saat Brayen berbalik arah untuk melihat siapa gadis itu, ternyata wajah mereka begitu dekat.
Cukup lama hal itu terjadi, dan tiba-tiba Laura berteriak tak jelas seperti orang kesurupan. "Kakak baik, tuh kan Lala bilang juga apa, kakak itu baik. Buktinya kakak nolong Lala lagi."
Ucapan itu ditonton semua orang yang ada di lapangan, entah kenapa Brayen menyesal dua kali menolong gadis ini. "Bisa diem gak sih? Mulut Lo cempreng banget tau gak?"
Laura menutup mulutnya, kala Brayen mengatakan hal itu. "Maaf kakak baik."
"Gue udah bilang gue gak baik!"
Mira yang melihat hal itu, segera menarik sahabatnya menjauh tapi Laura malah berbicara tak jelas. "Kakak baik, nanti Lala minta nomer telponnya ya!"
"Kakak baik semangat mainnya! Kakak baik pasti menang!"
"Kakak baik! Kakak baik!"
Setelah sampai di lorong yang sepi, Mira memberhentikan langkahnya. "Lo tuh apa-apa sih?"
"Apanya yang kenapa, Mira?"
"Jauhin kak Brayen!"
Laura tersenyum senang. "Oh namanya Brayen, bagus kayak orangnya. Mira punya nomer teleponnya gak?"
"Lala! Denger gue dia itu cowok berbahaya! Dia gak akan segan-segan bikin orang yang gak dia suka sekarat bahkan ada yang mati," ucap Mira dengan serius, tapi bukannya merasa takut Laura malah tersenyum. "Ngapain Lo senyum?"
"Gak semua orang yang buruk gak punya sisi baik, Mira! Jangan menilai orang dari luar aja!" ujar Laura yang membuat Mira heran, ia sekarang memeriksa panas jidat sahabatnya itu, gak sakit sama sekali.
"Gak panas, tapi tumben bener Lo."
"Lala emang pinter, Miranya aja cuma liat Lala dari luarnya," ucap Laura dengan wajah sombong, rasa-rasanya ada gadis kena tabok olehnya.
"Udah ah, mending masuk!" Berhubung mereka sudah sarapan, maka keduanya memutuskan untuk ke kelas, paling nanti mereka disuruh keruangan ke kepala sekolah, tapi sekarang Laura ingin beristirahat sebentar, karena setelah sampai ke kota ini ia langsung sekolah, sedangkan mendaftar masuk sudah dilakukan sebelum Laura berangkat kemari.
.
.
.
Jam istirahat berbunyi waktunya sekarang Laura dan Mira mengisi perut mereka, setelah mendapat pelajaran cukup sulit tadi di kelas, dan beruntung lagi mereka benar-benar sekelas.
Beberapa orang di kantin berbisik-bisik kala melihat, Laura tapi gadis itu tak mau ambil pusing, malah ia fokus pada Brayen yang sedang makan bersama teman-teman.
Tiba-tiba Mira ditarik oleh gadis itu menuju tempat duduk Brayen, membuat dia dan kedua temannya merasa heran. "Hai kakak baik."
Melihat tatapan tak suka, Mira lantas menarik tangan Laura untuk segera pergi, tapi Laura seakan patung batu dia tetap dia di tempat, seakan tak ada gaya yang menariknya.
"Ngapain Lo disini?" tanya Brayen heran, entah kenapa mie ayam yang tadinya enak berubah menjadi menjijikkan.
"Mau minta nomer telpon! Boleh ya kakak baik," ucap Laura dengan wajah memohon, tapi Brayen membanting sumpitnya kesal dan itu membuat semua orang menatap kearah mereka.
"Harus berapa kali gue ngomong, gue gak suka panggilan itu!" ucap Brayen sambil berdiri, disusul kedua temannya yang masih menatap Laura yang kelihatan sedih.
"Lo ngancurin hatinya, bro!" ucap Pino dengan senyuman, berani sekali tikus itu berbicara pada singa seperti Brayen.
"Harusnya gue biarin waktu itu," ucap Brayen kesal bukan main, mereka pergi untuk membayar.
Sedangkan Laura menunduk sedih. "Gue tau Lo suka sama dia, tapi dia itu gak pantes buat Lo, la."
"Gak, Lala yakin pasti suatu hari nanti kakak baik jatuh cinta sama Lala," ucapnya penuh semangat, membuat Mira menghembuskan nafas kasar, kalau gadis ini sudah memiliki keinginan, jangan tujuh gunung dia lalui, luas lautan aja di lewati, buktinya saat umur 10 tahun dia minta keliling dunia pada orang tuanya dan itu bukan permintaan yang mudah, butuh waktu sebulan untuk mewujudkannya.
"Kalau buktinya dia gak jatuh cinta sama Lo, gimana?"
"Ya di jatuh-jatuhin intinya," balas Laura kekeh, memangnya dia pikir pertandingan Smeck down di jatuh-jatuhin, ia rasa ada gilanya orang itu.
"Terserah Lo da, la! Lo mau makan apa?"
"Kayak kakak baik tadi," ucapnya sambil memperlihatkan makan tadi, secepatnya Mira memberikan jempol pada Laura.
Ia yakin batu yang keras perlahan-lahan akan berlubang jika terus tertetes air, maka perasaan juga bisa begitu, ia tak perduli berapa lama hal itu akan terjadi, Laura tak akan menyerah sampai ia lelah.

Komentar Buku (621)

  • avatar
    IshakMaulana

    mantap men

    28m

      0
  • avatar
    Aulia Lia

    cerita nya bagus bangett , ada sedii nya juga

    6d

      0
  • avatar
    SelfyanaSelfy

    wahhh baguss bangett ceritanyaaa 🤩

    22d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru