logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 7 Adik Baru

Dina senyum kecut mendengar pertanyaan Vidi. Bocah kecil dengan segudang pertanyaan yang berhasil membuat orang dewasa geleng-geleng kepala dibuatnya. Andai kamu tahu keadaan sekarang seperti apa.
"Nah, kan bengong lagi," tukas Vidi manyun.
"Kak Dina juga gak tahu. Emangnya mau adik cowok apa cewek?" Kak Dina penasaran.
Vidi terlihat serius memikirkan impiannya. Seorang adik lucu yang menemani main tiap hari. Adik yang bisa menghiburnya saat sedih.
"Aku mau adik cewek, Kak. "
"Oke! Eh, kenapa cewek? Alasannya apa?" tanya Kak Dina penasaran sekali.
"Adik cewek lucu, Kak. Temanku ada yang punya adik cewek. Rambutnya dikuncir dua, pakai rok merah, sepatu putih," jawab Vidi polos.
Dina tertawa kecil mendengar jawaban lugu yang tak pernah terpikirkan olehnya. Pasti anak kecil yang kemarin ikut duduk di dalam kelas. Vidi terlihat gemas dan memainkan rambut anak cewek itu.
" Kak Dina tahu deh kayaknya. Adik kecil itu namanya Jelita kalau gak salah," terka Kak Dina.
" Aku gak tau namanya," sela Vidi melanjutkan melukis gambar dirinya dan seekor kucing.
Dina membuka jendela untuk mencari udara segar. Tidak sengaja melihat toko baru di sudut taman yang dibuka pagi tadi. Ada banyak makanan dan minuman dijual di sana.
" Eh, beli coklat sama es krim yuk! Mau?" ajak Kak Dina.
Vidi sontak berdiri berlari ke jendela. Toko dengan papan tulisan ' Toko Pelangi' cukup ramai dipenuhi anak kecil.
"Aku mau! Aku mau beli es krim, permen, dan cokelat," seru Vidi girang.
Vidi mengambil dompet kecil di rak samping meja belajar. Dia hanya menarik uang sepuluh ribu dari dalam dompetnya. Tak lupa memakai topi cokelat kesayangannya.
" Sudah siap?" tanya Kak Dina menirukan pose artis di iklan minuman.
"Siap! Ayo, kita berburu makanan!" Vidi menirukan pose Kak Dina.
Mereka berdua berjalan cepat menuruni anak tangga seraya tertawa bersama. Tidak sengaja Vidi menabrak mamanya yang sedang membawa segelas teh hangat.
Brakkk!
"Maaf, Ma? " Vidi jongkok mengambil cangkir dan tutup yang jatuh di atas lantai.
"Eh, airnya masih panas! Bentar, Kak Dina ambil lap di belakang!" serunya.
Ara ikut jongkok dan menahan tangan Vidi agar tidak terkena air panas yang ada di lantai. Vidi terkejut melihat perlakuan mamanya.
"Air ini masih panas. Nanti tanganmu bisa luka. Segera berdiri dan cuci tanganmu!"
Vidi terpaku berada pada posisi jongkok. Jarak antara dia dan mamanya begitu dekat dan tercium aroma parfum yang begitu harum.
"Kamu lihat apa? Cuci tangan sama Kak Dina!"
Dina senyum tipis memperhatikan Ibu dan anak itu. Tanpa sengaja dia meremas kain lap ditangannya. Hingga kaget ada beberapa tetesan air jatuh di kakinya.
"Eh, iya cuci tangan dulu. Tanganmu pasti kotor terkena air teh," ajak Kak Dina menggandeng tangan Vidi.
" Mana kain lapnya?" tanya Ara.
"Bu, nanti saja. Biar saya yang membersihkan lantainya," ujar Dina membantu Ara berdiri.
Ara curi pandang mulai menyadari putranya masih ketakutan. Ara berlalu melewati Dina dan Vidi yang masih berdiri di dekat tumpahan air teh.
" Untung saja cangkirnya terbuat dari plastik. Jadinya gak pecah, deh. Lagipula kalau misal pecah juga tidak masalah. Masih ada banyak di rak," seloroh Ara melirik Dina.
" Vidi, cangkirnya gak pecah kok. Udah, Mama juga gak marah. Nah, ayo kita cuci tangan dulu!" ajak Kak Dina membalas lirikan Ara.
Vidi berjalan lemas pegangan Kak Dina. Jantung berdebar dan gemetaran terasa di tangannya. Dina membalikkan badan memberikan kode kalau Vidi tidak dalam kondisi baik.
"Vidi!"
Langkah Vidi terhenti mendengar suara dari belakang. Membalikkan badan perlahan tertunduk takut.
"Kalau cuci tangan harus pakai sabun. Kemarin Mama sudah beli aroma jeruk kesukaanmu," ucap Ara melanjutkan langkahnya ke ruang kerja.
Vidi dan Dina saling lempar pandang merasa heran dengan sikap Ara. Dina meremas tangan Vidi erat. Vidi lompat kegirangan.
"Kita cuci tangan lalu pergi jajan," ajak Kak Dina antusias sekaligus senang melihat sikap Ara.
Ara tersenyum lega melihat putranya dari balik pintu. Ara bersyukur ditemani sosok Dina yang selalu ada untuk dirinya dan Vidi. Dina adalah salah satu orang yang menjadi kekuatan Ara saat hidupnya terpuruk karena Haikal.
"Kak, Mama suka es krim apa?"
"Kakak juga gak tahu. Sudah lama gak makan es krim, "jawab Dina melirik kanan kiri memastikan tidak ada kendaraan yang lewat.
" Kakak! Mau beli apa?"
Vidi dan Dina menghentikan kaki mendengar suara samar dari balik pagar bercat hijau muda. Vidi mencari sumber suara kecil yang memanggil namanya. Kak Dina berjalan menuju semak dekat pagar.
"Eh, kamu yang manggil tadi?" tanya Kak Dina berbinar menatap sosok gadis kecil. Gadis kecil berambut ikal dan bertubuh agak gendut.
"Iya, Halo Kakak ganteng," sapa gadis bernetra sipit.
Kak Dina terkekeh gemas melihat tingkah lucu gadis itu. Ingin rasanya membawa pulang dan menjadikan boneka di rumah.
"Halo juga! Namaku Vidi, namamu siapa?" tanya Vidi.
Gadis kecil berssmbunyi di balik semak yang lumayan rimbun. Terdengar suara imutnya berbisik ke boneka kuda poni ditangannya.
"Cici, aku malu banget. Aku deg-deg an banget. Ada cowok ganteng tanya namaku," ucapnya terkekeh pelan.
Kak Dina menggelengkan kepala tidak sengaja mendengar celotehan gadis lucu. Vidi masuk ke halaman rumah mencari di balik pohon dan semak.
"Kok malah sembunyi? Namamu siapa?" tanya Vidi lagi.
" Namaku Lala. Kakak ganteng siapa?"
Vidi tersipu malu dipanggil kakak oleh anak kecil yang tidak dikenalnya. Rasanya senang sekali punya seorang adik cewek yang lucu seperti Lala.
"Aku Kak Vidi. Rumahmu di sini?"
Lala menunjuk rumah di belakangnya. Di teras ada kucing sejenis persia yang tidur lelap. Pintu rumah terbuka sedikit.
"Rumahmu ini ya?"
" Bukan."
Vidi mengernyitkan kening tanda tidak mengerti maksud Lala. Dina juga selama tinggal di rumah Ara belum pernah melihat Lala.
"Ini rumah Tanteku. Tante Mayang yang cantik dan putih," ujar Lala menirukan artis Syahrini.
"Oh, pantas belum pernah melihat kamu. Anak cantik yang lucu," cubitan Dina mendarat pelan di pipi Lala.
"Kakak, jangan cubit. Nanti cantikku hilang," ucapnya manja mengelus pipinya.
Vidi gantian mencubit pipi Lala saking gemasnya. Lala mengusap pipinya lagi. Anak lucu itu paling tidak suka disentuh bagian pipi.
"Eh, ikut jajan yuk! Mau? Kamu suka coklat?"
"Aku gak suka coklat. Kata Bunda, aku gak boleh makan coklat. Nanti gigiku bisa sakit."
"Aku ke toko sebentar, ya? Kamu jangan kemana-mana."
"Iya, aku minta teh kotak. Boleh?" pinta Lala menelungkupkan tangannya.
Kak Dina menganggukkan kepala bergegas pergi ke toko. Semangat Vidi menggebu lain dari biasanya.
"Kak, Lala dibeliin teh kotak. Jangan lupa ya, Kak!"
"Iya, Semoga tokonya belum tutup. Ayo cepat!"
Vidi membeli es krim, cokelat, dan teh kotak untuk Lala. Mereka sudah tidak sabar menemui Lala. Tapi, mereka terkejut saat sampai di halaman Tante Mayang. Tidak ada Lala di sana. Vidi sendu merasa kehilangan adik baru.
"Kak, Lala di mana? "
"Apa mungkin di dalam rumah?" jawab Dina bingung.
Vidi menunggu di samping pagar. Dina mengetuk pintu rumah Tante Mayang.
" Dina? Ada apa?" tanya Mayang heran. Tidak biasanya Dina datang ke rumahnya.
" Mbak Ara sehat, kan? Saya sudah lama tidak bertemu. Terakhir kalau tidak salah waktu arisan," lanjut Mayang.
"Iya, Bu Ara dalam kondisi sehat. Ibu sangat sibuk jadi jarang terlihat, Bu," jawab Dina.
" Oh, iya ada perlu apa?"
"Bu, Lala di mana?" tanya Dina heran.
Mayang berjalan ke halaman rumah mendekati Vidi. Dina ikut jalan di belakangnya. Dina menjadi semakin bingung.
"Vidi, tadi ketemu Lala?" tanya Mayang lembut.
" Iya, Tante. Lala ada?"
Mayang terdiam sendu tidak kuat memberitahukan keberadaan ponakannya. Kasihan sekali jika Vidi sedih apalagi hingga menangis.
"Tante,tadi Lala minta teh kotak. Ini buat Lala." Vidi menyodorkan plastik bening berisi teh kotak.
"Terima kasih ya, Vidi? Kamu anak yang baik," puji Tante Mayang melihat kebaikan Vidi.
" Iya, Tente. Aku boleh main sama Lala?"
Tante Mayang mengajak Dina untuk bicara di dalam rumah. Dina tak kuasa menangis. Mayang menepuk bahunya berusaha membuat tenang.
"Vidi, teh kotaknya kan sudah dikasih ke Tante Mayang. Ini sudah sore. Pulang, yuk!" ajak Kak Dina mengusap air matanya yang masih menetes.
Vidi berlari ke dalam rumah mencari Tante Mayang. Terlihat membuat adonan kue di dapur. Namun, tidak ada suara Lala atau sekilas bayangannya di rumah besar itu.
" Tante, Lala dimana? Kok Kak Dina nangis," tanya Vidi heran.
Kak Dina menyusul Vidi untuk mengajaknya pulang. Dia berharap bukan dirinya yang menceritakan semuanya pada Vidi. Baru sebentar merasakan punya adik, tapi...
"Vidi, sini dekat Tante! Tante mau bilang sesuatu. Tapi, kamu harus janji dulu sama Tante. Vidi gak boleh sedih apalagi nangis. Oke?" Tante Mayang menyodorkan jari kelingking di depan wajah Vidi.
"Iya,Tante. Vidi janji sama Tante," ucapnya ke Tante Mayang.
Tante Mayang menceritakan kalau sejak awal memperhatikan dari dalam rumah.Vidi terlihat senang bertemu Lala dan sebaliknya juga. Kak Dina juga tadi cerita kalau Vidi sangat senang sekali punya adik seperti Lala. Vidi ingin sekali menjadikan Lala adiknya. Bahkan, ingin menyuruh Mama untuk merawat Lala.
"Tante, sekarang Lala ada di mana? Vidi masih ingin bermain sama Lala." Wajah sendu mulai tergambar di wajahnya. Netra yang mulai basah susah ditutupi. Vidi takut jika tidak bisa bertemu lagi dengan Lala.
" Lala tadi juga sedih. Anak itu nangis sembunyi di kamar Tante," jelas Tante Mayang.
" Lala! Lala! Lala! Kamu dimana?" Ayo, kita main bareng. Lala? " seru Vidi memanggil nama Lala.
Tante Mayang dan Kak Dina sedih melihat Vidi lari sana sini mencari Lala. Gadis kecil itu tidak mungkin menjawab panggilan Vidi.

Komentar Buku (44)

  • avatar
    gerandongFebrian

    mantap

    17/07

      0
  • avatar
    Siti Umayah

    sangat keren

    05/07

      0
  • avatar
    FaaAmelia

    bgs

    27/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru