logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 3 Mertua dan Kakak Ipar

     "Apa pun resikonya aku sanggup Min, aku sudah bosan di hina dan di caci maki oleh orang-orang di sekitarku, apalagi mertua dan kakak iparku,duuuuh, sakiiiit hqatiku!"
     "Taruhannya nyawa!"
      Farah terperanjat mendengar ucapan Aminah, dia bingung apa maksud sahabatnya itu.
     "Maksudmu nyawa kita Min?" tanya Farah polos.
     "Bisa jadi Far, bisa nyawa kita, keluarga atau orang lain," jawab Aminah santai.
     "Aku kok semakin bingung to Min."
       "Aku dapat semua ini karena aku pakai pesugihan Far,'" ucap Aminah lirih.
     "Pe_pesugihan, pakai tumbal?"
Farah terkejut, mendengar kata pesugihan pasti ada kaitannya dengan tumbal.
     "Aku bosan di hina karena miskin, karena banyak utang Far, dengan pesugihan aku bisa membungkam mulut mereka yang menghinaku, bisa membayar semua utangku, dan bisa punya semuanya, termasuk ini," ucap Aminah sambil memamerkan perhiasan yang dipakainya.
      Mata Farah mengerjap melihat untaian kalung yang dipakai Aminah, gelang besar-besar yang dipakai sampai ke lengan, jari-jarinya penuh dengan cincin dan subang berliannya membuat mata Farah silau.
       "Nggak ada paksaan kok Far, semua harus dengan tekad dan niat kita," Aminah menambahi ucapannya.
      Farah diam termangu, pikirannya berkecamuk, dia ingin cepat bebas dari semua utang-utangnya, ingin kaya seperti Aminah, tapi kalau dengan cara pesugihan seperti Aminah dia merasa takut.
      Ning nong, ning nong!
      "Itu mungkin suamimu Far, cepat buka pintunya, suruh dia masuk dulu," ujar Aminah.
     "Kok kamu tahu kalau ada orang datang to Min," ucap Farah heran.
      "Lha itu tadi loncengnya bunyi to Far, berarti ada orang datang," sahut Aminah.
      "Jadi pas aku mencet-mencet di luar tadi bunyinya bisa nyampai sini?"
     "Ya iyalah Far, kalau nggak dengar gimana aku bisa tahu kalau kamu datang," jawab Aminah dengan menahan tawa.
      "Wah, hebat ya, aku juga pingin punya rumah seperti ini, jadi kalau ada koperasi datang aku bisa tahu dan nggak usah keluar," ujar Farah dengan mata yang berbinar membayangkan rumah seperti milik Aminah.
     Kamu gimana sih Far? Kalau kamu ikut cara seperti aku, nggak ada lagi koperasi yang akan nyari kamu, semua lunas!"
     Ning nong ning nong!
     Ning nong ning nong!
     "Wah, suamiku ngamuk Min, aku pulang dulu, kapan-kapan aku ke sini lagi," ucap Farah tergesa-gesa, disambarnya kantong kresek hitam berisi uang dari Aminah.
     "Ngapain sih di dalam? Sampe lecet jariku mencet lonceng!" gerutu Herman ketika Farah keluar dari pintu pagar besi itu.
      "Nggak percaya kalau jari sampai lecet gara-gara lonceng," sahut Farah sambil mencibir.
      "Ayo cepat naik, kasihan ibu pasti capek jagain anak-anak," titah Herman sambil menghidupkan mesin motornya.
      "Di kasih nggak uangnya?" tanya Herman di sela-sela deru mesin motornya.
      "Dikasih dong, lima juta," jawab Farah, dia lupa bahwa setahu suaminya tadi dia ke rumah Aminah untuk menagih utangnya yang hanya satu juta.
      "Lima juta? Nggak salah kamu Dik?" tanya Herman dengan keras karena suaranya kalah dengan suara motornya.
      "Eh, eh...maksudku dikasih satu juta terus ditambah lima puluh ribu, katanya uang terima kasih," Farah asal menjawab.
      "Jangan Dik, itu namanya riba, dosa!"
     "Lagian juga heran sama Aminah, rumah gedong, mewah dan emasnya banyak, kok bisa-bisanya pinjam uang satu juta sama kita yang miskin."
      Farah mengabaikan semua ucapan Herman, dia asyik melamun membayangkan tinggal di rumah besar seperti rumah Aminah, punya pembantu empat dan punya banyak perhiasan serta baju-baju mahal.
     "Dik, dik, turun,!"Herman menggoyang-goyangkan badannya,Farah asyik tersenyum sendiri sambil memeluk suaminya dengan erat, dia tak sadar kalau mereka sudah berada di depan rumah dan motor sudah berhenti.
      "Diik!!"Herman memanggil istrinya dengan suara keras.
     "Eh, eh, ada apa Bang?" tanya Farah kaget, dia menoleh ke kiri dan ke kanan, dan baru sadar dia masih berada di atas motor.
     "Abang kenapa nggak bilang kalau sudah sampai!"ucap Farah sambil menepuk pundak Herman pelan.
     "Kok abang yang disalahkan?"ucap Herman tak terima sambil menjewer telinga kanan Farah.
     "Mana uangnya?" tanya Herman sambil menadahkan tangan.
      Farah terkesiap, uang lima juta tadi lupa dipisahkan. Gegas dia berlari masuk ke rumah.
     "Aduh Bang, sakit perutku nggak tahan," Farah berteriak dari dalam memberi alasan.
***
      "Dik, ada uang nggak, mau ngasih ibu buat bayar cicilan motornya Diah," tanya Herman kepada Farah yang sedang menjemur karpet di pagar depan rumahnya.
       "Uang dari mana Bang, kan kemarin sudah buat belanja bulanan," sahut Farah tanpa menoleh ke arah suaminya.
      Lagian mbak Diah kan kerja, kenapa nggak pakai gajinya saja,"sambung Farah lagi. Dia kadang merasa jengkel terhadap suaminya, selalu saja menuruti kemauan ibu dan kakaknya.
      "Farah, kalau nggak mau ngasih ya sudah, nggak usah pakai nyuruh pakai gajinya Diah, jadi orang itu mbok ya jangan pelit sama keluarga," ucap bu Ningrum, mertuanya Farah.
      Farah menghela nafas pelan mendengar ucapan bu Ningrum, selama ini dia selalu mengalah, keuntungan dari berjualan perabot keliling suaminya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, sedangkan Diah yang bekerja sebagai marketing di sebuah perusahaan bergaji lumayan habis hanya untuk kebutuhannya sendiri.
      "Dik, mbok coba pinjam sama Aminah, waktu itu dia kan sudah pinjam sama kita, sekarang giliran kita pinjam sama dia," kata Herman yang sontak membuat mata Farah melotot.
      "Aminah pinjam uang sama kalian? Nggak salah? Dia lho kaya raya, hartanya nggak habis dimakan tujuh turunan,"celetuk bu Ningrum,dia menatap Farah dengan tajam.
       "Iya Bu, waktu itu pinjam satu juta, tapi sudah dikembalikan, uangnya buat bayar kontrakan," ujar Herman menjelaskan, kalau tak dijelaskan pasti ibunya menanyakan uang tersebut.
      "Mana Mas uangnya, ini aku mau keluar biar sekalian aku bayarkan," Diah tiba-tiba muncul dengan pakaian rapi, dia selalu menomor satukan penampilan,tak heran jika gajinya yang lumayan tinggi tak cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
      "Belum ada Mbak," jawab Herman pelan, dia yakin sebentar lagi pasti kakaknya marah-marah.
       "Kalian ini gimana sih? Aku butuhnya sekarang,cuma uang satu juta saja kalian nggak mau bantu!"
       "Percuma punya saudara laki-laki nggak mau membantu saudaranya!"
      "Kamu Farah! Jadi istri itu yang pinter ngatur uang pemberian suami, jadi kalau pas butuh gini nggak bingung!"
      "Harusnya kamu itu sadar dan tahu diri, kamu itu numpang makan tidur di sini!"
     "Suami capek-capek..."
      "Cukuup!"
       Bentakan Farah menghentikan ocehan Diah, dia menatap Farah dengan pandangan sengit.
      "Mbak,sadar nggak apa yang mbak ucapkan? Mbak punya gaji besar, tapi mbak pernah nggak mikir kebutuhan di rumah ini?"
      "Mbak nggak pernah mikir kan beli beras, minyak, sayur, gas, sabun, listrik, mbak tahunya makan tersedia, baju bersih wangi!"
      "Mbak minta uang satu juta harus ada sekarang, mbak mikir nggak, penghasilan mas Herman berapa?"
      "Dan sekarang saya tanya, yang nggak tahu diri dan yang numpang siapa? Ini lho rumah peninggalan orang tuaku, kok bisa-bisanya mbak bilang aku numpang, nggak kebalik Mbak?" ujar Farah dengan pedas dan sinis.
      "Farah!"
       Plakk!
        "Jangan kurang ajar kamu sama kakakku!"bentak Herman sambil memberikan sebuah tamparan di pipi kanan Farah.
        Farah terkejut, dia menatap Herman dengan wajah marah,tanpa membuang waktu dia berlari ke kamarnya.
        "Dasar menantu nggak berguna, lebih baik kamu ceraikan saja, ibu bosan melihatnya," cetus bu Ningrum dengan ketus.
       "Betul kata ibu Man, ceraikan saja, mbak muak hidup seatap dengannya!"Diah menambahi hasutan ibunya.
       Mendengar ucapan ibu mertua dan kakak iparnya, darah Farah mendidih,dengan air matanya yang masih bercucuran dia keluar mendatangi mereka.
       "Baik, kalau memang abang mau ceraikan saya, silakan. Dan sekarang juga kalian angkat kaki dari rumah saya!" Farah bersuara lantang, matanya nyalang menatap mereka bertiga secara bergantian.
       "Nggak bisa gitu, ini rumah Herman, dia kan kepala keluarga di sini," ujar bu Ningrum ngawur, sudah jelas rumah yang mereka tempati adalah rumah peninggalan orang tua Farah.
       "Ibu lupa ya, rumah kalian kan sudah disita bank beberapa tahun yang lalu?"
       "Dan ibu masih ingat nggak waktu ibu dan mbak Diah memohon untuk ikut tinggal di sini?"
       "Ini rumah peninggalan orang tua saya Bu,sertifikat juga masih atas nama almarhum bapak saya, dan mas Agung, kakak saya juga masih ada hak atas rumah ini!"
      "Jadi atas dasar apa ibu bilang ini rumah mas Herman? Kalian sama sekali nggak ada hak atas rumah ini!"
nafas Farah tersengal-sengal karena menahan marah. Dia merasa lega sudah meluahkan semuanya.
       Herman, bu Ningrum dan Diah hanya diam mendengar ucapan Farah.
      "Pokoknya aku nggak mau tahu, uangnya harus ada sekarang!"pekik Diah.
       "Ayolah Dik, tolong mbak Diah, dia kan kakakmu juga," bujuk Herman.
       "Walaupun aku ada uang satu milyar, satu sen juga nggak sudi aku nolong orang yang nggak tahu diri seperti kakakmu Mas!" sahut Farah ketus.
      "Orang miskin saja sombong!"ucap Diah kalap, dia beranjak mendekati Farah dan menjambak rambutnya.
       "Maaf,mau ketemu bu Farah," tiba-tiba seorang lelaki datang mencari Farah.
      "Mas ini siapa?" tanya Farah heran, karena dia memang tak pernah ketemu apalagi kenal lelaki itu.
      "Pura-pura tanya, paling juga selingkuhannya!"ujar bu Ningrum ketus.
     "Ibu jangan sembarangan ya, saya hanya disuruh orang untuk mengantarkan ini," ucap lelaki itu menatap bu Ningrum dengan tajam, bu Ningrum menundukkan kepalanya, tak berani menatap lelaki tersebut.
      "Maaf Mas, siapa yang menyuruh mas?" tanya Farah.
      "Bu Aminah," jawab lelaki itu singkat.
      Mendengar nama yang disebut lelaki itu, Farah baru mau menerima bungkusan yang diberikan padanya.
       "Wah, HP mahal itu!" seru Diah setelah Farah membuka bungkusan tersebut.
      "Sini buat aku saja!"

Komentar Buku (1454)

  • avatar
    AlmirandaaDzakiyah

    500

    04/08

      0
  • avatar
    CantikMaya

    bagus

    25/07

      0
  • avatar
    BillfoldAse

    bagus

    28/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru