logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

7. Kebencian Zahrana

Zahrana terkejut melihat pemuda yang berdiri menatapnya. Pemuda yang terlihat tak acuh dengan tatapan yang datar. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Tak lama kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke tempat lain.
Zahrana masih menatapnya lekat, hingga dia memberanikan diri untuk mendekat.
"Adrian?"
Zahrana mencoba menyapanya, tetapi pemuda itu tidak mengacuhkannya seakan tidak mengenalinya.
"Adrian, apa kamu tidak mengenaliku? Ini aku, Zahrana."
Lelaki itu masih tidak memedulikannya. Bahkan, dia kemudian pergi dan menutup pintu. Pemuda itu seakan ingin menghindar darinya.
"Apa Adrian bekerja untuk lelaki itu? Jadi, selama ini dia bekerja di kota sebagai anak buahnya?" batin Zahrana. Dia terlihat kecewa karena Adrian sama sekali tidak mengacuhkannya.
Zahrana kembali ke tempat tidur dan menatap makanan yang sama sekali tidak menggugah seleranya. Dia membiarkan makanan itu dan sama sekali tidak menyentuhnya.
Sementara di luar sana, pemuda itu terlihat gelisah. Pemuda yang telah meninggalkan desa untuk merantau ke kota, nyatanya bekerja di perusahaan milik Zafran sebagai anak buahnya.
Adrian, pemuda yang memiliki ketampanan di atas rata-rata. Tubuhnya cukup kekar dengan postur yang sempurna. Sedari muda, dia sudah biasa melatih diri dalam berolahraga. Tak hanya itu, dia juga memilki keterampilan beladiri yang didapatnya dari kelompok beladiri yang ada di desa.
Pemuda itu nyatanya bukan orang asing bagi Zahrana. Mereka cukup dekat karena mereka adalah tetangga. Tepatnya, dia adalah putra dari Bu Rina yang selama ini sudah sering membantu Zahrana.
Sudah dua tahun pemuda itu merantau dan selama dua tahun itu pula dia tidak pernah pulang ke desa. Setiap bulannya, dia hanya mengirim uang kepada ibunya dengan jumlah yang cukup besar. Entah apa yang membuat pemuda itu enggan kembali ke desanya.
Adrian yang berjaga di depan pintu bersama satu orang temannya mulai terlihat resah. Dia sama sekali tidak menyangka kalau dirinya diperintah untuk menjaga seorang gadis yang ternyata dikenalnya. Bukan, bukan hanya dikenalnya, tetapi gadis yang sudah membuatmya rela meninggalkan desa demi mendapat penghasilan untuk bisa memiliki segepok uang.
Pemuda itu ternyata diam-diam memendam rasa pada Zahrana. Gadis di desanya yang sudah membuatnya jatuh cinta dalam diam. Zahrana adalah adik kelasnya dan teman sepermainannya di masa kecil. Namun, kini dia dihadapkan pada kenyataan kalau gadis yang menjadi tujuannya bekerja ke kota telah menjadi korban dari bosnya sendiri.
"Aku akan memeriksa gadis itu sebentar. Aku khawatir jika dia tidak menghabiskan makanannya. Pak Zafran pasti akan memarahi kita kalau gadis itu tidak menuruti permintaannya. Kamu tahu sendiri 'kan dengan sifat bos kita itu?" ucap Adrian pada temannya. Dia mencoba mencari cara agar bisa bertemu dengan Zahrana. Bagaimanapun, dia tidak bisa membiarkan gadis yang dicintainya menjadi target kerakusan bosnya.
"Pergilah dan pastikan dia sudah menghabiskan makanannya. Jika bos kembali dan melihat dia tidak menyentuh makanannya, maka habislah kita."
Mereka sangat hafal dengan sikap bos mereka. Zafran sangat tidak suka jika ada yang membantah perintahnya. Jika sekali berucap, maka tidak ada yang bisa membantahnya. Semua pegawai dan anak buahnya tidak ada yang berani membangkang. Jika ada yang berani membangkang atau melanggar aturannya, maka tidak segan-segan dia akan memecat dan memastikan kalau mereka tidak akan mendapatkan pekerjaan di tempat lain.
Karena itulah, Adrian mencoba untuk menemui Zahrana. Dia kemudian masuk dan segera mengunci pintu. Melihatnya datang, Zahrana lantas bangkit dan bergegas ke arahnya.
"Apa kamu baik-baik saja? Apa yang terjadi? Kenapa kamu bisa bersamanya?" Adrian meluncurkan pertanyaan bertubi-tubi. Wajahnya terlihat sedih saat melihat luka di pergelangan tangan gadis itu.
"Apa kamu berusaha untuk bunuh diri? Apa kehilangan ibumu sudah membuatmu putus asa?"
Adrian meraih tangan Zahrana sambil memperhatikan luka di pergelangan tangannya. Dia terlihat emosi dengan mata yang memerah. Sementara Zahrana hanya bisa menunduk dan menangis hingga membuat Adrian merasa bersalah.
"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud membentakmu, tetapi aku sama sekali tidak menyangka kalau kita akan bertemu dalam situasi seperti ini."
Adrian melihat makanan yang belum disentuh oleh Zahrana. Dia sangat paham dengan perasaan gadis itu
"Makanlah. Jika kamu tidak menyentuhnya, bosku pasti akan sangat marah. Jangan khawatir, aku ada di luar. Aku akan memikirkan cara agar kamu bisa keluar dari sini."
Adrian menyentuh puncak kepala Zahrana. Gadis itu masih menangis. "Jangan menangis lagi. Semuanya pasti akan baik-baik saja."
Pemuda itu kemudian pergi. Zahrana hanya menatap kepergiannya.
Zahrana lantas melakukan apa yang diperintahkan Adrian. Sambil menangis, dia berusaha mengunyah makanan yang baginya terasa hambar. Tiga sendok suapan sudah membuatnya enggan untuk menghabiskan makanan itu. Dia meletakkan sendok dengan kasar dan tidak lagi menyentuhnya.
"Kenapa? Apa kamu tidak suka dengan makanan itu?"
Zafran tiba-tiba muncul. Lelaki yang datang dengan mengenakan topi hitam itu tampak terlihat gagah, tetapi tidak bagi Zahrana yang enggan menjawab pertanyaannya atau sekadar melihat ke arahnya.
Zafran mendekati Zahrana dan dia bisa melihat sisa air mata di wajah gadis itu. Sekilas, dia tersenyum sinis sambil mengeluarkan sebungkus rokok dari dalam sakunya.
Asap rokok kembali mengepul dan sesaat suasana tampak hening. Hanya kepulan-kepulan asap yang bermain-main di udara hingga menghilang tersapu angin.
"Apa kamu pikir dengan menangis akan membuatku kasihan padamu? Apa kamu pikir air matamu itu akan meluluhkan hatiku?" Senyuman sinis kembali terukir dan kepulan asap rokok mulai mengepul, "Aku tidak akan melepasmu sebelum kamu melakukan tugasmu."
Mendengar ucapan lelaki itu, Zahrana menatapnya lekat. Dia terlihat marah dengan tangan yang mengepal. "Apa itu kebiasaanmu? Kamu bisa mendapatkan wanita yang lebih cantik dan lebih menarik di luar sana, tetapi kenapa kamu masih mengharapkan diriku yang sama sekali tidak menginginkanmu? Apa keegoisanmu sudah menutupi nuranimu sebagai manusia? Ah, aku tahu, kalian para lelaki bukanlah manusia, melainkan setan yang berwujud manusia!"
Zahrana berucap dengan kasar. Kebenciannya terhadap lelaki semakin membuatnya tidak percaya dengan makhluk itu. Yang ada dipikirannya hanya kebencian karena rasa kepercayaan telah terkikis habis sejak ayahnya berbuat kasar pada dirinya dan juga ibunya.
Ucapan Zahrana nyatanya membuat Zafran meradang. Lelaki itu kemudian bangkit dan mendekat ke arah Zahrana yang tampak ketakutan.
"Apa yang kamu lakukan? Jangan dekati aku!"
Zahrana terkejut dan berusaha menghindar saat lelaki itu mendekatinya, tetapi tubuh Zafran yang kekar dengan mudah meraih tubuh Zahrana yang kini dipaksa mendekat ke arahnya dengan serangan ciuman yang mengarah ke bibir gadis itu.
Zafran dengan sangat mudah mendaratkan ciuman secara paksa di bibir Zahrana. Gadis itu berontak dan memukul dada Zafran dengan sekuat tenaga. Bahkan, satu tamparan keras mendarat di pipi kirinya saat dia melepaskan ciumannya.
Zahrana menangis dan menyeka bibirnya dengan kasar. Ciuman secara paksa telah membuat rasa bencinya semakin membuncah pada lelaki itu. Bukan sekali dia menyeka bibirnya, tetapi berulang kali hingga membuat bibirnya memerah. Dia seakan tidak rela jika bibir dan tubuhnya disentuh, hingga membuatnya nekat menyakiti dirinya sendiri.
Zafran yang berhasil mencium bibir Zahrana tampak tersenyum puas, tetapi melihat Zahrana yang terus memukuli bibir dan mencakar tubuhnya sendiri membuatnya segera meraih kedua tangan Zahrana dan mencoba menghentikan aksinya itu.
"Gadis bodoh! Apa kamu sudah gila!" bentak Zafran sambil memegang kedua tangan Zahrana yang mulai berontak.
"Ya, aku memang bodoh dan gila! Lebih baik seperti itu daripada aku harus menjadi pemuas nafsumu. Kenapa? Apa kamu suka dengan wajahku ini? Apa kamu suka dengan tubuhku? Baik, aku akan berikan semuanya padamu!"
Zahrana menggigit bibirnya dengan kuat hingga membuat Zafran terkejut. "Apa yang kamu lakukan?"
Zafran berusaha mencegah aksi Zahrana yang berusaha melukai bibirnya sendiri, tetapi Zahrana sudah nekat dengan aksinya itu. Sudut bibirnya sudah berdarah, hingga membuat Zafran tak segan menamparnya.
"Hentikan!" Satu tamparan keras mendarat di pipi kiri Zahrana yang kini memerah. Sudut bibirnya kembali terluka hingga mengeluarkan darah.
Zafran menatap Zahrana yang kini terdiam. Wajah gadis itu memerah dan terasa panas. Tamparan yang cukup keras membuat kepalanya terasa pusing, hingga dia bersandar di sisi tempat tidur. Matanya kini terpejam dengan air mata yang perlahan jatuh.
Zafran menatap Zahrana dengan rasa bersalah. Dia melihat telapak tangannya dan mengepalnya erat. Kembali, sebatang rokok diraihnya dari dalam saku, tetapi rokok itu terlepas dari tangannya. Dia terkejut saat menyadari kalau tangannya kini gemetar hebat.

Komentar Buku (328)

  • avatar
    ranissafiyaa

    arhhhhh zafrannnnn finally habes jugak aku baca novel ni arhhh sumpah blushing ☺️🫶🏻

    28/07

      0
  • avatar
    Zalikha Zamri

    best and writting skills

    02/07

      0
  • avatar
    rabiatulnur

    bagus sekali ceritanya, sangat menarik

    30/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru