logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

4. Hampir Ternoda

Lelaki itu tak peduli dengan Zahrana yang menangis mengiba di depannya. Tangannya masih membuka kancing kemejanya satu per satu, hingga kemeja itu terlepas dari tubuhnya.
Seketika, Zahrana memejamkan mata saat melihat lelaki itu telah bertelanjang dada. Tubuh kekar dengan postur sempurna kini terpampang di depannya.
Lelaki itu hanya tersenyum sinis saat melihat Zahrana yang kini memejamkan mata seakan tak ingin melihatnya. Tak peduli dengan sikap Zahrana padanya, lelaki itu tanpa malu mulai membuka baju tidur yang dikenakan oleh Zahrana, hingga membuat gadis itu terkejut dan membuka matanya.
"Jangan! Jangan lakukan ini padaku! Aku mohon! Jangan lakukan ini padaku!"
Zahrana mengiba dan memohon untuk tidak disentuh, tetapi lelaki itu tidak peduli, hingga membuat Zahrana semakin terpojok.
"Tunggu sebentar!" Zahrana mencoba menghentikan lelaki itu. "Baiklah, aku akan menurutimu, tapi apa kamu tidak jijik padaku? Izinkan aku untuk mandi. Setelah itu, kamu boleh melakukan apa pun padaku."
Zahrana berusaha untuk mengulur waktu. Bagaimanapun caranya, dia harus bisa keluar dari tempat itu.
Mendengar ucapan Zahrana, lelaki itu lantas melihat ke sekujur tubuh gadis itu dan mulai menjauh. "Pergilah! Aku tidak suka dengan perempuan jorok." Lelaki itu kemudian bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju meja kecil.
"Lepaskan dulu ikatanku. Apa bisa aku mandi dengan kedua tangan dan kakiku yang terikat seperti ini?"
Lelaki itu terlihat kesal seraya meletakkan kembali bungkus rokok yang baru saja diambilnya.
Tubuh Zahrana yang masih tergeletak di atas tempat tidur kemudian diangkat dan dibawa ke kamar mandi yang ada di dalam ruangan itu.
Tubuh Zahrana diletakkan begitu saja di atas lantai kamar mandi. Lelaki itu kemudian membuka tali yang mengikat tangan gadis itu.
"Jangan pernah berpikir untuk mengelabuiku! Tidak ada jalan bagimu untuk menghindar dariku. Jadi, cepat selesaikan urusanmu. Setelah itu, keluar dan layani aku!"
Lelaki itu kemudian pergi setelah melemparkan selembar handuk ke arah Zahrana yang masih terduduk di lantai. Pintu kamar mandi kemudian ditutup. Zahrana lantas membuka ikatan tali di kakinya. Gadis itu kemudian bangkit dan segera mengunci pintu.
Zahrana lantas membuka keran air dan membiarkan air itu mengalir. Dia berdiri menatap wajahnya di depan cermin. Wajahnya tampak lelah dengan gurat ketakutan yang tidak bisa disembunyikan.
"Ibu, apa yang harus aku lakukan?"
Zahrana berusaha untuk tenang dan memikirkan langkah selanjutnya. Dia tidak ingin menjadi wanita penghibur. Dia tidak ingin hidupnya berakhir sebagai wanita rendahan dan menjadi pemuas nafsu lelaki di atas ranjang.
Suara ketukan pintu membuatnya terkejut. Lelaki itu rupanya sudah tidak sabar, hingga mengetuk pintu beberapa kali. Zahrana semakin ketakutan saat lelaki itu memaksa untuk membuka pintu.
"Hei, jangan pernah berpikir untuk menghindar dariku. Cepatlah, aku tidak ingin menunggu lagi!"
Zahrana memperhatikan sekitar kamar mandi dan tidak menemukan sesuatu benda yang bisa dipakainya untuk membela diri. Kini, pikirannya telah buntu. Hatinya gelisah karena tidak ada lagi jalan keluar baginya.
Zahrana membuka baju tidur yang dipakainya. Tubuhnya yang polos kini berdiri di bawah guyuran air shower yang perlahan membasahi sekujur tubuhnya. Setidaknya, guyuran air dingin dapat membuka otaknya yang buntu. "Ayolah, Zahra! Pikirkan sesuatu."
Walau sudah mencoba untuk berpikir, tetapi dia tidak menemukan cara untuk bisa lolos dari tempat itu. Gadis itu kini telah pasrah. Namun, dia tidak akan pernah membiarkan tubuhnya disentuh oleh lelaki mana pun. Lebih baik dia kehilangan nyawanya daripada harus merasakan penghinaan yang menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang wanita.
Zahrana melilitkan handuk ke tubuhnya. Tubuh yang semampai dengan kulit putih akan dengan sangat mudah mengundang mata lelaki untuk menikmatinya. Wajahnya yang cantik sudah terlihat bersih. Rambut panjang sepunggung kini terurai basah.
Dengan langkah gemetar, Zahrana membuka pintu kamar mandi, hingga membuat lelaki yang sedari tadi menunggu di depan pintu menoleh ke arahnya.
Seketika, dia terkejut saat melihat Zahrana yang sangat berbeda. Wajah gadis itu tampak putih dan bersih. Tubuhnya langsing dengan kulit putih yang dibalut handuk dari dada hingga ke lutut.
"Wah, rupanya mereka tidak salah membawakanku wanita. Baiklah, aku rasa kita bisa memulai permainan kita," ucapnya sambil berjalan mendekat ke arah Zahrana. Lelaki itu mencoba merangkulnya, tetapi gadis itu mengelak, hingga membuatnya tersenyum lepas.
Zahrana melangkah mengikuti lelaki yang kini berjalan di depannya. Tubuhnya gemetar saat lelaki itu menuntunnya duduk di sisi ranjang.
Kedua tangannya memegang erat handuk yang tak ingin dilepaskan. Rasanya, dia tidak sanggup melakukan perbuatan dosa yang akan menyiksa hidup dan matinya.
"Apa kamu sanggup melakukan perbuatan dosa dan hina seperti ini? Apa kamu tidak merasa bersalah pada wanita yang telah kamu nodai?" Zahrana berucap tanpa menatap lelaki itu. Lelaki yang kini menatapnya dengan tatapan sinis dan penuh dendam.
"Untuk apa aku harus merasa bersalah pada wanita seperti kalian? Bukankah, kalian memang terlahir hanya untuk menjadi budak pemuas nafsu kaum lelaki?"
Mendengar jawaban lelaki itu, Zahrana lantas menatapnya. "Apa selamanya kamu akan hidup seperti ini? Aku lihat, kamu cukup tampan. Penampilanmu menunjukkan kalau kamu bukan orang sembarangan. Jika hanya untuk memuaskan nafsu, kamu bisa mendapatkannya dari wanita yang kelak akan menjadi istrimu. Bukankah, itu lebih baik daripada harus bergelimang dosa?"
Lelaki itu tertawa mendengar penuturan Zahrana. Dia kemudian duduk di depan gadis itu. Zahrana terkejut saat tangan lelaki itu mengangkat wajahnya dan menatapnya dalam-dalam.
"Istri katamu? Ah, diamlah kalau kamu tidak tahu apa-apa!" Tangannya mengempas wajah Zahrana dan mendorong tubuh gadis itu hingga terlentang di atas tempat tidur.
"Kalian para wanita semuanya sama saja. Kalian tidak pantas untuk mendapatkan cinta dan kasih sayang. Kalian hanya makhluk lemah yang menggunakan kelemahan untuk mendapatkan keegoisan kalian!"
Kini, matanya liar menatap ke arah Zahrana yang berusaha untuk bangun dan menutupi tubuhnya dengan handuk yang sempat terlepas.
Tidak tinggal diam, lelaki itu dengan mata liarnya berjalan mendekati Zahrana dan melempar botol minumannya di atas tempat tidur. Dengan beringas, tubuh gadis itu diraihnya dan didorongnya hingga kembali terlentang. Dengan gagahnya, dia mulai menggerayangi tubuh Zahrana yang berusaha berontak. Zahrana menangis meratapi dirinya yang akan ternoda.
Lelaki itu seakan tidak peduli dengan tangisan dan air mata gadis yang akan dinodainya itu. Walau sesungguhnya, di dalam hatinya perasaan marah bergejolak mengutuki diri sendiri atas perbuatan bejat yang akan dia lakukan. Perbuatan yang didasari atas kebencian karena pengkhianatan cinta.
Zahrana masih berusaha mengelak, hingga dia melihat botol minuman yang tergeletak tak jauh darinya. Tak peduli dengan lelaki yang kini terlena menyentuh tubuhnya.
Zahrana mencoba meraih botol yang kini semakin mendekat ke arahnya, hingga tangannya berhasil meraih botol itu. Dengan sekuat tenaga dia menghantamnya ke kepala lelaki itu.
Zahrana terkejut saat lelaki itu bangkit sambil memegang kepalanya yang mengeluarkan darah. Melihat darah di kepala lelaki itu, Zahrana gemetar karena mengingat ibunya.
Zahrana bangkit sambil menutupi tubuhnya dengan selembar selimut yang diraihnya dari atas tempat tidur. Di saat lelaki itu masih fokus dengan kepalanya, Zahrana berlari menuju pintu, tetapi sayang pintu itu telah terkunci.
"Aku mohon, maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyakitimu. Aku tidak ingin kamu melakukan hal itu padaku. Aku mohon, lepaskan aku!" Zahrana memohon di depan lelaki itu. Walau dia sadar, dia hampir saja membunuhnya.
Lelaki itu kemudian berjalan mendekatinya dan melayangkan senyum sinis ke arahnya.
"Apa kamu pikir aku akan melepaskanmu setelah apa yang sudah kamu lakukan padaku? Kalau aku terbunuh di tempat ini, maka kamu akan dituduh sebagai pembunuh, tetapi sebelum itu terjadi aku pastikan kamu sudah menjadi milikku."
Lelaki itu berjalan semakin dekat ke arah Zahrana, tetapi gadis itu berusaha menghindar. Dia berusaha menjauh.
Zahrana kini tersudut. Namun, pandangannya tertuju pada pecahan botol di atas lantai. Tanpa berpikir panjang, Zahrana lantas mengambil pecahan botol itu.
"Baiklah jika itu maumu. Kamu boleh melakukannya, tetapi setelah aku menjadi mayat. Jika aku mati di sini, itu lebih baik bagiku daripada kehormatanku harus aku serahkan pada lelaki bejat sepertimu. Kalian para lelaki hanya bisa berbuat kasar. Kalian tega memukuli dan menyakiti hanya karena keegoisan kalian. Sudah cukup aku melihat ibuku mati karena keserakahan laki-laki seperti kalian!"
Tanpa takut sedikit pun, Zahrana lantas menggoreskan pecahan botol itu di pergelangan tangannya. Darah segar seketika mengalir dari pergelangan tangan gadis itu.
Melihat kenekatan gadis di depannya, lelaki itu terkejut hingga membuatnya berlari menghampiri Zahrana yang perlahan ambruk di atas lantai. Pergelangan tangan Zahrana mengeluarkan darah yang cukup banyak. Wajah gadis itu tampak memucat.
"Gadis bodoh! Apa dia harus berbuat hal senekat ini?" Lelaki itu menutupi pergelangan tangan Zahrana dengan sapu tangan miliknya. Zahrana lantas diangkat dan dibawa keluar dari ruangan itu.
"Cepat siapkan mobil! Kita harus membawanya ke rumah sakit!" serunya pada sopir pribadinya.
"Baik, Tuan!"

Komentar Buku (328)

  • avatar
    ranissafiyaa

    arhhhhh zafrannnnn finally habes jugak aku baca novel ni arhhh sumpah blushing ☺️🫶🏻

    28/07

      0
  • avatar
    Zalikha Zamri

    best and writting skills

    02/07

      0
  • avatar
    rabiatulnur

    bagus sekali ceritanya, sangat menarik

    30/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru