logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4 Mencarimu

Sudah hampir seminggu lebih Arsen harus bolak - balik rumah sakit untuk menemani Anna.
Belakangan ini hati dan pikiran Arsen sering dibuat risau dan bimbang. Setelah melihat kejadian yang kurang mengenakan membuat Arsen masih terbayang - bayang wajah sendu milik Shea. Apalagi Shea tidak mau menatap ke wajahnya langsung.
"Sial! Kenapa harus mikirin dia terus, sih!" decak Arsen kesal mencengkram kuat rambut hitamnya frustasi.
Tepukan di bahu kekar milik Arsen membuat pemuda itu terkejut bukan main. Arsen mendengus sebal melihat pelaku yang menepuk bahunya.
"Kalem, Bang. Enggak usah pakai ngagetin segala," desis Arsen menatap sinis Rayhan yang kini duduk di depan hadapannya.
Rayhan menyisir rambutnya menggunakan jari - jari tangannya. "Gue sudah kalem dari dulu. Lo sendiri yang melamun kayak orang lagi putus cinta," ledek Rayhan yang tersenyum mengejek kepada Arsen.
Tatapan Arsen semakin sinis menatap Rayhan. "Serius, lo sudah kalem dari dulu?" Sebelah alis Arsen terangkat bertanda sedang mengejek ucapan dari Rayhan.
"Emang ya lo enggak pernah belajar dari kesalahan yang lo perbuat di masa lalu," ucap Arsen sangat pedas mengingatkan kenangan kelam kepada Rayhan.
Rahang tegas Rayhan mengeras seketika dan juga gigi - giginya saling bergesekan menahan geraman amarah.
"Gue sudah berbaik hati buat saling terbuka sama lo. Tapi kenyataannya lo sendiri yang menutup akses jalannya." Rayhan menjeda ucapannya untuk menarik napas dan kemudian mengeluarkannya.
"Lo harus sadar, Sen! Waktu tetap berjalan, jangan sampai lo masih jatuh dalam kubangan kotor yang sama!" sentak Rayhan yang emosinya tersulut atas ledekan yang diberikan dari Arsen kepada Rayhan.
"Gue sangat tahu, Bang. Padahal lo sendiri yang enggak sadar diri kalau lo masih terkekang dengan semua kenangan kelam waktu itu. Cuma manusia otaknya binatang yang enggak punya rasa penyesalan sedikit pun," balas Arsen tidak mau kalah untuk menyalurkan emosinya.
Hati Rayhan seketika terketuk mendengar ucapan dari Arsen. Kepalanya seketika menunduk meresapi ucapan Arsen.
"Gue tahu Bang kalau lo masih enggak ikhlas dia pergi selamanya dari kehidupan kita. Bukan hanya lo saja yang merasa, tapi gue juga Bang!" seru Arsen dengan suara yang terdengar bergetar.
"Please, jangan omongin dia. Topik ini terlalu sensitif untuk perasaan kita berdua," mohon Rayhan dengan kedua bahu bergetar menahan isak tangisnya.
Bibir Arsen pun semakin bungkam dan terkunci rapat. Tidak mampu membalas permohonan dari Rayhan.
Kenyataannya, kehilangan itu memang mudah untuk dilupakan. Tetapi kenangan yang ada di dalamnya sudah tersimpan secara permanen.
Di balik pintu ruangan rawat inap yang terbuka sedikit. Ada seorang gadis yang mendengarkan dari awal hingga akhir perdebatan di antara Arsen bersama Rayhan.
"Semua ini salah aku," lirih gadis itu yang sambil mencengkeram kuat - kuat dadanya.
Kemudian gadis itu menutup pelan pintu ruangan rawat inapnya. Kembali terbaring di ranjang pesakitan seraya meresapi rasa sakit yang datang menyerbu secara bertubi - tubi dalam hatinya.
"Harusnya aku yang dipanggil sama Tuhan. Bukan dia yang menyerah dalam kepasrahan. Aku sangat menyesal sekali," bisik gadis itu pelan dengan pandangan kosong, tetapi air mata tetap mengalir.
***
Berulang kali Arsen mencari - cari ke sekitar area kantin sekolahnya hanya demi menemukan sosok Shea yang sangat mengganggu pikirannya.
"Lo cari siapa, sih? Dari tadi gue perhatiin tuh mata diputar - putar terus. Gue takutnya nanti mata lo juling," celetuk Bisma yang menepuk lengan Arsen kencang.
Arsen mendesis tidak suka seperti ular yang menangkap mangsanya. "Lo diam saja, deh. Gue enggak butuh bacotan lo!" geram Arsen menatap sengit ke arah Bisma.
Sedangkan Banyu yang berada lumayan jauh dari meja Arsen dan Bisma hanya mampu menggeleng. Baru saja Banyu membalikkan tubuhnya dengan tangan membawa sepiring siomay dan es teh. Kini, makanan dan minuman Banyu telah raib berpindah ke seragam seorang gadis.
Prang ...!
Semua pasang mata kini terfokus pada sosok gadis yang terjatuh dengan pecahan beling yang berserakan di sekitarnya.
Raut wajah Banyu seketika berubah tidak enak. Apalagi pandangan matanya sangat tajam bagaikan seekor elang yang ingin memangsa lawannya.
"Ma-af, Kak," ucap gadis itu terbata seraya meraba lantai di sekitarnya hingga menyebabkan telapak tangannya berdarah.
Entah kesialan apa yang membuat pandangan gadis itu menjadi buram. Seakan melupakan kebiasaannya selalu membawa tongkat jalan membuat gadis itu reflek memejamkan matanya.
"Lo cari apa?" tanya Banyu dengan nada yang sangat terkesan dingin.
Banyu menurunkan badannya hingga berjongkok di hadapan gadis itu. Lalu, tangan Banyu mencengkram kuat - kuat bahu kanan gadis itu hingga terdengar suara ringisan kesakitan dari bibir kecil milik gadis itu.
"Mata lo enggak jatuh, kan?" tanya Banyu lagi sekaligus menyindir gadis itu habis - habisan.
Gadis yang bernasib malang itu bernama Shea. Menggelengkan kepalanya ketakutan dengan kedua mata terpejam.
"Sekali lagi maaf, Kak," ucap Shea yang terdengar seperti bisikan di telinga Banyu.
"Gue yakin mata lo jatuh ke lantai," sindir Banyu semakin sinis sambil mencengkram dagu Shea hingga kepala Shea mendongak.
"Ampun Kak. Aku beneran enggak sengaja nabrak Kakak," mohon Shea yang semakin erat memejamkan matanya.
"Gue akan tolak permintaan maaf lo terus menerus sebelum lo buka mata lo dan tatap mata gue secara langsung," ancam Banyu dengan penuh peringatan.
Mau tidak mau Shea harus melakukan apa yang diperintahkan dari Banyu. Dengan rasa takut - takut Shea membuka matanya secara perlahan - lahan.
Deg!
Mata Banyu berkedip berulang kali saat menatap manik hitam legam berkilau milik Shea. Jantungnya berdesir mengingat sosok yang hilang dalam kehidupannya, tetapi kenangannya tersimpan apik di dalam hatinya.
"Andrhea!" panggil Banyu dengan wajah berbinar antusias.
Kening Shea mengerut mendengar nama yang dipanggil oleh Banyu. "Saya Shea, Kak. Bukan Andrhea," ucap Shea yang meralat panggilan nama dari Banyu.
Lidah Banyu mendadak kaku. Pupil matanya terasa panas seperti terbakar. Karena tidak kuat menatap lama - lama wajah yang ada di depannya membuat Banyu memalingkan wajahnya ke samping.
"Shea?" tanya Arsen memastikan sosok gadis yang ditabrak oleh Banyu.
Mendengar nada Arsen yang sangat bersahabat membuat Banyu menatap Arsen penuh selidik.
"Lo kenal sama bocah ini?" tanya Banyu yang kembali ketus lagi.
"Tangan kamu berdarah. Biar aku yang antar kamu ke UKS, ya," ucap Arsen lembut menghiraukan pertanyaan dari Banyu.
"Terima kasih, Kak," balas Shea yang tersipu malu.
Arsen meninggalkan area kantin bersama Shea yang dituntun oleh Arsen. Semuanya tidak lepas dari pandangan seorang Banyu.
"Enggak mungkin kalau lo kembali lagi, Rhea," gumam Banyu di dalam hatinya.
***
Halo para pembaca Please, Look At Me. Terima kasih sudah membaca bab terbaru dari Please, Look At Me.
Kira-kira Arsen tahu enggak ya kalau Shea sudah bisa melihat?
Apakah Banyu akan menyelidiki secara sembunyi-sembunyi tentang Shea?

Komentar Buku (298)

  • avatar
    KhotimahNurul

    aku sangat suka dengan cerita ini

    4d

      0
  • avatar
    Pred

    kata kata ini menarik

    8d

      0
  • avatar
    bagos123toif

    bagus

    19d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru