Tag(s):
• Kecantikan
• Drama
• Heteroseksual

Salwa tinggal bersama mertua karena Lutfan, suaminya adalah anak tunggal. Ibu mertuanya selalu mengomentari dan ikut campur dalam rumah tangganya. Ada wanita dihadirkan dalam rumah sebagai pembantu oleh ibu mertua. Namun banyak hal aneh di antara ke duanya. Sebenarnya apa yang ibu mertua Salwa rencanakan?

Pembaharuan Terakhir

Pilihan Editor

Komodo Hijrah

Gemintang bestari

Yang bertanggung jawab dalam Senyum dan Tangisku

Zar'z Al Farabhy

Teddy bear Boyfriend

R

Wedding on paper

Alna Selviata

Single Mother

Xiao Mei Lin

Forced Marriage

Siti Zenab

Rekomendasi

Pengawal Hati

cloverqua

Perawan Muda

Pineaple

Pewaris Tampan

lee Dongyuk

BAHAGIA SETELAH DIBUANG

Su Yenni

Fur Elise

Patricia Anggi

ALEENA

Aizaaf_

BENALU

Anggrek Bulan

Mission Very Very Impossible

Gaveshatara

Serpihan hati seorang Madu

verayanti

School and Love

Arunika Key

Komentar Buku (428)Tinggalkan komentar Anda pada Aplikasi

• 
  JonuinLydia

  bagus ceritanya..

  01/08

    0
• FarishaNursyazani

  Romance

  19/07

    0
• 
  Devi Sah

  apapun solusinya lebih baik pisah rmh dengan mertua, karena itulah penyebab kehancuran rmh tangga

  16/06

    0
• 
  FauziahJihan

  bagussss

  14/05

    0
• 
  AliminMay

  bagus cerita nya

  13/05

    0
• 
  tiantisulis

  bagusss sekalii

  08/05

    0
• 
  Cika Cici

  baca

  02/05

    0
• 
  Jagoan31Kamey

  bagusss sekaliiiii lancar yaaa mantap

  01/05

    0
• 
  RahmadhaniIndri

  baguss

  30/04

    0
• 
  FauziRIZQI

  1000

  30/04

    0

• Total: 55

• Part 1

  Dalam sebuah pernikahan hal utama yang diminta adalah sebuah kebahagiaan.
  Namun apalah daya, jika seb

• Part 2

  Masakan sudah siap dihidangkan. Jam baru saja menunjukan pukul enam pagi. Kami sudah duduk rapi di k

• Part 3

  “Iya Bu, tapi bukan begitu juga caranya. Kasihan Salwa, dia benar-benar nggak suka, Bu. Yang penting

• Part 4

  “Mas, kenapa hari ini toko sepi banget nggak kayak biasanya ya?” tanyaku, kami sudah ada di depan ru

• Part 5

  Aku mengernyitkan kening mendengar pertanyaan ibu seperti itu.
  “Wa, kamu masih minum pilnya ‘kan?” Ke

• Part 6

  “Oh ibu, ya benar ini rumah beliau. Anda siapa ya? Ada urusan apa datang kemari?” tanyaku, mencarita

• Part 7

  “Udah, Mas?” tanyaku ketus.
  “Ih! Kok jutek gitu sih, Dek?”
  “Nggak kok.”
  Mataku masih tak melihat mata m

• Part 8

  “Mas, kira-kira Eliza udah tidur belum ya?” tanyaku saat di dalam mobil.
  “Hmmm, mana aku tau, Dek. Da

• Part 9

  Saat aku berdiri melihat ke arah mobil yang sedang dicuci, di sana ada mas Lutfan yang masih belum m

• Part 10

  “Liza nggak bisa pakai mesin cuci?” tanya mas Lutfan heran.
  “Eh itu Mas, soalnya mesin cucinya beda s

• Part 11

  “Ibu bisikin apa ke kamu, Za?” tanya mas Lutfan, kami sudah jalan menuju pasar swalayan terdekat.
  “Em

• Part 12

  “Ada apa sih, Mas?”
  Nadaku sedikit ketus. Tentu saja, karena aku ke sini—ke dalam kamar, jadi tidak b

• Part 13

  “Mas, jangan marah dong. Mungkin maksud ibu baik, Mas.”
  Aku duduk menghampirinya setelah menyelesaika

• Part 14

  POV Lutfan
  “Fan, Eliza cantik ‘kan?” tanya ibu tiba-tiba.
  Beliau tersenyum bangga. Untuk apa ibu berta

• Part 15

  “Gimana Wa?” Bapak mertua kembali mempertanyakan pencarianku.
  Sebenarnya aku sudah menemukan peci itu

• Part 16

  POV Lutfan
  “Fan!”
  Ibu memanggilku dari depan pintu rumah. Aku baru saja selesai video call dengan Salw

• Part 17

  “Mas, udah pulang?”
  Aku bangkit dari rebahan santai dan memenuhi panggilan mas Lutfan. Dia pun berjal

• Part 18

  Setelah sholat maghrib, kami bersiap untuk makan malam bersama. Ya … jam waktu makan setiap harinya

• Part 19

  “Dek, kenapa ibu makin ke sini makin nyebelin ya? Atau memang dari dulu begitu? Baru akhir-akhir ini

• Part 20

  Seketika aku bangun dari tempat tidur. Tadinya malas-malasan, kini terpaksa harus bangun mencari mas

• Part 21

  “Udah mateng belum, Dek? Tumben nih, aku udah kerasa lapar.”
  Mas Lutfan datang menghampiriku. Jam di

• Part 22

  “Dek, soal pertanyaan yang ibu tanyakan tadi sama kamu, dijawab apa, Dek?” tanya mas Lutfan, dia tib

• Part 23

  [Fan, nanti malam kamu minum obat kuat ya? Kalian harus sering berhubungan. Ibu ingin cepat punya cu

• Part 24

  “Dek, apa aku harus meminumnya?” tanya mas Lutfan.
  Aku meletakkan nampan itu di atas nakas. Susu di d

• Part 25

  POV Ibu Mertua
  ****
  “Lutfan sama Salwa kenapa, Bu? Kok pagi-pagi sudah pada ribut?” tanya bapak.
  Setela

• Part 26

  “Dek, maafkan aku ya? Aku sama sekali nggak bisa mengingatnya. Kamu jangan marah ya sama aku. Kalau

• Part 27

  Tanggal lima adalah tanggal kedatangan tamu bulananku selanjutnya. Namun, tanggal itu sudah lewat se

• Part 28

  Matahari sudah bersembunyi diperaduan. Hari semakin gelap dan sunyi. Kami pun sudah pulang kembali k

• Part 29

  POV Ibu Mertua
  ****
  ‘Biar saja Lutfan mengembalikan dompet ini. Toh, ini sudah tak seampuh dulu. Sekar

• Part 30

  POV Eliza
  ****
  “Huuuft! Untung saja mbak Salwa percaya dengan semua ucapanku. Kalau nggak, gawat bange

• Part 31

  POV Eliza
  ****
  Kini tinggal kami berdua yang berada di dalam kamar. Benar sih kata bu Yuni. Mas Lutfan

• Part 32

  Kring, kring, kring ….
  Bunyi alarm terdengar sangat nyaring. Ternyata secepat ini matahari sudah akan

• Part 33

  Sekitar pukul enam kurang sepuluh menit aku baru keluar dari kamar. Mas Lutfan selalu mencegahku saa

• Part 34

  Ada jeda keheningan yang terjadi, tapi tak lama mereka tersenyum bahagia.
  “Salwa hamil, Fan? Benar it

• Part 35

  Mobil sudah rapi terpakir di halaman toko. Ya, lumayan luas karena memang digunakan untuk tempat par

• Part 36

  “Kamu nggak pakai peniti dan gunting lipat yang Ibu berikan tadi pagi, Wa?”
  Akhirnya pertanyaan kelua

• Part 37

  POV Ibu Mertua
  ****
  Setelah Lutfan dan Salwa pergi. Segera kuhampiri Eliza yang masih muntah di dalam

• Part 38

  “Benar-benar ya, Mas? Kita setiap hari harus bersandiwara seperti ini. Setiap hari harus berbohong.

• Part 39

  POV Eliza
  ****
  Kebetulan ada bu Yuni di dapur. Selama sebulan ini aku benar-benar merasa sangat rindu

• Part 40

  “Dek, temanku akhirnya ada yang mau membantu kita untuk menyelidiki kasus tanah kuburan.”
  “Beneran Ma

• Part 41

  POV Lutfan
  ****
  “Fan, jalannya pelan-pelan ya? Takut Eliza kenapa-kenapa.”
  Aku mengernyitkan kening saa

• Part 42

  POV Ibu Mertua
  ****
  Tanganku membimbing Eliza pergi menuju ke rumah bu Susi. Aku merasa khawatir jika

• Part 43

  “Sudah hampir jam sebelas, mas Lutfan belum pulang juga? Katanya hanya antar saja. Kok lama ya?”
  Aku

• Part 44

  Drrrtt, drrtt, drrrttt ….
  Gawai mas Lutfan terus bergetar, tumben tidak ada nada deringnya. Mungkin s

• Part 45

  Saat kemarin terjadi uang lebih, kami langsung mengitung ulang bersama karyawan sebelum membuka toko

• Part 46

  POV Afif
  ****
  “Mar, kamu bawa gawai canggih ‘kan?” tanyaku sambil terus mengawasi.
  Aku bersama Damar—di

• Part 47

  POV Afif
  ****
  “Mar, buruan. Ntar malah orangnya jadi curiga.”
  “Iya, ini mau turun.”
  Dengan sangat berhat

• Part 48

  Seperti pagi-pagi biasanya, aku akan bangun lebih dulu. Mas Lutfan tak akan mau bangun meski alarm b

• Part 49

  Waktu bergulir begitu cepat. Toko kami masih laris seperti biasa. Ya, tentunya bertambah banyak oran

• Part 50

  POV Afif
  ****
  “Bagus kamu bisa ikut sama kami, Har. Kita tunggu beberapa saat lagi, pasti orang itu ak

• Part 51

  POV Afif
  ****
  Mobilku mulai memasuki halaman rumah bu Susi yang memang cukup luas. Damar yang dari tad

• Part 52

  Aku berjalan menyusuri setiap ruangan. Mataku fokus mencari keberadaan mas Lutfan.
  “Dimana dia? Seben

• Part 53

  Tok, tok, tok!
  Kencang mas Lutfan mengetuk pintu kamar ibu mertua. Wajahnya benar terlihat sangat mar

• Part 54

  Cklek!
  Mas Lutfan membuka pintu.
  “Ayo, kalian langsung saja masuk ke rumah.”
  “Iya Fan, kami bermaksud d

• Part 55

  “Dek, Zidan belum bangun?”
  Pertanyaan yang wajib bagi mas Lutfan saat pagi hari. Setelah menyelesaika