logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Part 7 (Adzab)

Aku semakin penasaran.
Dia berlalu ke ruang belakang.
Suara berisik terdengar dari keberadaan Wulan di sana.
"Mau buat apa? Wulan?" tanyaku usai dia keluar dari peraduannya.
Aku terheran dengan dia yang menggenggam gunting rumput jumbo, milik pak Joko, tukang kebun sekaligus merangkap sopir keluarga ini.
"Diam, saja. Kamu, Mbak. Biar aku kasih dia pelajaran!" sungut dia marah-marah. Berjalan cepat. Berlalu dari kami.
'Mau ke mana dia?' batinku sangat penasaran.
****
"Fa. Ayok ikutin Wulan. Cepetan," rengek Mertua menggoyang-goyangkan bahuku. Kencang.
"Ok. Ayo! Mbok sekalian," ajakku pada Mbok Sumi.
"Kok Mbok ikutan, sih. Babu ya babu aja. Kenapa selalu ngintil majikan,"
Istigfar, deh.
Saat genting begini, masih ngajak berantem. Wah, dasar benalu tak tahu malu. Urat malunya udah putus, mungkin.
"Mau ikut nggak?kalau nggak mau, ya udah. Biar kita tinggalin, aja Mbok. Mertuaku tersanjung ini!" sindirku tajam.
Mbok hanya melemparkan senyum kecut ke ustdzah mertua.
***********
"Wulan. Ayo pulang. Jangan malu-maluin di kantor Ardi. Ingat! Ardi itu manajer. Bisa malu dia, pulang yok!" ajak Ibu saat berhasil menemukan Wulan yang masih kesetanan. Di depan kantor. Yang berarti kantorku juga.
Ibu memegang tangan Wulan. Erat.
Aku sama Mbok Sumi. Menatap santai. Slow kayak di pantai. Sejujurnya, aku sama sekali tak tahu menahu, perihal foto itu.
Aku hanya menyuruh Mbok Sumi, meletakkan anting-anting di bantal Mas Ardi. Tujuanku, jelas. Membuat Wulan cemburu lalu antara Mas ardi, ibu, dan Wulan terjadi perang dan pasti, terjadilah perpecahan. Menarik.
Apalagi jika terjadi perang dunia kedua. Wussh ... seru banget. Pasti.
Kali ini, aku benar-benar tak tahu menahu. Foto apa itu? Mengapa Wulan bisa semarah ini? benar-benar terlalu melesat, melampaui ekspektasi.
Tapi, jujur. Aku suka gayamu, Wulan. Tipe-tipe pemarah. Gampang sekali, kalau di sulut api kemarahanmu.
"Lepasin, Nenek peyot!" tolak Wulan kasar. Menghempaskan tangan mertuanya, dengan sekena.
Aku gedek melihat Wulan. Ternyata, jika marah. Sangat menyeramkan. Aku yakin, mbak kunti, kalah seram sama mbak kuntil Wulan.
"Mas Ardi. Dimana kamu! sini. Kupotong-potong sostelmu," teriak Wulan membuat diriku bergidik ngeri. Ya ampun Wulan.
Beberapa karyawan yang lewat melihatku, menunduk, dan menyapa.
Namun, jika pandangannya teralih ke Wulan. Aku nggak tau. Apa yang ada di benak mereka. Mungkin, pikirku. Mereka mengira Wulan orang gila yang kabur dari RSJ. Ngeri.
"Woi ... Mana bosmu. Ardi. Jawab!" tanya Wulan ke resepsionis kantor, Sari namanya. Aku mengenal dia, karena sudah lama bekerja di perusahaanku.
"Di Kafe sebelah Bu. Nggak di kantor,' jawab Sari, dengan wajah pucat pasi.
"Pulang!" cegah Ibu. Lagi. Pada Wulan.
Namun, yang di cegah, malah nggloyor, tak perduli dengan ocehan mertuanya. Semangatnya ke Kafe sebelah kantor, sangat menyala.
Gunting rumput. Masih wulan, genggam erat. Seerat benalu yang menempel pada anggrekku.
'Seperti nonton layar lebar saja,' batin hatiku.
"Sebenarnya, foto apaan ,sih, Non?" tanya Mbok Sumi.
"Nggak tahu Mbok,"
"Non, nggak ikut ngelabrak Tuan?"
"Lihat situasinya dulu, sepertinya," jawabku lagi. Untuk pertanyaan ke dua.
*******
"Bagus ... Di sini enak-enakan pacaran. Sedangkan aku di rumah udah kayak jongos. Bre***ek kamu, Mas," sungut Wulan tajam.
Usai melihat keberadaan Mas Ardi. Di pojok Kafe, bersama seorang wanita muda dan cantik. Cara berpakainnya fashionable dan apik. Aku yakin, dia bukan orang sembarangan. Semua yang dia pakai terlihat branded dan berkelas.
Siapa dia? Selingkuhan Mas Ardi? Apa Mas Ardi nggak puas, punya dua istri?
"Hai, kamu wanita Su**al! teriak Wulan. Lagi. Menunjuk-nunjuk wanita seksi, di samping Mas Ardi, dengan Gunting yang sedari tadi Wulan bawa.
Namun, yang diteriaki su**al hanya malah tersenyum mengejek. Meremehkan keberadaan Wulan.
Semua mata tertuju pada Wulan. dengan tatapan penuh tanya. Keheranan. Sementara, yang dilihati acuh terhadap mereka. Wajah ibu mendadak pucat pasi. Sudah habis, akalnya mengehentikan Wulan. Kira diriku.
"Wulan. Sudah, ayo pulang! jangan bikin malu, kamu!" ajak Mas Ardi lirih.Namun, aku masih bisa menangkap pembicaraannya. Aku mendekat. Penasaran dengan situasi ini.
Mas Ardi mencengkram lengan Wulan. Terlihat, Wulan mengaduh kesakitan.
"Aduh Mas. Sakit. Lepasin, nggak!"
"Ini ... nggak seperti yang kamu kira. Ayo pulang!"
"Sudah Ibu suruh pulang. Di. Istri bagongmu ini. Ngotot aja. Dia nggak tau, semua demi kebaikannya. Ngeyel mau kesini!"
"Apa ibu bilang? istri bagong. Yang ada Ibu, tuh, yang bagong. Anaknya selingkuh malah di bela-belain. Kurang apa aku sama kamu, Bu. Bisa-bisanya Ibu seolah-seolah bela Mas Ardi selingkuh dengan wanita jadi-jadian, ini,"
"Aku nggak selingkuh Wulan. Kamu jadi istri jangan bikin malu suami. Apa kamu nggak takut adzab Allah," pekik Mas Ardi tertahan.
"Apa? nggak takut adzab. Yang ada. Kamu yang ditanya. Takut nggak, sama adzab Allah. Noh, lihat ..." Cerocos Wulan marah-marah, sambil melemparkan lembaran-lembaran foto di meja. Depan wanita seksi itu.
Mataku menyipit. Aku tak percaya, Mas Ardi bisa berbuat serendah itu. Bahkan sangat-sangat rendah. Tiba-tiba hatiku bergemuruh kencang. Lututku lemas melihat, foto yang barusan Wulan lempar.
"Apa ini tidak termasuk hal yang kena adzab. Kamu tanya pe***curmu, Itu. Dosa, nggak. Dasar lelaki buaya. Sini, ku potong "sostelmu", itu," sungut Wulan berapi-api.
Mendadak aku juga terbawa emosi. Bukan karena cemburu. Sangat bukan. Melainkan, harga diriku sebagai wanita sangat ternoda.
Bagai dibuang, jadi makanan buaya. Foto-foto mesum antara Mas Ardi dengan wanita di sampingnya. Saling cium, saling peluk-pelukan di atas ranjang.
Naudzubillahnya, tubuh mereka hanya terhalang selimut tebal yang menutup sampai dada atas.
Astagfirrulloh. Mas Ardi.
Bahkan membuat aku malu, bila aku adalah istrinya.
Kemarin, Mas Ardi mengatakan ingin menuntunku ke surga. Apa ini caramu, menuntun?
Kau lelaki yang ngakunya alim. Bisa nuntun istri ke surga. Selalu menuntutku menjadi istri penurut. Sholikhah.
Tapi, kelakuanmu tak ubahnya seperti hewan. Berpindah-pindah, sesuka hati. Menerobos semua jalur, tanpa perduli halal dan haramnya.
'Dasar buaya bagong. Nggak ada syukur-syukurnya.Udah punya dua istri. Masih, mau nambah cabang buat sostelnya berdiri. Pantasnya kamu di blender aja, Mas' sungutku.bergemuruh. Tajam di dalam hati
"Jawab! Sok kecakepan lo, kalau diam kayak gitu. Ngaca! muka lo aja ngepas press banget. Pakai acara sok kecakepan. Cantikan si Meng, kucing mbak Safa. Wajah, lo udah kayak hewan yang suka ngepet," hardik Wulan keras, pada sosok yang sama dengan foto tersebut.
Brakk!!
Suara wanita seksi di samping Mas Ardi. Menggebrak meja, dengan kerasnya
"Eh ... monyet betina. Jaga, ucapanmu, ya!" sungutnya tajam.
Kan, makin seru.
********
Setelahnya, apa yang bakal terjadi, ya.
Nantikan kisah selanjutnya, dan jangan lupa tinggalkan jejak NEXT..
See you ...
Semoga kesehatan selalu tercurahkan kepada kita semua

Bình Luận Sách (226)

  • avatar
    WawanfoldWawanfold

    kerja bagus

    8d

      0
  • avatar
    AzkaZakaria

    kasian

    11d

      0
  • avatar
    LegendKamil

    bagus

    27d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất