logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 7 Kenapa Rizki?

Karma Dibayar Kontan
Part 7
***
Malam harinya, aku terbangun saat samar-samar mendengar suara orang menangis. Perlahan aku membuka mata, lalu melihat ke arah jarum jam yang menempel di dinding kamar tidurku. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul setengah dua belas malam. Pandanganku lalu menuju ke arah kanan, tempat dimana Satria tidur. Bocah kecil itu tampak masih tertidur dengan sangat pulasnya di pojok ranjang sembari memeluk guling.
Aku lalu menajamkan telinga, untuk bisa mendengar dengan lebih jelas lagi, siapa gerangan yang menangis di tengah malam seperti ini? Atau aku hanya salah dengar? Ternyata suara tersebut adalah suara tangisan Rizki, datangnya dari arah kamar tidur Meli. Sekali lagi aku menajamkan pendengaran, untuk memastikan apakah benar yang aku dengar itu memang suara tangisan Rizki?
[Kenapa Rizki nangis tengah malam gini? Nggak biasanya dia bangun tengah malam. Apa dia lapar ya? Apa Meli lupa nggak kasih dia minum susu sebelum dia tidur tadi?]
Setelah merasa yakin bahwa yang aku dengar adalah memang suara tangisan Rizki, dengan sedikit malas, aku lalu beranjak dari tidur dan duduk di tepi ranjang. Dua menit kemudian aku menuju ke kamar Meli. Suara tangisan Rizki sangat jelas terdengar dari sini. Segera aku mengetuk pintu kamarnya.
"Mel … Meli … Rizki kenapa, Mel? Meli … Rizki nangis kenapa, Mel?" tanyaku, sembari mengetuk pintu kamar tidur Meli.
Tak lama kemudian pintu kamar Meli terbuka. Tampak dia sedang menggendong Rizki sambil berupaya mendiamkan tangisnya. Wajahnya terlihat bingung.
"Rizki kenapa, Mel? Kok nangis tengah malam gini? Nggak biasanya dia bangun malam kan?" tanyaku mengulangi, seraya menempelkan telapak tanganku di kening bocah kecil itu. Barangkali saja dia demam, makanya rewel. Namun suhu badannya biasa saja, tak panas.
"Aku juga nggak tahu, Yu. Tiba-tiba aja dia bangun terus nangis kayak gini," jawab Meli. Wajahnya masih tampak kebingungan.
"Dia ngimpi kali, Mel. Apa mungkin dia lapar. Kamu udah kasih dia makan atau minum susu belum tadi, waktu Rizki mau tidur," tanyaku, sambil ikut berusaha menenangkan Rizki, dengan mengusap-usap punggungnya.
"Nggak tahu juga, Yu. Tapi kalau lapar, aku rasa nggak sih. Soalnya sebelum tidur tadi udah aku suapin sampai kenyang kok, Yu. Waktu makan bareng Satria, malah dia makannya habis banyak. Aku buatin susu juga waktu mau tidur."
Sekitar 10 menit, Rizki masih terus saja menangis sambil menjerit-jerit. Matanya tiba-tiba melotot seraya melihat ke salah satu sudut kamar tidur Meli, di sebelah pintu kamar mandi, seperti orang yang sedang melihat sesuatu yang menyeramkan. Aku dan Meli saling berpandangan hal itu. Terus terang, hal tersebut tentu saja membuat kami berdua merasa khawatir. Karena selama kami tinggal di rumah baru ini, baru malam ini Rizki berperilaku demikian. Aku tiba-tiba merasa takut dan merinding. Apa sebenarnya yang sudah dilihat oleh Rizki di dekat pintu kamar mandi ini ya, aku membatin.
"Rizki kenapa ya, Yu? Kok tiba-tiba aja dia jadi aneh gini. Beberapa hari kemarin kan nggak pernah dia kayak gini, bikin aku takut aja," kata Meli, dengan nada khawatir. Matanya mulai berkaca-kaca. Pasti dia merasa bingung dan sedih, melihat anak semata wayangnya tiba-tiba berperilaku aneh.
Aku menghela napas dalam, kemudian mencoba membasuh muka Rizki dengan menggunakan air dingin yang aku ambil dari galon air minum sambil membaca doa yang aku bisa. Surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Nas. Lalu dilanjutkan dengan membaca Ayat Kursi. Untuk beberapa saat Rizki terdiam, tak lagi menangis dan menjerit-jerit seperti tadi. Matanya pun tak lagi melotot seraya melihat ke arah pintu kamar mandi. Sesaat aku dan Meli merasa lega.
Tapi hal itu tak berlangsung lama. Mungkin hanya sekitar 4 sampai 5 menit saja. Setelah itu Rizki kembali menangis dengan kencang sembari menjerit-jerit dan matanya melotot melihat ke salah satu sudut kamar tidur Meli. Sampai akhirnya Satria terbangun. Pasti karena tidurnya terganggu oleh suara tangisan Rizki yang begitu keras.
"Mah … Mamah di mana? Mamah …," panggil Satria dari dalam kamarku. Dia pasti bingung, saat terbangun aku tak ada di sampingnya.
"Iya sebentar, Sayang. Mamah ada di sini," kataku, lalu bergegas pergi ke kamar tidurku. Tampak Satria sedang duduk seraya melihat ke pintu. Matanya berkaca-kaca, dia hampir menangis, karena pasti merasa ketakutan, aku tak ada di sampingnya.
Mengetahui Satria terbangun, Meli segera membawa Rizki keluar dari dalam kamar tidurnya menuju ke depan. Barangkali Meli membawa Rizki keluar rumah. Sebab aku mendengar suara kunci pintu ruang tengah dibuka dan suara tangisan Rizki yang kian menjauh. Mungkin dia merasa tak enak hati padaku, karena suara tangisan Rizki telah membuat Satria terbangun dari tidurnya.
Aku segera membaringkan kembali tubuh anak semata wayangku itu, sambil mengusap-usap punggung Satria, agar bocah itu tidur lagi. Tak sampai setengah jam kemudian, Satria telah kembali tertidur dengan nyenyaknya. Aku lantas mencium dengan penuh rasa sayang pipi kiri dan kanan, juga kening anak semata wayangku itu.
Perlahan aku kemudian beranjak dari ranjang dan pergi keluar rumah, untuk melihat Meli dan anak lelakinya. Rizki masih saja menangis sambil menjerit-jerit. Suasana malam yang sepi dan senyap, membuat suara tangisan Rizki terdengar sangat nyaring dan memecah kesunyian malam.
Aku lalu mencoba untuk mengambil bocah kecil itu dari gendongan Meli, tapi suara tangisnya malah semakin terdengar keras. Dia menjerit sambil meronta-ronta, sama sekali tak mau aku pegang.
"Rizki dibawa masuk lagi aja ke dalam rumah, Mel. Udah larut malam ini. Nggak baik untuk kesehatan kalau anak sekecil dia berada di udara terbuka tengah malam gini. Nanti dia malah bisa sakit. Biar aja dia nangis, yang penting di dalam kamar, nggak di luar rumah," titahku, sambil mengusap punggung Rizki. Kasihan juga bocah kecil ini, dia pasti masih mengantuk tapi tak bisa tidur karena ada sesuatu hal yang membuatnya merasa tak nyaman. Entah apa, itu yang aku dan Meli tak tak tahu, sehingga kami berdua pun merasa kebingungan untuk membuat Rizki berhenti menangis.
Sejenak Meli menatapku, mungkin dia masih merasa tak enak hati karena suara tangisan Rizki telah membuat Satria terbangun, atau Meli khawatir Rizki akan semakin kuat menangis jika dibawa masuk ke dalam kamar tidurnya.
"Ayo, Mel. Cepat Rizki dibawa masuk lagi ke dalam kamar. Kasihan dia tengah malam ada di luar rumah," titahku sekali lagi, sembari memegang tangan Meli, sedikit agak menariknya, agar dia segera membawa Rizki masuk ke dalam rumah.
Tampak dengan sedikit ragu, Meli kemudian membawa Rizki masuk kembali ke dalam rumah. Lalu segera masuk ke dalam kamar tidurnya, dan aku pun lantas masuk ke kamarku, setelah menutup dan mengunci kembali pintu depan.
Hingga menjelang waktu subuh, Rizki baru selesai menangis dan tertidur. Itu juga mungkin karena dia sudah sangat mengantuk dan kelelahan, sebab semalaman anak itu menangis dan tak tidur.
Sementara Satria sama sekali tak terganggu tidurnya. Selain karena rasa kantuk, pasti anak semata wayangku itu merasa tenang, sebab aku memeluknya dengan erat. Jadi ketika dia terbangun, dia bisa melihat langsung aku masih berada di sampingnya.
***
"Rizki tadi malam kenapa ya, Mel? Bikin aku takut dan khawatir. Aku udah mikir yang macam-macam saja," tanyaku, saat kami berdua sedang sarapan. Satria dan Rizki masih tidur dengan pulas di kamar kami masing-masing.
"Aku juga nggak tahu, Yu. Tahu-tahu dia nangis sambil matanya melotot kayak gitu. Aku juga sampai takut banget semalam. Padahal selama kita pindah ke rumah ini, dia kan baik-baik aja."
Pukul 8 pagi Eka datang diantar oleh Reza naik sepeda motor, seperti biasanya. Aku dan Meli baru saja selesai sarapan. Kami bertiga kemudian duduk di teras depan sambil mengobrol, setelah Reza pamit pulang.
Diriku sendiri sebetulnya juga bingung dengan keputusan yang aku ambil kemarin. Ketika mau menerima Eka untuk bekerja di rumahku sebagai asisten bidan. Padahal dari mulai aku pindah sampai hari ini, belum ada satu orang pasien pun yang datang berkunjung. Itu artinya, secara otomatis aku membuang uang dengan percuma. Karena tak ada pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan itu, tapi aku harus tetap membayar uang bulanan sebagai gajinya.
Meskipun tak seberapa besar jumlah nominalnya, tapi akan lebih bermanfaat jika aku pergunakan untuk keperluan yang lain. Untuk membeli susu formula Satria dan Rizki misalnya. Namun semuanya telah terjadi. Eka sudah bekerja di rumahku sebagai asisten bidan, walaupun tak ada sama sekali yang dia kerjakan. Hanya datang, duduk mengobrol sambil menunggu waktu pulang. Begitu setiap hari. Dan aku harus membayar gaji dia setiap bulan. Sesuatu hal yang sangat aneh bukan? Tapi itulah yang terjadi dengan diriku.
"Eka kapan rencana nikahnya sama Reza?" tanyaku, di sela-sela obrolan kami.
"Mungkin 2 bulan lagi, Bu," jawab Eka.
"Loh … kok mungkin? Memangnya belum kalian rencanakan apa?" tanya Meli.
Eka hanya tersenyum, tak menjawab pertanyaan Meli. Tapi sekilas aku melihat, sepertinya calon istri Reza itu tak suka pada Meli. Tergambar dari cara dia menatap Meli. Aku mengernyitkan kening, sambil melirik Eka dengan sudut mata.
[Kenapa Eka kayak yang nggak suka sama Meli ya? Padahal kan mereka baru kenal dan baru saja ketemu? Atau itu hanya perasaanku aja?]
Buru-buru aku membuang prasangka buruk tersebut. Mungkin saja itu hanya perasaanku.
Tak lama kemudian, Satria dan Rizki bangun dari tidur mereka. Hampir bersamaan mereka keluar dari kamar masing-masing dan berlarian menghampiri kami. Satria lalu duduk di pangkuanku, sementara Rizki duduk di pangkuan Meli.
Lagi-lagi aku mengerutkan dahi, saat tak sengaja melihat Eka yang sedang memandang Rizki. Tatapan matanya sangat aneh menurutku. Tak ada kesan manis sedikit pun. Tak ada senyum yang tersungging di bibir perempuan itu. Tak ada basa-basi layaknya seorang bidan yang sedang berhadapan dengan anak kecil.
Tiba-tiba Rizki menangis dengan kerasnya, ketika dia bertatapan muka dengan Eka. Wajahnya seperti orang yang sedang ketakutan melihat sesuatu yang menyeramkan. Aku melihat jari tangan Rizki yang mencengkeram badan Meli dengan kuat. Sambil wajahnya dia benamkan di dada ibunya.
[Aneh! Kenapa tiba-tiba Rizki nangis waktu lihat Eka ya? Kayak yang ketakutan gitu. Padahal Satria biasa aja. Dan Eka juga kenapa kayak yang nggak suka sama Rizki ya?]
***
Bersambung

Bình Luận Sách (646)

  • avatar
    SaputraRamli

    bagus sekali

    15h

      0
  • avatar
    KhansaAdinda nabillah

    Cintaku

    2d

      0
  • avatar
    Mhmmd Asril Syarif

    sangat bagus

    15d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất