logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 2 Pindah ke Rumah Baru

Karma Dibayar Kontan
Part 2
***
Sekitar tiga menit lamanya, Meli menelepon Mas Hardi, yang dia bilang supir truk itu. Dari nada bicara dan percakapan mereka berdua yang aku dengar, aku bisa mengambil kesimpulan kalau di antara Meli dan Mas Hardi memang sudah mengenal satu sama lain dengan cukup akrab. Mungkin mereka berdua memang sudah lumayan lama saling kenal. Syukurlah, berarti aku tak perlu merasa khawatir saat akan pindah nanti, sebab supir yang akan membawa barang-barangku untuk pindah sudah dikenal baik oleh Meli, aku membatin.
"Gimana, Mel? Bisa nggak Mas Hardi bantuin kita bawa barang-barang waktu pindahan nanti?" tanyaku, setelah Meli selesai menelepon Mas Hardi, untuk sekadar memastikan, sebab aku sudah mendengar percakapan di antara mereka berdua tadi. Meskipun tak seluruh percakapan mereka yang aku dengar, tapi aku sudah bisa mengambil kesimpulan.
Meli mengangguk.
"Iya alhamdulillah, dia bisa kok, Yu. Hanya saja, kata Mas Hardi, malam Minggu nanti dia baru bisa ngantar kita-nya. Soalnya sekarang ini, dia sedang ada di Jawa Timur, nganter rombongan keluarga pengantin pria ke sana. Dan baru mau pulang dua hari yang akan datang," jawab Meli.
"Oh … gitu. Berarti kita masih punya waktu tiga hari lagi untuk beresin semua barang yang mau kita bawa besok."
***
Selama tiga hari kemudian, aku lumayan sibuk membereskan semua barang yang akan aku bawa pindah nanti. Meskipun tak terlalu banyak barang yang aku punya, sebab rumah kontrakan kami memang tak terlalu besar, jadi tak bisa menampung banyak barang, tapi cukup membuat aku merasa lelah. Ada beberapa buah kardus berukuran lumayan besar yang aku gunakan sebagai tempat untuk menyimpan barang-barang itu. Selain furniture tentu saja. Karena tak mungkin juga kan, aku menaruh kursi, meja atau lemari dalam kardus?
Aku lalu mulai berpamitan. Selain kepada ibu pemilik rumah kontrakan, tak lupa aku juga berpamitan kepada para tetangga kiri dan kanan rumah kontrakanku. Sembari meminta maaf kepada mereka, barangkali saja selama aku bergaul dengan mereka sekian lama, ada kesalahan yang telah aku lakukan, baik secara disengaja ataupun yang tak disengaja.
Ibu pemilik kontrakan dan para tetangga sedikit terkejut mendengar soal kepindahanku yang terkesan sangat tiba-tiba. Sebab selama ini aku tak pernah bercerita sedikit pun tentang rumah yang sedang aku dan Mas Pandu bangun. Ibu kontrakan dan para tetangga itu mengira aku sudah tidak kerasan lagi tinggal di rumah kontrakan yang sekarang dan mencari tempat kontrakan yang lain.
Tentu saja hal tersebut membuat aku merasa lucu dan diri ini hanya tersenyum menanggapi.
"Saya bukan nggak betah tinggal di sini, Bu. Saya malah betah banget. Saya pamit dari rumah kontrakan Ibu ini karena mau pindah ke rumah saya sendiri," kataku akhirnya berterus terang pada Bu Nisa, pemilik rumah kontrakan yang aku tempati saat ini.
Bu Nisa manggut-manggut mendengar penjelasanku.
"Alhamdulillah kalau begitu, Bu Ayu. Saya kira Ibu mau pindah dari rumah kontrakan saya karena merasa sudah nggak cocok lagi. Habisnya Bu Ayu nggak pernah cerita sih, kalau sedang bikin rumah baru," kata Bu Nisa.
***
Malam Minggu, selepas magrib, truk yang akan mengangkut barang-barang kami-aku dan Meli-datang. Ibu pemilik rumah kontrakan dan tetangga kiri kanan sudah berkumpul sejak tadi di rumah kontrakanku. Mereka ingin mengantar kepindahan kami (aku dan Satria) ke rumah yang baru.
Setelah aku dan Meli berbincang sebentar dengan Mas Hardi, kami kemudian mulai mengangkut barang-barang yang akan dibawa. Para tetangga ikut membantu. Barang yang akan aku bawa tak terlalu banyak. Hanya sebuah tempat tidur ukuran nomor 2 beserta kasur, bantal dan guling, sebuah lemari pakaian 2 pintu, sebuah meja rias, 2 buah ranjang pasien ukuran nomor 4 beserta 2 buah nakas, 2 buah bed gynecologi, sebuah lemari obat, sebuah meja dan kursi, satu set kursi tamu, satu set kursi makan, sebuah meja TV, sebuah rak piring, sebuah jemuran baju, 2 buah jemuran handuk, dan beberapa macam peralatan lainnya, juga kulkas dan mesin cuci.
Sekitar pukul setengah sembilan malam, pekerjaan kami mengangkut semua barang yang akan dibawa, dan memasukan barang-barang tersebut ke dalam truk milik Mas Hardi selesai. Aku dan Meli lalu mendirikan salat isya terlebih dulu sebelum berangkat. Setelah itu, kami berdua lalu berpamitan kepada semua tetangga yang datang ke rumah kontrakanku untuk ikut mengantar kepindahanku. Aku kemudian menyerahkan kunci rumah kepada Bu Nisa, ibu pemilik kontrakan.
Sejenak suasana haru menyelimuti. Aku dan Meli saling bersalaman dan berpelukan dengan tetangga perempuan. Hingga tak terasa, aku meneteskan air mata. Biar bagaimana pun, aku dan para tetangga itu sudah seperti keluarga sendiri, karena selama beberapa tahun lamanya kami hidup berdampingan. Meskipun terkadang terjadi kesalahpahaman di antara kami. Tapi hal tersebut tak membuat kami saling bermusuhan. Semua bisa kami selesaikan dengan baik dan secara bijaksana, hingga akhirnya kami rukun kembali.
Sebelum naik ke dalam mobil truk milik Mas Hardi, sekali lagi aku memandangi rumah kontrakan yang selama ini aku tempati. Terlalu banyak kenangan yang terjadi di rumah ini. Sejak pertama kali aku menikah dulu, sampai sekarang. Suka dan duka hidup bersama dengan mendiang suamiku, dan juga Satria, buah cinta kasih kami berdua, semua kami lalui di dalam rumah kontrakan milik Bu Nisa ini.
"Ayu! Ayo cepetan naik, nanti keburu kemalaman di jalan. Kita berangkat sekarang," teriak Meli dari atas truk, membuyarkan lamunanku. Dia sudah duduk di dalam sana bersama dengan Mas Hardi, Rizki dan Satria.
"Iya bentar," jawabku. Aku kemudian berjalan ke arah di mana truk Mas Hardi diparkir, dan segera naik. Satria lalu aku pangku.
"Nggak ada barang yang ketinggalan lagi, Bu?" tanya Mas Hardi, setelah aku duduk di sebelah Meli.
"Nggak ada, Mas. Kita berangkat sekarang aja," jawabku.
Perlahan, truk yang kami tumpangi berjalan meninggalkan halaman rumah kontrakan Bu Nisa. Aku dan Meli melambaikan tangan kepada para tetangga yang masih berdiri di depan rumah kontrakanku.
***
Sekitar satu setengah jam dalam perjalanan, aku meminta Mas Hardi untuk berhenti sejenak di sebuah rumah makan. Karena sepertinya Satria lapar. Aku perhatikan anak semata wayangku itu tidak nyenyak tidur, beberapa kali tubuh mungilnya bergerak-gerak. Padahal aku sudah memangkunya dalam posisi yang pas agar anak itu bisa merasa senyaman mungkin. Tapi tubuh kecilnya tetap saja bergerak terus, seperti orang yang sedang gelisah.
"Mas, kita berhenti sebentar di rumah makan ya. Ini Satria anak saya kayaknya lapar. Dari tadi badannya gerak terus, seperti yang sedang gelisah," titahku pada Mas Hardi.
"Rumah makan yang di sebelah mana, Bu?" tanya Mas Hardi, seraya pandangannya masih menatap lurus ke depan jalan.
"Terserah aja yang di sebelah mana, Mas. Saya nggak paham daerah sini. Yang penting rumah makan yang kira-kira menu masakannya bisa untuk dimakan anak kecil," jawabku.
"Baik, Bu. Kalau begitu. Di belokan depan nanti ada rumah makan yang biasa saya makan di sana. Menu masakannya banyak macamnya. Kalau menurut saya sih enak dan harganya murah," kata Mas Hardi.
Tak lama kemudian, kami sampai di depan sebuah rumah makan yang dimaksud oleh Mas Hardi tadi. Kami segera turun, begitu truk yang dikemudikan Mas Hardi berhenti dan dia mematikan mesinnya.
Kami lalu masuk ke dalam rumah makan itu, kemudian memesan makanan kesukaan kami masing-masing. Kami lantas segera menyantap makanan tersebut, setelah pesanan kami datang. Dan benar saja, Satria makan dengan lahap saat aku menyuapinya. Ternyata anak semata wayangku itu memang sedang lapar. Aku tersenyum melihatnya.
"Yu, apa rumahmu yang baru itu masih jauh dari sini?" tanya Meli, sambil menyuapi Rizki.
"Ya … lumayan. Mungkin sekitar satu jam lagi-lah kita akan sampai di sana," jawabku.
Setelah semua selesai makan, aku lalu segera membayar di kasir. Kami kemudian kembali melanjutkan perjalanan. Satria dan Rizki langsung tertidur dengan nyenyaknya di pangkuanku dan Meli, tak lama setelah kami meninggalkan rumah makan itu. Kami-aku, Meli dan Mas Hardi-lantas mengobrol, agar sedikit mengurangi rasa kantuk yang mulai datang menyerang. Maklumlah, memang sudah waktunya jam istirahat.
Pukul setengah 12 malam, truk yang kami tumpangi sampai di halaman depan rumah baruku. Rumah impian yang rencana awalnya akan aku tempati bersama dengan mendiang suami tercinta, juga anak-anak kami. Tapi apa mau dikata, takdir berkehendak lain. Sekarang rumah ini hanya aku dan Satria saja yang akan menempati.
Sedangkan Meli dan Rizki, aku tak bisa memaksanya untuk tetap tinggal di rumah ini bersama kami. Mereka berdua boleh tinggal di rumahku ini selama Meli suka, dan jika dia ingin pergi, aku tak berhak untuk melarangnya. Sebab dia punya kehidupan sendiri.
Aku lalu membuka pintu depan rumah baruku itu sambil mengucapkan salam. Diikuti oleh Mas Hardi dan Meli.
"Mas, tolong diangkat dipan sama kasurnya dulu ya, biar bisa untuk tidur Satria sama Rizki. Nanti sudah itu baru kita angkat barang-barang yang lain," titahku pada Mas Hardi.
"Baik, Bu."
Tanpa menunggu waktu lama, Mas Hardi pun lalu membawa dipan dan kasur serta menyusunnya di kamar tidurku. Aku dan Meli lantas menidurkan Satria dan Rizki di sana, tanpa sprei, yang penting sudah ada kasur sebagai alas tidur kedua bocah itu.
Setelah Satria dan Rizki ditidurkan, kami-aku, Meli dan Mas Hardi-lalu mulai menurunkan satu per satu barang bawaan kami dari atas truk. Hingga pukul setengah dua malam, kami baru selesai menurunkan semua barang dan menaruhnya di dalam ruangan dalam rumahku. Mas Hardi kemudian pamit pulang, setelah aku membayar ongkos jasa padanya. Tak lupa aku mengucapkan banyak terima kasih padanya, karena telah mau mengantarkan kami ke tempat tinggal yang baru.
"Kita tidur yuk, Mel. Aku udah ngantuk banget. Biar besok pagi aja kita beresin semuanya," ajakku sambil mengunci pintu depan. Beberapa kali aku menguap, karena memang sudah sangat mengantuk.
Tak sampai setengah jam, kami pun sudah tertidur dengan nyenyak.
***
Bersambung

Bình Luận Sách (646)

  • avatar
    SaputraRamli

    bagus sekali

    17h

      0
  • avatar
    KhansaAdinda nabillah

    Cintaku

    2d

      0
  • avatar
    Mhmmd Asril Syarif

    sangat bagus

    15d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất