logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Berakhir Di Rumah Sakit

Ternyata, saat pulang dari kampus, aku melihat kejadian yang membuat aku semakin yakin, bahwa Fian sudah tidak lagi mempunyai rasa untukku.
“Nafisah? Aku duluan ya,” ucap Gina seraya meninggalkan aku di parkiran.
“Okay, hati-hati ya,” ucapku seraya melambai-lambaikan tanganku kepada Gina.
Aku menatap Gina yang mengendarai motornya dan keluar dari wilayah gedung fakultas kami. dari tadi, aku kepikiran tentang Fian. Aku merasa, mungkin saja aku salah paham kepada Fian. Akhirnya, sebelum pulang ke rumah, aku memutuskan untuk menemui Fian.
Aku membawa motorku menuju parkiran gedung fakultas Fian. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, aku tidak menemui Fian. Aku bertanya tentang Fian kepada salah satu teman Fian yang pada saat itu tengah berjalan lewat di depanku.
“Maaf kak, mau tanya, ngeliat Fian?” tanyaku.
“Ada sih, tadi ada di depan lab,” jawabnya.
“Terima kasih kak,” ucapku.
Setelah mengetahui bahwa Fian ada di depan lab, aku memutuskan untuk segara menghampirinya. Aku sudah menyiapkan banyak kata-kata, pertama kau ingin meminta maaf, karena tadi pagi tidak menemuinya. Walaupun, aku tahu ia sudah berusaha untuk menemuiku, tapi aku malah pura-pura tidak mendengarnya.
“Hahaha,” suara tawa Balqis mengagetkanku.
Ternyata saat itu, Fian sedang duduk bersama dengan Balqis. Sepertinya mereka sangat bahagia sekali tanpa aku. Mereka terlihat sangat dekat. Aku tidak punya keberanian untuk datang dan bertanya langsung.
Melihat kejadian itu, membuat rasa kecewa yang belum sepenuhnya pudar malah bertambah. Air mataku kembali membasahi pipiku. Dua kali dalam setengah hari, tanpa Fian sadari, ia sudah membuat aku kecewa.
Aku memutuskan untuk pergi dari tempat itu, tidak sengaja, aku malah menabrak seorang mahasiswa yang saat itu tengah membawa bebrapa tumpukan buku.
“Brakkk!” suara buku itu terjatuh.
Balqis dan Fian melihat kepadaku. Aku yang menyadari hal itu langausng berlari meninggalkan tempat itu setelah aku mengucapkan maaf kepada mahasiswa yang tidak sengaja aku tabrak.
“Nafisah?” ucap Fian kaget.
“Cepat kejar, dia sepertinya salah paham, cepat gih kejar,” ucap Balqis menyuruh Fian untuk mengejarku.
Aku berlari sekuat tenaga, aku langsung mengendarai motorku dan keluar dari lingkungan kampus kami. lagi-lagi, Fian membuat aku kecewa. Terkadang aku berpikir, apakah aku terlalu berlebihan dalam hubungan ini? Tapi, apakah wajar, jika aku tidak merasakan sedikitpun rasa cemburu ketika aku melihat orang yang aku sayang sedang bahagia bersama dengan orang lain?
Sementara Fian mengejar aku dari belakang dengan motornya. Seraya memanggil-manggil namaku dari belakang, tapi aku tidak memperdulikannya. Saat aku merasa bahwa Fian sudah semakin dekat denganku, aku semakin melajukan sepeda motorku dengan sangat.
“Nafisah, tolong berhenti, aku bisa ngejelasin semuanya,” ucap Fian dari belakang.
“Apa lagi sih yang mau kamu jelasin, aku udah bisa tahu semuanya, kalian masih ada rasa, dan saat ini kamu bareng aku, cuma karena kamu kasihan sama aku, mungkin emang benar apa yang orang bilang. Aku bisa membuat orang baru dalam hidup kamu untuk pergi, tapi untuk masa lalu kamu? Dia lebih mengenal kamu, mana mungkin bisa hadirnya aku dalam hidup kamu, bisa ngebuat posisi Balqis dalam hati kamu tergantikan oleh aku? Kamu tahu gak? Aku berusaha untuk selalu ada, aku berusaha untuk bisa ngertiin semuanya tentang kamu, karena aku berharap, hadir aku dalam hidup kamu bisa ngegantiin posisi Balqis, tapi apa? Nyatanya gak sama sekali,” gerurtu hatiku yang merasa semakin teriris.
Dengan tatapan mata yang tidak jelas, air mata yang terus mengalir, serta kedua tanganku yang terus mengendarai motor, aku tidak bisa menjernihkan pikiranku untuk fokus pada jalan yang sedang aku lewati.
Hingga akhirnya, “Brakkk!”
Suara tabrakan antara aku dan mobil di depanku terdengar. Aku sudah tidak bisa mengingat apa-apa lagi saat itu. Fian yang saat itu melihat jelas apa yang terjadi kepadaku, ialah yang membawaku ke rumah sakit terdekat.
Saat kejadian itu berlangsung, aku merasa seketika aku berada di alam yang dipenuhi dengan kabut berwarna putih, aku sedang berada di atas awan. Aku tidak bisa menemukan apapun di tempat itu. Yang aku lihat hanyalah latar putih dipenuhi dengan kabut.
“Uwiww uwiww uwiww,” suara ambulance yang membawaku ke rumah sakit terdengar disepanjang jalan.
“Nafisah, maaafin aku ya,” ucap Fian yang saat itu menemaniku di dalam ambulance.
Fian merasa sangat bersalah, ia sadar, seandainya saja, aku tidak melihat kejadian tadi, pasti kondisinya tidak akan seperti sekarang. Fian terus meminta maaf saat aku tidak sadarkan diri. Fian terus saja melihat kepadaku, ia mengusap-usap tanganku.
Saat itu, terdapat banyak luka pada tubuhku. Karena, kaca pada mobil yang tidak sengaja aku tabrak hancur, dan hampir pecahan kacanya mengenai tubuhku. Pada bagian kepalaku terdapat luka karena terbentur ke aspal di jalan.
“Dok, tolong selamatkan Nafisah,” ucap Fian memohon kepada dokter yang saat itu menangani diriku di ruang UGD.
“Mas, tenang saja ya, saya akan berusaha sebisa saya, mas tunggu di luar dulu ya,” ucap dokter seraya memeriksa kondisiku.
Fian menungguku di depan ruang UGD. Tidak lama dari itu, ayah dan bunda datang ke rumah sakit. Ia menanyakan kondisiku kepada Fian yang saat itu sedang cemas-cemasnya menunggu kabar dari dokter tentang kondisiku.
“Bagaimana kondisi Nafisah?” tanya bunda dengan nada sangat khawatir.
“Maaf bunda, tapi sata ini dokter tidak kunjung keluar. Dokter masih berusaha untuk menangani Nafisah di dalam,” jawab Fian seraya berdiri.
“Ya Allah, Nafisah. Kenapa ini semua terjadi ke kamu nak?” tanya bunda dengan penuh kesedihan.
“Sudah bun, sekarang kita berdoa saja, semoga Nafisah baik-baik selalu,” ujar ayahku berusaha untuk menenangi bunda.
Aku yang saat itu sedang berperang dengan kematian. Sedangkan Zain sedang menghadiri rapat antar pimpinan perusahaan. Saat ini adalah rapat kedua tentang kerja sama diantara bebrapa perusahaan dengan perusahaannya.
“Baik, terima kasih untuk para pimpinan perusahaan yang sudah meluangkan waktunya untuk hadir ke rapat ini. Sekian rapat kita pada hari ini, terima kasih,” ucap Zain mengakhiri rapat.
Semua pimpinan rapat yang hadirpun berjabat tangan dengan Zain dan pergi keluar dari ruangan. Tidak lama dari itu, Zain menerima panggilan telepon dari bundanya. Setelah menjawab salam dari bundanya, Zain langsung saja bergegas keluar dari kantornya dengan wajah sumringah.
Ia mengeluarkan mobilnya dan langsung melajukan mobilnya ke rumah sakit yang sama dengan rumah sakit tempatku saat ini diperiksa. Ternyata, Zain baru saja mendapatkan kabar baik, ternyata bibinya, sitri dari pamannya sudah melahirkan seorang anak laki-laki.
Tentu saja, Zain merasa sangat bahagia, karena ini adalah pertama kalinya ada keluarga kecil yang hadir ditengah-tengah keluarga mereka.
Dan kalian tahu apa yang terjadi di rumah sakit?

Bình Luận Sách (87)

  • avatar
    Uda Win

    mantap dan asik

    10d

      0
  • avatar
    Rizkiikilonek

    assalamualaikum

    12d

      0
  • avatar
    Fajrin Setyawan

    bagus

    19d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất