logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 7

-Happy Reading-
2 Minggu setelah kejadian itu. Semua benar-benar seperti berakhir. Salma menjalani hari-harinya seperti biasa. Sejujurnya, seperti ada sesuatu yang ganjil menurut Salma saat hari-harinya tak lagi diganggu oleh Gery. Namun, bukankah seharusnya ini yang Salma Inginkan?
Hari ini, hari Senin. Seperti bisa, sebelum upacara dimulai, komandan masing-masing disetiap pasukan yang bertugas pada hari itu, akan mengumpulkan setiap siswa disetiap barisan yang mereka pimpin.
"Lo yakin, mau ikut upacara?" Salma ikut menoleh kearah Fitri yang sedang bertanya kepada Maura dengan nada khawatirnya.
"Eh iya, muka lo pucat banget lho Mau," Salma lantas memeriksa suhu tubuh Maura dengan telapak tangannya, "Badan lo juga panas banget, Ke UKS aja yuk!"
"Kalau tiba-tiba lo pingsan gimana? Siapa coba yang mau gendong lo ke Ruang Kesehatan?" bisik Fitri jahil.
Maura menggeram  kesal, dia tidak apa-apa. Sungguh. Iyasih, ia memang merasa sedikit pusing, tapi ia yakin kalau masih kuat jika harus berdiri selama 45 menit kedepan.
"Kalian tuh lebay banget deh. Gue gak papa." Begitu kata Maura kukuh.
"Ngeyel banget sih lo! Kalau lo pingsan, siapa yang mau nolongin?"
Maura tertawa cengengesan, "Biar digendong sama--Gery atau enggak ya, Alvaro."
Fitri mendengus jengkel, bersamaan dengan pupil matanya yang membesar. Atmosfer yang berada di sekitar wanita itu memadat, menandakan rasa tak terima atas ucapan yang barusaja dilontarkan oleh Maura.
"Coba bilang sekali lagi!" tantang Fitri sembari menyingsingkan lengan serangamnya 2 centi lebih tinggi dari tempat semula.
"Canda doang kalik Fit. Udahlah, mending kalian fokus. Tuh, upacaranya udah mau dimulai," ucap Maura.
Dari arah Utara, tepat sebelah Ruang Guru SMA Cempaka, para Guru-guru sudah mulai berjalan beriringan kearah lapangan dengan seragam khusus jam Upacara. Hanya beberapa sekolah di Yogyakarta yang menerapkan konsep seragam saat upacara hari Senin. SMA yang menerapkan konsep tersebut adalah SMA pilihan yang 3 tahun lalu dipilih secara lansung oleh Dinas Provinsi daerah Yogyakarta. SMA Cempaka salah satunya.
"Kepada Sang Saka Merah Putih, Hormaaat--"
Bruk--
Fitri memekik kaget saat tubuh Maura tiba-tiba terlungkrai lemas kebelakang. Bukannya membantu, siswa lainnya malah sibuk mengerumuni Maura tanpa berniat menolong.
"Bantuin woy!" sentak Salma.
"Kita bawa berdua aja Sal, Petugas PMI mana sih?" Fitri ikut kalut yang menyebabkan otaknya tak bisa diajak berfikir normal.
Salma melongo,"Lo gila? Mana Kuat--"
"Biar gue aja yang angkat. Minggir!" Semua pasang mata langsung menoleh cepat kearah sumber suara. Tidak ada yang tidak terkejut, kala tahu siapa yang kini beringsut mendekat dan membopong tubuh Maura kearah Ruang Kesehatan. Bahkan, Salma masih bertahan dengan posisinya untuk beberapa detik.
"Sal, Fit kalian susul Maura ke UKS!" titah Aldo selaku petugas PMI hari itu.
Bersamaan dengan Fitri dan Salma yang akan masuk keruang UKS, saat itu, Alvaro juga baru keluar dari Ruang UKS.
"Masuk gih! Sahabat lo baru siuman," kata Alvaro. Salma mengangguk mengiyakan masih dengan tatapan bingungnya. Untuk saat ini, Salma tidak berani menatap Fitri, yang mungkin kondisi batinnya sedang tidak baik-baik saja.
Hening...
Tidak ada yang berani memulai pembicaraan terlebih dahulu diantara mereka bertiga. Jika biasanya, Fitri  yang akan heboh dengan segala tingkahnya lalu ditanggapi oleh Maura, maka, sekarang Fitri mendadak lebih banyak diam dan sibuk memilin ujung jilbabnya.
Maura menatap penuh selidik kearah dua sahabatnya, "Kalian kenapa sih? Gue ada salah, ya?"
Salma mendongak lebih dulu, "Gak kok. Emm-kita cuma takut ganggu waktu lo aja," alibi Salma.
Maura mengangguk faham, "Oh iya, gue mau tanya. Yang nolongin gue pingsan siapa?"
"Alvaro," potong Mira yang barusaja menyembulkan kepalanya dibalik pintu UKS, "Nih tehnya, diminum ya, Ra. Gue ke kelas duluan," lanjut Mira.
Kini, Maura faham mengapa kedua sahabatnya ini mendadak diam.
"Fit, S-sorry ya, gue gak bermaksud kok," kata Maura sedikit tak enak.
Fitri mendongak, seulas senyum tipis tercetak di bibirnya,"Gak papa kok. Lagian, gue juga bukan siapa-siapanya Alvaro 'kan? No Problem!"
Maura semakin menatap Fitri luka, "Serius. Gue gak enak sama kalian."
Fitri beringsut turun dari kursi yang ia duduki, tangan kanannya mengenggam sebelah tangan Maura, dan tangan kirinya mengenggam sebelah tangan Salma, "Gue bukan tipe sahabat yang rela ninggalin ikatan persahabatan yang udah lama gue bangun cuma gara-gara cowok. Udah yuk, sini peluk?"
Salma menatap sendu kearah Fitri, lantas detik berikutnya mereka berpelukan penuh sayang.
"Gue ada berita. Cuma, masa mau bilang disini?" ucap Maura memulai aksinya.
Jadi, sumber dosa disini adalah Maura.
"Aman-aman kok. Emang apa beritanya? Anak IPS ada yang Hamidun lagi?" sambung Fitri.
Salma masih setia menyimak, untuk urusan ghibah mengghibah ia tak terlalu pro.
"Dalam dua minggu ini, sosok Gery Rivano udah punya 5 cewe," bisik Maura pelan.
Salma hampir terjungkal kebelakang saking kagetnya.
"Lo serius?" tanya Salma memastikan.
Dan Maura mengangguk mantab sembari menjelajah room chat lambe turah SMA ini.
"Korbannya rata-rata kelas 10."
****
"Lo serius? Masa kelas 10 semua?"
"Iya Sal, lo liat deh, nih! Bahkan Gery terang-terangan nembak tuh anak di Lapangan sekolah. Vidionya baru 2 menit di share di ig Akun Gosip anak cempaka lansung Viral."
"Nama lo Sindi 'kan?"
Perempuan yang menjadi lawan bicara Gery itu menggeleng, "Bukan kak," jawabnya.
Beberapa siswa tertawa mendengar jawaban polos dari gadis itu, "Siapapun nama lo, gue mau lo jadi cewek gue mulai sekarang! Gue udah suka sama lo sejak lama."
Gila! Gery benar-benar sudah tidak waras. Bagaimana bisa, dalam dua minggu lelaki itu sudah dapat 5 perempuan, dan lebih gilanya lagi, mereka anak kelas X.
"Emang perlu di riqiah kalik tuh anak," guman Salma sambil mengetuk-ketukkan bolpoin hitam diatas meja perpustakaan.
"Salma, lo dipanggil Bu Mila keruangannya sekarang," ucap Sandra.
Salma segera membereskan peralatannya dan bergegas keruangan Bu mila.
"Permisi bu, Ibu manggil Saya?"
Bu Mila mengangguk, "Masuk! Kita nunggu seseorang dahulu, kamu duduk aja disitu!"
Salma mengangguk patuh, 2 3 menit pertama ia masih biasa saja. Namun, memasuki menit ke 6 7 8 hingga 10 menit berlalu, harus ia akui ini menjengkelkan! Siapasih sosok yang sedang ditunggu? dasar manusia tidak tahu waktu! sadar kalau ditunggu enggak sih?
Dalam hati, Salma sudah mengumpat kesal. Ditambah beberapa kali irama perutnya berdendang minta jatah, tolonglah, dirinya belum sarapan dari tadi  pagi.
"Permisi Bu, maaf telat." Salma mendongak cepat kearah pintu, ia sudah tak sabar menghajar siapa yang berani menunda jam makan siangnya kali ini.
Bola mata Salma membulat, bahkan hampir saja lepas dari karangnya.
"Baru datang kamu? Dari mana saja?" tanya Bu Mila santai. Jalas! Bu Mila tak merasakan bagaimana merananya menjadi Salma! Dari tadi, Bu Mila menghabiskan waktunya untuk menunggu anak ini sembari memakan cemilan! Sedangkan Salma?
Gery tersenyum tanpa dosa, "Pacaran Bu," jawabnya cengengesan.
Tolong! Ada yang punya golok? Atau basoka? Bom? Salma mungkin membunuh lelaki ini sekarang juga! Rasa ingin move on nya entah terbang kemana. Malah, berubah menjadi rasa ingin membunuh.
"Ada-ada saja. Kamu duduk disitu! Salma, sini duduk disebelah Gery!"
"Lho, ada dia ya Bu? Kenapa dia disini?"
Salma mengatur nafasnya sabar, mencoba menahan rasa ingin memutilasi mantannya sekarang juga, "Menurut lo? Yang boleh masuk Ruang Sastra cuma lo doang gitu?"
Gery memajukan wajahnya beberapa centi, lantas ia terseyum mengejek kearah Salma, "Lo kira, ini ruangan juga punya lo? Gak kalik!"
"Sudah-sudah! Kalian membuat Ibu tambah pusing saja! Salma, Gery, Ibu mengundang kalian kesini mengenai Puisi kalian yang menjadi 2 karya terbaik semester ini--"
"Gery? Pinter Puisi? Punya Arkan kalik Bu," serobot Salma remeh.
"Mulut lo tuh ya! Cewek-cewek kayak mak lampir!"
"Heh lo---"
"SUDAH DIAM!" bentak Bu Mila.
"Sudah? Kalian kayak anak kecil tau gak? Ibu bilang intinya saja. Tahun ini, ada lomba Musikalisasi tingkat nasional. Nah, Ibu mencalonkan kalian untuk ikut dalam lomba tersebut."
"Lho Bu, kenapa kita? Maksut saya kenapa harus saya? Bukannya yang seharusnya ikut kegiatan seperti itu anak Teather atau gak Sastra lah. Saya gak ikut dua-duanya Bu," bantah Salma mencoba berargumen. Semoga saja diterima.
"Anak Sastra full ikut karya fiksi sama penelitian non-fiksi. Sedangkan anak Teather sudah ikut vokal sama drama. Kita butuh peserta dari luar. Lagian, kalian cocok kok jadi pasangan."
Keduanya menoleh saling tatap untuk sesaat.
Cocok jadi pasangan?  "GAK!" tolak mereka kompak.
Bu Mila depresi, sejak kapan mereka jadi musuh?
"Begini saja. Gery, Ibu dengar nilai sikap kamu C? Dan Salma, Ibu juga dengar nilai PKWU kamu rendah selama lima semester ini? Begini saja, Ibu akan membuat kesepakatan, jika kalian bisa memenangkan lomba Musikalisasi ini, Ibu akan menaikkn nilai kalian. Bagaimana?"
Tbc
1365 kata
Yogyakarta 5 April 2021
Puputtri_

Bình Luận Sách (78)

  • avatar
    MulyaniSRI

    bagus

    4d

      0
  • avatar
    MuzzamirMuzzamir

    Oky

    25d

      0
  • avatar
    Andes Rabbal Kurnia

    anjay

    15/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất