logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 4

-Nyari mood ngetik itu susah yaw-
-Happy Reading-
Kamu pernah menjadi
tokoh utama dalam kisah hidupku
Hingga akhirnya kamu mampu menghempas
cerita ini dengan abjad tentang diri
Dalam sunyi logika menyentak diri
Hingga ruang di hati pun ikut merinding
Bahwa kamu dan aku
bukanlah perpaduan happy ending
Melainkan dua insan
yang di batasi oleh dinding
Bagai chandra dan bagaskara di bumantara
Kamu dan aku yang takkan pernah setara
Bahkan jika semesta pun mengasihani kisah ini
Angan ku takkan pernah terjadi
Antara aku dan kamu, salib dan tasbih
"Bagi Es teh lo donk Fit! Asli, seger banget kayaknya."
Fitri mendelik tajam, enak saja! "Lo tau? Buat dapetin Es teh Nyai aja gue harua antri berjam-jam. Se enaknya aja lo tinggal minta."
"Cuma dikit doang deh, piece. Haus gue."
"Enggak ya enggak Ra! Udah deh semua gara-gara lo tau, gak?"
Maura melotot tak terima. Bukannya Fitri juga ikut andil disini?
"Heh Maemumah! Yang ngajak ke lapangan itu elo. Ngapain nyalahin gue?"
"Gak ada! Yang perta---"
"DIEM!" Salma menatap kedua sahabatnya, jengkel.
"Semua gara-gara kalian berdua! Kalau kalian nurutin kemauan gue, kita gak bakal di hukum kayak tadi."
Salma masih berada di mode jengkelnya. Tadi, ia kira dirinya, Maura dan Fitri aman karna berhasil kabur dari incaran Bu Neni. Namun salah, dengan bangganya Gery cs malah berteriak keras tepat di depan tempat mereka bertiga bersembunyi.
"Karna kalian sudah melanggar aturan utama SMA, Ibu akan memberi kalian hukuman! Silahkan hormat di depan tiang bendera selama 10 menit sambil menyanyikan lagu wajib, setelah itu gantikan tugas anak MIPA 2 yang tadi juga di hukum untuk membersihkan area lapangan! Sampai kalian ketahuan gak ngerjain hukuman yang ibu beri, tidak segan-segan Ibu akan panggil wali kalian ke sekolah!"
Salma langsung meringis pelan saat mengingat kalimat itu. Sebuah perintah yang membuatnya harus berhadapan kembali dengan Gery. Musibah bagi Salma namun berkah bagi Gery.
Karna hukuman itu, membuatnya mati-matian harus menahan panasnya gejolak matahari pagi, karna hukuman itu, membuatnya harus menahan malu saat dengan polosnya ia harus mengumpulkan daun-daun di tengah lapangan.
Semua kegiatan Salma saat itu terpantau sangat jelas di Ingatan Gery. Kalian tahu? Gery termasuk siswa nakal yang pintar. Dimana ada tugas disitu ia akan tidur namun, dimana ada Salma disitu dia akan berjuang.
Primitif memang. Tapi ya itulah Gery.
"Yaudah maaf deh Sal. Ekspresinya di ramahin dikit, ya?  nanti gak ada yang naksir, loh," kata Maura.
"Asli deh, gue kapok kayak tadi. Malu banget astaga, untung kelasnya Alvaro lagi pelajaran. Coba kalau enggak? Mau di taro dimana muka gue?"
Maura menyentil Fitri dengan ujung sendok bekas bakso miliknya.
"Sok-sok an bingung muka mau di taro dimana. Biasanya aja cari-cari muka kok."
Salma lansung merubah ekspresinya. Ia selalu tertarik saat Fitri membicarakan perasaannya dengan Kakak tersayangnya itu.
"Lo kagum sama Bang Varo atau emang suka sih Fit?" tanya Salma.
"Sekali berjuang ya harus di perjuangin donk, Sal," jawab Fitri.
Salma meringis sesaat, "Lo sadar 'kan, kalau lo sama Bang Varo itu, beda?"
"Selagi bisa di ubah kenapa enggak?" jawab Fitri enteng.
"Dengerin gue Fit! Lo boleh suka sama Abang gue. Tapi, jangan rebut dia dari tuhannya."
Untuk sesaat, Fitri terdiam di tempat. Dirinya sama dengan Salma. Sama-sama terjebak di dalam situasi tak normal. Hatinya bimbang. Mereka ragu.
"Dari pada kalian berdua rebutan Bang Varo, mending Bang Varo buat gue aja. Udah se Iman kok, tinggal se amin aja."
Fitri dan Salma menatap datar Maura, "GAK!" ucap keduanya kompak.
Memang, diantara mereka bertiga hanya tinggal Maura yang non Muslim. Namun itu bukan penghalang mereka untuk tetap bersahabat. Tidak ada batasan untuk ketiganya dalam memilih teman. Kecuali, memang sosok itu membawa mereka ke hal-hal negatif. Bagi mereka, keyakinan itu penting namun sahabat juga penting. Yang tidak penting itu, persahabatan yang pecah hanya karna beda agama.
****
"Asli enak juga ya gorengan di kantin Nyai. Gue kira cuma kantin anak MIPA 3 aja yang enak."
"Butut sih. Maen lo kurang jauh, mau deh gue bungkus terus di makan pas pelajarannya Pak Santoso. Epic kan? Kan Pak Santoso kalau njelasin bikin ngantuk, dari pada tidur mending makan," ucap Maura.
Salma dari tadi masih diam. Gadis itu masih terfokus dengan semangkuk batagor di depannya. Lebih baik dirinya meladeni perutnya yang sedang demo, dari pada meladeni anak-anak yang gak jelas semacam Maura dan Fitri.
"Besok kesini lagi yuk guys! Mau makan es teh lagi," ajak Fitri girang.
Maura mengangguk antusias, dia langsung jatuh cinta saat pertama mencoba bakso disini. Lantai 1 kantin paling bawah, memang terkenal dengan menu-menunya yang luar biasa. Pemilik kantin---yang lebih sering dipanggil 'Nyai' oleh para siswa-siswi disini, katanya memang memiliki rahasia dapur tersendiri. Walau list menunya sederhana, seperti Bakwan, Gorengan, Batagor, Soimay, Bakso, Es Teh, Teh anget,  Pop Ice, namun, untuk bagian rasa, 'Nyai jagonya'---kata Siswa disini.
Maura mendorong pelan mangkuk kosong bekas bakso miliknya, "Btw, kita gak mau pindah tempat?"
"Eh iya juga ya. Ke kelas aja deh," sambung Fitri.
Sebelah alis Salma meninggi, acara makan Batagornya pun terkendala sejenak, "Kenapa kudu pindah? Kantinnya mau di gusur?"
"Ck. Lo pura-pura Amnesia apa gimana sih, Sal? Ini kita lagi di kantin Nyai, kawasan anak MIPA 2,  yang artinya lagi ---"
"Kawasan Gery, Ghibran, sama Arkan! Emang lo mau ketemu mereka?" Maura menimpali.
"Bodo ah. Gue laper, lagian mereka bukannya lagi di hukum? Mana mungkin mereka bakal kesini--"
"Mungkin aja," sahut seseorang dari arah belakang.  Tubuh Salma mendadak menegang, perasaannya tidak enak. Apa dia benar-benar----
"Kenapa diem? Dan sejak kapan, anak MIPA 3 berani main ke Kantin Nyai?" Gery berjalan pelan, lalu mengambil posisi tepat di depan Salma. Di ikuti oleh Ghibran dan Arkan.
"Emangnya, kantin ini cuma punya anak MIPA 2, heh? Ini juga bukan kalian yang bangun kalik!" sentak Fitri tak terima.
"Wooo, santuy-santuy! Jangan nge gas buk!" Arkan menengahi.
Niat awal Gery sepertinya sia-sia. Awalnya, ia hanya ingin memancing Salma agar mau berbicara kepadanya. Jika tak bisa kembali, setidaknya bisa berteman kembali dengan gadis Tasbih ini. Tapi, mengapa sepertinya sia-sia?
"Dari pada kalian ribut, gue punya sesuatu," Ghibran mengeluarkan bekas bungkus jajanan yang tadi pagi ia temukan di bawah kolong meja. Jika kalian bertanya untuk apa Ghibran sampai membawa bungkus itu? Maka, dengan aestetic nya Ghibran akan menjawab, 'Panggilan Hati'.
"Tunggu-tunggu! Ngapain lo bawa sampah ke kantin?"
Ghibran merebut bungkus jajanan tadi dari Maura, "Unik aja. Ini Gery Salut, dan di depan kita ada Gery Salma, cocok kan?"
Salma lansung terperanggah kaget, lelucon macam apa tadi?
Maura terkikik geli, "Bener juga ya! Kalau di TV kan Gery Salut, nah kalau di Sekolah kita namanya Gery Salma.  Eh, enggak ding! Kan Salma Assalamualaikum  terus Gery Shalom. Cintanya aja satu, tuhannya mah, masing-masing."
Cintanya aja satu, tuhannya mah masing-masing.
Tbc.
Yogyakarta 25 Maret 2021
Puputtri_

Bình Luận Sách (78)

  • avatar
    MulyaniSRI

    bagus

    4d

      0
  • avatar
    MuzzamirMuzzamir

    Oky

    25d

      0
  • avatar
    Andes Rabbal Kurnia

    anjay

    15/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất