logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 3

-Happy Reading -
Lagi Badmood sbnernya, yaudah gpp ngetik aja :,)
Hari ini, adalah hari terakhir dalam 1 minggu bagi siswa Cempaka untuk menimba ilmu. SMA ini, menerapkan sistem full day school. Dimana, mereka akan belajar selama 8 jam plus eskul di sekolah dan libur pada hari sabtu dan minggu.
Memang, program ini sedikit memberatkan. Apalagi, untuk para siswa-siswi kelas XII terutama. Mereka merasa jenuh, karna siang malam harus berkutat dengan buku-buku.
"Selamat Pagi, Pak Darmanto!"
Pak Darmanto---petugas satpam SMA Cempaka Putih  menoleh kebelakang, kumis tebal nan hitam pekat itu bergerak-gerak dengan sendirinya, menambah ciri khas sifat yang menurut orang lain akan menilai bahwa beliau adalah sosok yang galak.
"Woalah neng Salma! Pagi juga neng, tumben dateng gasik? (awal) sama Den Varo ya?"
Salma tersenyum kambing, "Iya, Pak, ehehe. Yaudah, Saya ke kelas duluan ya, Pak?"
"Eh eh, tunggu neng!" Salma langsung berbalik badan, menunggu kelanjutan ucapan Pak Darmanto, "Neng Salma kelas XII MIPA 3?" Salma mengangguk ragu, "Nah! Berarti dekat sama kelas XII MIPA 2?" Gadis itu kembali mengangguk bingung, "Boleh minta tolong gak?"
"Apa?" sahut Salma spontan. Menyadari tingkah konyolnya, Salma meringis malu di depan Pak Darmanto, "Maaf, Pak eheheh," ucapnya.
"Ndak papa. Bapak minta tolong. Bilangin sama anak XII MIPA 2 suruh ke Lapangan sekarang! Jadwal piket e kok malah do ra tertib ki kepie cobo? (Jadwal piketnya kok malah nggak tertib gimana coba?)" Salma terkekeh menanggapi ucapan Pak Darmanto.
"Yaudah, Salma pamit ke kelas dulu ya, Pak. Assalamualaikum!"
" Wa alaikumus salam. Tolong, ya neng Salma!"
"Siap Pak," jawab Salma di ujung lorong pembatas. Sesampainya dipertigaan lorong yang menghubungkan antara kelas 12 IPS 1, 12 IPA 2, dan 12 IPA 3, Salma tak lantas menuju Selatan. Langkahnya berbelok kearah timur, tepat dimana kelas 12 IPA 2 berada.
Langkahnya otomatis terhenti melangkah kala tau manusia-manusia yang sedang menghuni kelas tersebut. Disana, ada Ghibran, Arkan, dan Gery yang tengah asik dengan game di ponsel masing-masing. Dan sepertinya, mereka tidak ada yang menyadari keberadaan Salma disini.
"Ghibran!" Oke, bagus! Sekali panggilan lelaki itu lansung mendengarkannya.
"Ngapain lo kesini? Mau ngapelin Gery?" Salma lansung berdecak, dan--tunggu! Sejak kapan Gery dan Arkan sudah sadar dirinya disini? Satu lagi! bisa-bisanya Gery malah tersenyum tengil kearahnya?
"PD banget sih lo! Buruan anak MIPA 2 disuruh Pak Darmanto kelapangan! Kalian piket 'kan hari ini? Atau--" Belum juga Salma menyelesaikan ucapannya, Arka dan Ghibran sudah berlari terbirit-birit keluar kelas.
Gery masih berjalan santai keluar kelas. Langkahnya terhenti, tepat di depan Salma, menatap dalam wanita itu sesaat, lantas menunduk mensejajarkan tinggi nya dengan tinggi mantan kekasihnya itu, "Kalau mau kesini apalagi buat ketemu gue, gak papa kok," jeda sejenak "Gue selalu punya waktu buat lo, karna, disini," Gery menujuk dada kiri nya pelan, "Masih ada nama lo," ungkapnya. Tangannya terulur melepas bando boneka di kepalanya, dan memakaikannya diatas kepala Salma yang terbalut jilbab, sebelum Gery melangkah menyusul kedua sahabatnya ke Lapangan.
Salma masih mematung di tempat untuk sepersekian detik lamanya. Sepertinya, benar apa kata Bang Varo, dekat-dekat dengan Gery memang membahayakan proses on me move on nya.
****
"Salmaaa!" Fitri langsung menarik kursi yang berada di samping meja dan membawanya berhadapan lansung dengan Salma.
"Kenapa?" tanya Salma cuek.
"Lo semalem gak ketinggalan Momo 'kan? Lo dengerin Momo 'kan?" Sebelah alis Salma naik. Jadi, Fitri ikut mendengarkan siaran Momo semalam?
"Lo sadar sesuatu gak?"
Salma memilih bodo amat. Dia tahu, sebenarnya pembahasan ini tak lama memang akan mengarah pada Gery. Salma ingin terbebas dari lelaki itu, semua tentangnya, semua masa lalunya.
Terkadang ada sisi dimana ia harus menahan hati mati-matian kala orang lain mencoba membicarakan atau menyangkut pautkan masa lalu mereka. Berapa kali Salma harus mengatakan? Berapa orang yang harus ia jelaskan? Bahwa semua itu hanya masa lalu.
Mereka seharusnya membantu Salma bangkit, bukan kembali mengingatkan tentang kepingan-kepingan kenangan yang sudah ia coba hancurkan.
"Salmaaa ih! Lo dengerin gue gak, sih?" protes Fitri tak terima.
"Gue denger kok. Sangat denger bahkan," jawab Salma, pandangan gadis itu masih terfokus pada ponselnya. Hari ini, gantian jadwalnya menghafal surah Abasa. Sudah menjadi tekat awal, sejak pertama memutuskan masuk islam, Salma akan mengikuti mengamalkan apa yang diperintahkan. Mungkin, terkadang ia sering malu disaat gadis-gadis seumurannya sudah hafal ber juz-juz namun dirinya masih berkutat di juz 30.
"Terus kenapa diem terus?" Salma menutup ponselnya pelan. Tatapannya beradu dengan Fitri, lekat, sangat lekat.
"Fitri. Puisi semalem belum tentu dari Gery. Lo mau bilang kalau puisi itu dari Gery buat gue 'kan? Denger ya my best friend, Gery itu gak ahli di bidang Sastra. Udah deh, lo gak usah ngaco."
Fitri mendelik kesal, "Udah ah. Ngomong sama lo tuh kayak ngomongin batu lagi---" Bola mata Fitri memicing menatap benda bulat bermotif bulu-bulu putih yang tergeletak diatas meja.
"Ini, Apa? Dan sejak kapan lo ngoleksi Bando?"
"Bukan punya gue Fit!" sanggah Salma cuek.
"Terus? Masa iya punya Bang Va--"
"Dikasih Gery tadi pagi," potong Salma cepat.
Brak.
Fitri lansung berdiri tegak, pupil matanya membulat seketika.
"Jadi lo---"
"Gutten Morgen Every Body !"
Maura mendekat santai, sembari bermain-main manis dengan kipas legend miliknya.
"Gue punya kabar hot. Baru tuntas dari penggorengannya," katanya.
Mood Fitri tiba-tiba hilang, sedangkan Salma masih bodo amat. Maura memang seperti itu anaknya. Heboh dan selalu unggul dari gaya para siswa yang lain. Sampai-sampai Salma dan Fitri hafal salam pembuka saat gadis itu baru datang.
Gutten Morgen Every Body! Gimana? Kalian mau denger kabar baru gak? Masih anget! Baru keluar dari penggorengannya loh, kurang lebih seperti itulah Salam utama Maura.
Maura membungkuk, menopang berat tubuhnya dengan tangan yang bertumpu pada permukaan meja kelas Salma, "Gery, Ghibran, sama Arkan lagi dihukum dilapangan," bisiknya manis
Fitri spontan berdiri, membuat Salma menatap sahabatnya itu jengah.
Benar 'kan yang tadi dia fikir? Pasti sebentar lagi akan berbuat ulah mereka ini.
"Serius?" tanya Fitri. Maura mengangguk sebagai jawaban.
Air wajah Fitri langsung berubah drastis. Kini, pandangan gadis berkacamata tersebut menatap Salma penuh harap, "Ayo, donk Sal! Sekali aja," bujuk Fitri--yang menurut Salma sangat-sangat menggelikan.
"Lo gak liat? Udah mau masuk jam pelajaran Fit. Udah deh! Mending, kalian berdua balik ke meja kalian masing-masing sebelum Bu Neni masuk kelas!"
Fitri dan Maura berpandangan sejenak, dengan satu kedipan mereka berhasil menarik paksa Salma untuk keluar kelas.
"Lepas, gak? Apa-apaan sih kalian tuh!" Salma terus saja memberontak. Bahkan, saat ketiganya sudah sampai di ujung lorong koridor yang menghubungkan lansung dengan Lapangan utama.
"Udah deh Sal. Gak akan kita apa-apain kok! Cuma mau liat gery cs aja," ucap Maura.
"Gak! Lepasin geu atau gue te--"
"SALMA, MAURA, FITRI! NGAPAIN KALIAN DISITU?"
Mampus!
Ketiganya langsung saling berpandangan panik.
1.... 2.... 3....
"Kaburrrr,,,,"
Tingkah mereka tak lepas dari pandangan Gery, Arkan dan Ghibran.
Diam-diam Gery tersenyum tipis, "Bener-bener gak berubah."
"Masih Salma-nya Gery kok," lanjut Ghibran.
"Dan bakal milik Gery," Arkan menimpali.
Setelahnya, mereka bertiga tertawa bersama.
Tbc...
Yogyakarta 22 Maret 2021
Puputri_

Bình Luận Sách (78)

  • avatar
    MulyaniSRI

    bagus

    4d

      0
  • avatar
    MuzzamirMuzzamir

    Oky

    25d

      0
  • avatar
    Andes Rabbal Kurnia

    anjay

    15/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất