logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 2 Kematian Yunia

“Apa? Kau tak terima suamimu bersamaku!” ujar Duma yang kali ini berhasil mengumpulkan keberanian untuk berdiri tegak tepat di depan kakaknya yang tingginya sama persis dengan tingginya.
“Kau harusnya minta maaf, bukannya malah lari seperti pelacur begini!” teriak Yunia meluapkan kemarahannya.
Tak terima dengan perkataan kakaknya, dengan penuh tenaga wanita cantik ini segera mendorong sang kakak dari balkon rumah. Sayangnya dorongan yang dia lakukan terlalu kuat hingga Yunia terjatuh dan mendarat dengan kepala lebih dahulu ke tanah.
“Kakak!” teriak Duma tak percaya akan apa yang baru saja dia perbuat. Duma yang mulai panik kemudian meminta suami Yunia itu melihat kondisi istrinya di lantai satu rumah mereka, “Dika, kenapa kau diam saja, cepat tolong kakakku!”
“Tidak!” cegah Dika dengan tatapan mata yang tajam kearah Duma, “Nanti saja kita buat alibi jika kakakmu tak sengaja terjatuh saat berjalan!”
Duma setuju, dia lalu kembali ke kamarnya, begitu juga Dika.
“Yunia!” terdengar seorang wanita berteriak dari lantai bawah dan Dika segera memasang wajah sedih lalu menuruni anak tangga untuk melihat siapa yang menemukan tubuh istrinya terlebih dahulu.
“Yunia!” teriak Dika mengikuti teriakan suara wanita tadi yang ternyata mertuanya, dia lalu ikut membuka pintu rumah dan menghampiri mertuanya memindahkan tubuh Yunia yang sudah bersimbah darah di atas tanah berlapis paving blok di halaman.
“Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana mungkin ini terjadi, Dika!” tangis ibu mertua Dika yang mulai menangis sejadinya.
“Tak tau aku, Bu. Tadi, Yunia, pamit pergi kerja dan aku bergegas tidur!” tutur Dika dengan air mata buayanya.
Tak ingin alibinya terbongkar, Dika segera memanggil adik iparnya yang masih berada di lantai dua rumah, “Duma... Duma!”
Dika lalu melangkah menaiki anak tangga dan memanggil Duma dengan suara lebih kencang.
“Turun, jangan sampai ibumu tau apa yang terjadi barusan!” tegas Dika lalu menarik tangan Duma yang nampak enggan untuk melihat kondisi kakaknya yang terjatuh karena ulahnya.
“Iya, tapi jangan kau tarik tanganku nanti ibuku curiga!” tutur Duma yang masih bisa tersenyum setelah kejadiaan naas yang menimpa Yunia.
“Iya, tapi cepat pasang wajah sedihmu. Aku tak mau orang curiga!” lanjut Dika lalu kembali menghampiri tubuh Yunia.
Tak lama kemudian ibunda Yunia segera melaporkan kecelakaan yang menimpa putrinya kepada tetangga terdekat dan tak lama tetangga mulai berdatangan untuk melihat kondis dari Yunia yang sudah di pastikan tak bernyawa.
“Nanti kita cerita apa kalau ada yang tanya?” tanya Duma mencoba menyari siasat untuk lepas dari tanggung jawab.
“Aku tadi bilang jika kakakmu pergi kerja dan kita tidur di kamar masing-masing tau-tau ibumu teriak saat menemukan Yunia sudah bersimbah darah di atas paving!”
Duma menganangguk, dia tentu tak mau sampai salah berucap saat di tanya tetangga nantinya, dengan sigap dia segera memasang wajah sedih meski sesekali masih bisa tersenyum karena berhasil menyingkirkan kakaknya yang mengetahui perselingkuhannya dengan Dika, suami kakaknya yang tampan dan rupawan.
**
Keesokan Harinya.
Pagi harinya tubuh Yunia segera di makamkan, semua sepakat jika wanita cantik yang baru menikah 6 bulan ini terjatuh dari balkon lantai dua karena memang kondisi balkon yang licin karena lumut.
Kemungkinan itu semakin diperkuat dengan adanya tapak kaki Yunia di dekat balkon yang seperti terpeleset di sana.
Setelah cerita itu terbentuk, kini Dika dan Duma kini nampak lebih tenang. Mereka bahkan udah bisa berbincang dengan para tamu tanpa ada rasa penyesalan sedikitpun di wajah mereka.
“Wah, kita benar-benar beruntung. Kalau kakakku sudah mati berarti aku bisa segera menikahimu, kan?” tanya Duma saat para tamu sudah mulai beranjak pulang.
“Tenang sedikit, masa baru saja kakakmu dikebumikan kau sudah bicara soal pernikahan!” tegas Dika yang risih akan perkataan adik iparnya ini.
“Dika, jangan begitu. Aku sudah sampai sejauh ini masa kau tak ingin meresemikan cinta kita!”
“Iya, tapi nanti dulu. Kau mau ibumu curiga akan kematian kakakmu. Bisa dilaporkan polisi kita kalau sampai ketahuan membunuh Yunia!” tegas Dika yang semakin kesal dengan desakan Duma.
“Hhhm, ya sudah. Aku akan sabar menanti. Tapi jangan lama-lama!” gerutu Duma lalu kembali ke kamarnya karena lelah dengan banyaknya tamu yang melayat ke rumahnya.
Melihat Duma yang menuju kamarnya, Dika lalu menghampiri ibu mertuanya yang masih saja menangis di kamarnya. Sungguh kepergian Yunia adalah hal yang sangat dia sesali terlebih putrinya itu adalah tulang punggung keluarganya selama ini.
“Ibu!” sapa Dika dengan lirih.
“Nak, kenapa ini semua bisa terjadi! Padahal aku kemarin sudah bilang kepada Duma untuk membersihkan lumut di balkon, kok bisa-bisanya ini menjadi pertanda akan kepergian istrimu, Nak!” sesal Ibu dengan terus memeluk pigura bergambar Yunia yang sedang tersenyum.
“Iya, Bu. Ini takdir. Kita sudah tak bisa berkata-kata lagi. Ibu yang sabar ya!” pinta Dika lalu mengelus lembut wajah Ibu yang mulai keriput.
“Iya, ini takdir yang kejam. Padahal kalian baru menikah 6 bulan, Dika!”
Dika terus menenangkan ibunya namun karena kesedihan yang dalam ibu mertuanya ini masih saja terus menangis.
Brak...
Tiba-tiba pintu kamar tempat Ibu dan Dika tertutup seperti dibantingkan oleh seseorang.
“Woh, kaget aku!” teriak Dika spontan.
“Tak apa, mungkin hanya angin. Kau kembalilah ke kamarmu, Ibu mau istirahat dulu!” tutur Ibu lalu meletakkan pigura foto Yunia di samping bantalnya.
“Baik, Bu. Dika, juga masih sangat mengantuk!” tutur Dika yang kemudian melangkah menuju pintu kamar yang tertutup rapat itu.
Pria tak setia!
Tiba-tiba Dika seperti mendengar seseorang mengumpatnya dari dekat.
“Oh, apa itu!” Dika membelalakkan matanya lalu melihat sekeliling kamar ibu mertuanya untuk memastikan dari mana asal suara itu.
“Apa, Nak?” tanya Ibu lalu bangkit dari pemabaringannya.
“Tidak, tadi seperti ada yang mengumpatku!” tutur Dika lalu memutar gagang pintu kamar dengan peralahan.
Kreeek...
DIka mencoba memutar gagang pintu itu tapi tak berhasil, semakin dia berusaha membuka pintu semakin keras putaran gagang itu.
“Kau kenapa?” tanya Ibu lalu menghampiri Dika yang kebingungan.
“Ini, gagang pintunya macet. Mungkin kurang oli!” Dika melebarkan senyumnya sambil terus berusaha membuka pintu.
Ibu yang merasa pintunya tak pernah bermasalah, lalu menghampiri Dika dan membantu menantunya itu membuka pintu kamar dengan tenanga seadanya.
“Bisa kok!” ujar Ibu sambil menarik pintu membuat Dika mengerenyitkan dahinya tak percaya.
“Oh, aku pikir pintunya rusak!” ujar Dika lalu melangakah keluar dari kamar ibu mertuanya.
“Tak pernah ada pintu yang sulit terbuka jika kau membukanya dengan hati, Nak!” canda Ibu yang meihat Dika begitu tegang dengan kejadian tadi.
“Huuft, ada-ada saja!” tutur Dika lalu kembali pamit untuk menuju kamarnya di lantai dua.
Baru saja menginjakkan kakinya di anak tangga kelima, Dika merasa ada orang yang memukul pahanya keras sehingga dia kehilangan keseimbangannya dan kembali terjatuh ke lantai satu.
Brakkk...
Tubuh kekar Dika tersungkur tepat di kaki seorang wanita berbaju perawat yang berdiri tak jauh dari tangga yang akan dinaiki Dika.
“Oh, maaf. Kau hanya tak melihat tangga aku tapaki!” ujar Dika lalu berusaha bangkit dari tempatnya.
“Mmm... kau kena sial, Tuan!” ujar wanita itu yang wajahnya tak telihat jelas oleh Dika.
Dika yang berhasil bangkit kemudian mulai membersihkan bajunya yang jadi kotor karena tersungkur, namun saat dia menangkat wajahnya untuk melihat siapa wanita yang tadi ada di bawah tangga dia terkaget karena wanita itu telah pergi.
“Eh, cepat sekali perginya!” gumam Dika yang kembali menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Bình Luận Sách (34)

  • avatar
    KasmisantyAndi

    semangat nulisnya thor... sy suka ceritanya gak serem2 amat

    24/02

      0
  • avatar
    Darma Darma

    bagusss

    03/04/2023

      0
  • avatar
    Claudya Sawai

    good

    03/03/2023

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất