logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 7 Dua Gadis SMA

Misteri di Rumah Bidan Lina
Part 7
***
Ada kira-kira sekitar 10 sampai dengan 15 detik suara gedoran di pintu kamar mandi belakang masih berlangsung. Dengan irama yang terus menerus tanpa jeda sekali pun. Suaranya sangat keras dan memekakan telinga. Seperti orang yang sedang meluapkan rasa marah. Membuat diri ini benar-benar merasa sangat ketakutan. Seluruh badanku gemetaran, kedua lutut seketika terasa lemas, seakan dilepas semua tulangnya dari kulit yang menempel.
Aku hanya bisa diam menahan rasa takut yang teramat sangat, sembari menahan napas. Sebab aku merasa seolah-olah orang atau siapa pun itu yang sedang berada di luar menggedor pintu kamar mandi akan mendengar suara helaan napasku. Sungguh situasi yang sangat menegangkan dan memacu adrenalin, membuat kerja jantung menjadi tak teratur.
Ingin rasanya diri ini berteriak dengan sekerasnya, agar Bu Lina atau Pak Tobing mendengar lalu datang ke belakang rumah untuk melihat apa yang tengah terjadi. Tapi aku merasa ragu, apa nanti bakalan ada yang mendengar suara teriakan itu? Karena letak kamar tidurku terpisah lumayan jauh dengan rumah utama Bu Lina.
Jarak dari pintu kamarku ke rumah utama Bu Lina ada sekitar 10 meter. Itu pun baru di bagian belakang (dapur). Bukan ruang tengah, dimana biasanya Bu Lina bersama suami dan anaknya berkumpul.
Aku bernapas dengan lega, saat suara gedoran di pintu kamar mandi itu akhirnya tak terdengar lagi. Hampir saja aku mati lemas karena menahan napas saking merasa takut tadi. Beberapa kali aku menghela napas dalam, kemudian mengembuskannya secara perlahan, sampai detakan jantung mulai terasa normal kembali.
Perlahan aku lantas membuka pintu kamar mandi, lalu bergegas masuk ke kamar tidurku tanpa menoleh lagi ke kanan dan ke kiri. Kemudian segera mengunci pintunya dan menarik selimut sampai menutupi wajah. Dengan sekuat tenaga aku berusaha untuk memejamkan mata dan tidur kembali. Karena hari memang masih malam.
***
Keesokan harinya, aku terbangun ketika sayup-sayup terdengar suara azan subuh berkumandang. Perlahan aku membuka selimut yang menutupi seluruh badan. Aku merasa sangat kegerahan. Tubuh ini basah oleh keringat, sebab beberapa jam lamanya aku tidur di dalam selimut.
Aku lalu beranjak dari tidur dan duduk sejenak di tepi ranjang. Sembari merentangkan kedua tangan ke atas dengan menautkan semua jari. Dan merentangkan kedua kaki seraya memijitnya perlahan.
Setelah nyawaku terkumpul semua, aku segera pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudu. Dan sengaja pintunya aku biarkan terbuka, saat diri ini sedang berwudu.
Aku tak ingin terlambat mengerjakan salat subuh hanya gara-gara merasa ketakutan karena ada yang menggedor pintu kamar mandi. Setelah selesai, aku bergegas masuk lagi ke kamar tidur, kemudian mendirikan salat.
Sekitar pukul enam pagi, aku keluar dari dalam kamar. Aku lalu melihat-lihat sekeliling kamar tidurku sebentar. Hari sudah mulai terang, jadi semua bisa terlihat dengan sangat jelas. Tak ada satu pun benda di luar kamar yang tampak menakutkan sebetulnya. Semua terlihat biasa saja. Sangat jauh berbeda dengan tadi malam.
Dengan masih merasa was-was, aku lantas buru-buru pergi mandi. Sambil mengguyur air ke seluruh badan, sesekali mata ini mengawasi pintu kamar mandi. Aku sudah merasa siap jika tiba-tiba saja ada yang menggedor pintu lagi seperti sebelumnya. Tapi sampai aku selesai mandi, tak terdengar suara gedoran di pintu.
Setelah berpakaian rapi, aku menuju ke rumah utama Bu Lina yang pintu dapurnya sudah tak dikunci lagi. Pasti karena Bu Lina sudah pergi ke dapur. Seperti kemarin pagi, tampak Bu Lina sedang sibuk merapikan baju seragam Edo, dan Pak Tobing sedang membaca koran.
Aku kemudian menghampiri Bu Lina dan mengucapkan selamat pagi padanya. Bu Lina membalas salamku tanpa menoleh ke arahku, sebab dia masih saja sibuk dengan anak lelakinya itu.
"Eh … Nopi, hari ini saya akan pulang sore bareng Ayah-nya Edo. Nanti kamu tutup saja pintu dan semua gorden, kalau sudah waktu magrib tiba kami belum sampai di rumah. Itu tadi saya sudah masak, kamu makan saja untuk sarapan," kata Bu Lina sambil terus merapikan baju Edo.
"Baik, Bu," jawabku.
Sekilas aku melirik ke arah Pak Tobing yang sedang asik membaca koran. Seperti biasanya, dia bergeming, fokus dengan koran yang ada di tangannya.
[Apa Pak Tobing ya, yang iseng selalu menggedor pintu kamar mandi belakang tiap aku ada di dalam? Tapi … rasanya nggak mungkin, karena waktu kemarin siang juga ada yang menggedor pintu kamar mandi itu. Padahal mereka bertiga sudah pergi dari rumah ini. Jadi siapa dong yang melakukannya?]
"Hey! Nopi …! Ngapain kamu berdiri sambil bengong di situ? Sarapan dulu sana," kata Bu Lina mengagetkan.
"Oh … eh … nanti saja, Bu. Saya masih belum lapar," kataku gugup, karena saking kaget.
Kemudian aku buru-buru pamit pergi ke kamar praktik. Lantas membuka pintu dan semua gorden yang ada di ruangan itu. Setelah selesai, aku lalu mulai menyapu, mengepel dan membersihkan seluruh ruangan hingga terlihat bersih dan rapi.
Setelah selesai mengerjakan semua pekerjaan, aku lalu membaca-baca buku kunjungan pasien. Ternyata pasien Bu Lina memang sepi. Tak pasti ada pasien yang datang berkunjung setiap harinya. Aku membaca dalam satu bulan tak sampai 30 orang pasien yang datang berkunjung. Itu pun hanya pasien akseptor KB ulangan. Mungkin selain karena Bu Lina jarang berada di tempat, juga karena dia dan Pak Tobing orangnya judes dan sombong. Seperti yang pernah aku dengar dari para tetangga sekitar rumah ayah yang sedang berbelanja sayur di Mang Supi.
Tak lama kemudian, Bu Lina, Pak Tobing dan Edo berangkat. Aku lalu berpindah duduk di teras depan seperti hari kemarin sambil membaca sebuah buku cerita.
Baru sekitar 10 menit aku berada di teras depan, datang dua orang perempuan. Sepertinya mereka masih sekolah, karena mereka berdua masih memakai baju seragam putih abu. Aku mengernyitkan kening. Ada keperluan apa perempuan itu datang ke rumah Bu Lina? Aku membatin.
"Mat pagi, Mbak. Apa Bu Bidan-nya ada?" tanya salah satu dari mereka.
"Bu Lina maksudnya?" Aku balik bertanya.
Mereka mengangguk. "Iya, Mbak. Bu Bidan Lina. Apa dia ada?" tanya perempuan itu lagi.
"Bu Lina sudah berangkat. Ada perlu apa, nanti saya sampaikan," jawabku.
Kedua orang perempuan itu saling berpandangan, lalu mereka memandang wajahku. Seakan merasa ragu untuk mengatakan sesuatu. Aku menunggu sekitar dua menit, tapi mereka tak juga mengatakan maksud kedatangan mereka ke rumah Bu Lina. Tentu saja hal itu malah membuatku jadi merasa penasaran. Mau apa sebenarnya mereka berdua mencari Bu Lina?
***
Bersambung

Bình Luận Sách (310)

  • avatar
    Syaliza

    the best story..saya baca dalam masa sehari ja🤣memukau betul cerita dia..suka sangat..inilah nama dia..cerita yg hidup😂teruskan menulis dan buat cerita yang lebih mantapp..wookkkeyyy🥰

    03/02/2022

      2
  • avatar
    ApriliusBelva

    alur ceritanya bagus-bagus mudah di mengerti dan ga buat bingung si pembaca 😘

    30/01/2022

      1
  • avatar
    BangYudha

    Mantap! jalan ceritanya antara horror dan sedikit misteri buat hati jadi sangat penasaran bacanya

    30/01/2022

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất