logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

DIARY OF KATRINA

DIARY OF KATRINA

Herofah


1. BERAWAL DARI GAME

Banyak orang bilang, katanya aku perlu menjadi orang lain untuk merasakan bahagia. Keluar dari zona kehidupanku yang terlewat sempurna.
Aku cantik. Aku pintar. Aku hidup dalam keadaan serba berkecukupan.
Tanpa mereka tahu, kehidupanku yang sebenarnya.
Aku yang bahkan berpikir, lebih asik hidup menjadi seekor burung daripada seorang manusia.
Pada suatu ketika aku melihat burung-burung itu terbang bebas di angkasa, aku pasti selalu tersenyum. Inginku seperti mereka.
Hinggap dari satu pohon ke pohon yang lain. Bercuit-cuit santai tanpa harus perduli alam sekitar. Cukup hanya dengan perut kenyang lantas bisa kembali terbang untuk berpetualang. Mengarungi luasnya jagat raya. Temui aneka ragam elok rupa. Dan melintasi cakrawala.
Ahhh.. Dunia seindah apa dirimu?
Lagi-lagi aku hanya bisa bergumam dalam hati, saat aku memandang ke arah angkasa luas yang tak bertepi pandang. Sejauh mata memandang hanya ada kelam yang membayang. Seindah apapun antariksa, aku tak akan pernah bisa menggapainya. Bisaku hanya berdoa, supaya Tuhan bisa mengirimkan malaikat bersayap yang suatu hari nanti bisa mengajakku terbang ke sana.
Mengarungi alam semesta.
Meski, entah kapan?
Seperti biasa, di setiap malam yang aku lewati sebelum beranjak tidur, aku suka berlama-lama terdiam di sisi jendela kamarku sambil memandangi langit.
Kadang aku hanya melamun, tapi tak jarang juga aku menyambi sambil menulis buku diary.
Meski, buku diary itu sampai detik ini masih kosong.
Hampir tak ada hal menarik dalam sela keseharianku yang bisa aku tulis di dalam buku itu. Hari-hariku monoton dan sangat membosankan.
Berangkat sekolah, pulang sekolah, tidur siang, menunggu Bunda pulang kantor di sore hari. Belajar, makan malam bersama Bunda, lalu tidur.
Sudah.
Seperti itu.
Setiap hari.
Bahkan di saat weekend tiba aku pun lebih sering menghabiskan hariku di kamar. Atau merecoki Bi Nani memasak di dapur.
Dan semua itu terjadi bukan tanpa alasan.
Di sekolah, aku adalah anak yang sangat pendiam dan sama sekali tidak memiliki teman, kecuali Anggia. Tetangga di sebelah rumahku.
Kalian mau tahu, alasan kenapa aku seperti ini?
Kenapa aku sangat menutup diri?
Mungkin mereka berpikir aku ini pemalu, introvert, penakut, pengecut.
Tapi percayalah, sebenarnya aku tidak seperti itu.
Aku begitu, semua karena Bunda.
Bunda yang terlalu over protektif. Bunda yang terlalu membatasi pergaulanku. Bunda yang hampir selalu melarangku keluar rumah jika tidak ada urusan yang bersangkutan dengan sekolah atau pelajaran.
Jujur, aku takut pada Bunda. Aku takut jika Bunda marah. Aku takut jika Bunda sudah mulai mendiami aku. Karena aku tahu, aku tanpa Bunda, bukanlah apa-apa. Hanya seorang gadis remaja berusia lima belas tahun yang manja dan bodoh.
Aku beringsut dari sisi jendela kamarku, menutup jendela itu dan berniat untuk segera tidur karena besok aku ada ujian lisan di sekolah.
Hafalan vocab dengan Miss Shinta. Guru Bahasa Inggrisku di sekolah.
Seperti biasa sebelum tidur, aku selalu menonaktifkan ponselku karena sinyal radiasinya tidak baik bagi kesehatan jika dibiarkan dalam posisi menyala.
Aku hendak menekan tombol daya untuk mematikan ponsel, saat tiba-tiba aku mendapatkan satu notif baru dari sebuah game online yang seringkali aku mainkan jika sedang bosan di kamar.
Nama Gamenya, Hugo.
Aku membuka notif itu, dimana isinya adalah ajakan untuk bermain salah satu permainan adu ketangkasan di sana. Dan saat permainan itu berlangsung, aku dan lawan main dalam permainan itu bisa saling mengobrol seperti sedang teleponan.
Aku mendesah tertahan saat melihat nama yang tertera di sana, Reyhan.
Ah, dia lagi! Pasti mau minta nomor Hp ku lagi deh.
Cukup lama aku berpikir, sebenarnya aku juga belum mengantuk. Nggak ada salahnya juga kalau aku bermain sebentar.
Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang tempat tidurku, mencari posisi ternyaman dan mulai menekan tombol hijau tanda aku menyetujui ajakan itu.
Kami pun mulai bermain.
Aku menyalakan tombol loud speaker supaya bisa saling bercakap dengan lawan mainku dalam game yang saat ini sedang aku mainkan.
"Hai, cantik?" sapa sebuah suara di sana. Suara lawan mainku. Dia Reyhan.
Aku mendengus sebal. Darimana dia tahu aku cantik? Melihat wajahku saja belum pernah!
"Nggak usah sotoy! Tahu dari mana kamu kalo aku cantik?" ucapku menyambut sapaan itu.
Aku mendengar Reyhan tertawa. Jujur, aku suka sekali mendengar laki-laki itu tertawa. Seolah-olah tawanya itu sangat lepas, tanpa beban. Padahal dia bilang, dia itu hanya seorang pengamen jalanan yang suka menyambi jadi kenek bis metromini. Sudah aku duga, pasti wajah laki-laki ini jelek. Kulitnya hitam, hangus terbakar matahari dan tubuhnya bau keringat. Ih... Aku jadi bergidik sendiri membayangkan sosok seorang Reyhan si anak jalanan itu, yang sudah sejak satu bulan terakhir menjadi partner setiaku bermain di game Hugo.
Setidaknya, bermain game bersama Reyhan itu membuat rasa bosanku hilang, bahkan aku seringkali tertawa-tawa sendiri di kamar jika aku dan dia sudah saling adu mulut membahas sesuatu yang sebenarnya tidak penting.
"Akukan punya cermin ajaib, bisa nebak wajah kamu dari kejauhan, hehehe," sahut Reyhan, dia tertawa lagi.
"Gombal banget sih!" makiku berpura-pura kesal, padahal aku senang mendengar Reyhan yang sering kali menggombaliku dengan gombalan-gombalan recehnya yang terdengar garing tapi lucu.
"Trina, kitakan udah kenal satu bulan nih, masa aku belum di bolehin minta nomor kamu sih? Ayo dong, jangan pelit jadi cewek! Orang pelit kuburannya sempit tau,"
Tuhkan! Apa aku bilang tadi, sudah kuduga, pasti dia lagi-lagi masih berusaha meminta nomor Hpku deh! Hmmmm, kasih nggak ya?
"Ya udah, aku kasih, tapi dengan satu syarat?" kataku pada akhirnya.
"Apa aja syaratnya aku jabanin! Jangankan satu, sepuluh juta syarat kalau buat kamu pasti aku penuhin, hahaha..." kata Reyhan sok iye, membuatku tersenyum masam. Dasar cowok narsis tukang gombal!
"Jangan sms atau telepon duluan kalau aku nggak hubungin kamu duluan, oke?" kataku menyampaikan syarat yang harus dia penuhi.
"Wah, kenapa begitu? Pasti takut ketauan sama cowok kamu ya? Hehehe,"
"Ih, nggak usah sok tahu deh! Orang aku nggak punya cowok kok!" kataku jujur, meski kejujuranku itu justru membuat Reyhan semakin menggila untuk menggodaku. Membuatku emosi.
"Ya udah terserah kamu aja mau berpikiran apa, yang penting aku udah bicara jujur sama kamu, kalau kamu nggak mau juga nggak apa-apa, aku nggak bakal kasih nomor aku ke kamu," cecarku dengan suara keras.
"Iya-iya, ih galak banget, lagi PMS ya Neng? Hahaha,"
"Tau ah, becanda mulu, aku tutup nih permainannya," ancamku sok kesal padahal aku sedang berusaha menahan tawa.
"Iya cantik, jangan dong. Aku kan masih mau ngobrol sama kamu, kangen tau,"
"Ih, mulai genit,"
"Ya udah nanti kirimin nomor kamu ya, aku tungguin loh. Udahan dulu ya, aku mau lanjut ngamen dulu nih, temenku udah balik soalnya, bye Katrina yang cantik, muach!"
Aku meringis sendiri sambil memperhatikan layar ponselku. Meski setelahnya aku jadi tersenyum geli.
Setelah mengirim nomor ponselku pada Reyhan, aku pun beranjak untuk tidur.
Senyum di wajahku masih terus terukir. Aku jadi membayangkan, bagaimana sosok Reyhan yang sebenarnya ya?
Apa iya wajah laki-laki itu benar-benar jelek seperti dugaanku?
Tapi, yang namanya anak jalanan, seorang pengamen pula, pasti tampangnya tidak jauh-jauh dari wajah preman-preman menyeramkan yang sering aku temui di lampu merah setiap kali Bunda mengantarku ke sekolah.
Meski, dari suaranya, aku justru merasa kalau dia itu adalah seorang laki-laki baik.
Entahlah!
Kenapa aku malah jadi memikirkan dia sih?
Huft!

Bình Luận Sách (44)

  • avatar
    Wyn Wi

    seruuuuy!!!!!!

    27d

      0
  • avatar
    mochkhalifkhalif

    cerita yang sangat dahsyat

    06/07

      0
  • avatar
    atiqahnurul ainaa

    Friendship

    02/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất