logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 5 - Tragedi Ban Mobil

Bab 5
Tragedi Ban Mobil
"Jangan julid kalau gak mau dikerjain."
*Wahyudi*
***
Pukul 5 pagi, aku dan Pak Broto sudah bangun, mereka segera bergegas ke masjid untuk melaksanakan salat Subuh. Rutinitasku selama di sini adalah Subuh berjamaah di masjid terdekat. Bukan karena aku ingin pencitraan, apalagi karena ingin terlihat alim, nasihat Pak Broto-lah yang membuatku berpikir dan memutuskan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Sepulang dari masjid, Bu Sarawiah masih sibuk memasak di dapur, belum ada tanda-tanda induk semangku itu memperbaiki ban mobil yang kempes karena ulahnya. Iseng, aku mulai melakukan aksi drama telenovela kesukaan emak-emak. Lawan bicaraku tentu Pak Broto.
"Pak, hari ini kita lihat proyek jam enam pagi, 'kan?" tanyaku.
"Iya, jam enam pagi Yud, kamu cek mobil, Yud, sudah gak kempes lagi atau masih kempes!" perintah Pak Broto.
Bergegas, aku mengecek mobil perusahaan, dan benar saja bannya masih tetap kempes.
"Masih kempes, Pak!" teriakku dari luar.
"Baik, temani Bapak ke rumah Pak kades ya, Bapak mau melaporkan tindakan Bu Sarawiah!" teriak Pak Broto agar didengar Bu Sarawiah.
"Siap, Pak! Aku panasi mesin motor dulu, ya," kataku.
Entah karena takut, Bu Sarawiah buru-buru menemui kami.
"Pak, ban mobilnya biar segera dipompa sama Bani ya, tunggu sebentar, saya lupa memberitahu Bani," ucap Bu Sarawiah.
"Kenapa gak dikasih tahu, Bu, saya dan Wahyudi mau ke proyek jam enam pagi, Bu, bisa terlambat kalau menunggu ban mobilnya bagus lagi," kata Pak Broto.
"Iya, maaf ya Pak, saya ... saya lupa," kata Bu Sarawiah.
"Lagian, ngapain sih Ibu pakai buat ban mobilnya kempes, kalau begini 'kan kami jadi repot!" seru Pak Broto.
Bu Sarawiah hanya menunduk. Aku yang mendengarkan perdebatan mereka hanya bisa cekikikan. Setelah puas tertawa, aku kembali beraksi.
"Motornya sudah panas, Pak, mari kita lapor Pak Kades!" teriakku dari luar.
"Iya, sebentar," jawab Pak Broto.
"Udahlah Bu, saya lapor Pak Kades saja, saya gak betah kalau tinggal di indekos yang induk semangnya jahat seperti Ibu," ujar Pak Broto.
Merasa tak terima dilabeli jahat, Bu Sarawiah malah marah-marah.
"Pak, saya jahat apa sih? Apa karena saya kempesin ban mobil kalian? Saya 'kan cuma iseng aja, bukan berarti jahat! Sepuluh ban mobil juga akan saya belikan sekarang! Cuma empat saja yang saya kempesin, udah mau lapor sama Pak Kades!" omel Bu Sarawiah.
"Kalau memang Ibu mampu beli sepuluh ban mobil seperti itu, buktikan! Jika ada buktinya, saya tak jadi melapor pada Pak Kades atas tindakan Ibu yang tak menyenangkan ini!" tantang Pak Broto.
Bu Sarawiah terlihat mati kutu, ia tak bisa berkata apa pun.
"Bagaimana, Bu? Sanggup beli 10 ban mobil? Saya tunggu dua jam dari sekarang! Jika saya dan Wahyudi pulang ban mobil yang Ibu janjikan belum ada, terpaksa, saya akan melaporkan tindakan Ibu pada Pak Kades, kalau perlu ke polisi sekalian!" kata Pak Broto.
Aku yang mendengar penuturan Pak Broto tertawa terbahak-bahak, bisa akting juga ternyata bapak angkatku itu.
"Pak, ayo, keburu siang!" teriakku lagi.
Pak Broto menemuiku, meninggalkan Bu Sarawiah yang terdiam membisu karena ditantang membeli 10 ban mobil.
***
"Gimana akting Bapak, Yud, udah seperti pemeran telenovela, belum?" tanya Pak Broto saat kami di perjalanan menuju proyek irigasi.
"Udah mantap, Pak. Bapak seriusan mau nyuruh Bu Sarawiah beli ban mobil?" tanyaku.
"Ya serius, kenapa memangnya?" tanya Pak Broto.
"Lah, buat apa ban sebanyak itu, Pak? Lagian ban mobil kita kan masih bagus," kataku.
"Ya, buat dijual lagi, Bapak mau tahu saja, benar tidak Bu Sarawiah membeli ban sebanyak itu, harga satu ban kan lumayan mahal, satu juta satu ban, kalau sepuluh, ya sepuluh juta," kata Pak Broto.
"Bapak ini, kalau sempat benar dibeli Bu Sarawiah, bagaimana?" tanyaku.
"Ya, gak gimana-gimana, bisa dijual, uangnya buat kita bagi-bagi," kata Pak Broto lagi.
"Bapak ini, kalau ngerjain orang gak tanggung-tanggung," celotehku.
***
Siang hari, aku dan Pak Broto sudah tiba di indekos, kami mencari keberadaan Bu Sarawiah, tetapi tak kami temukan batang hidungnya.
"Yud, coba kamu cek ban mobil," titahnya.
Aku kembali mengecek ban mobil tersebut, sudah tak kempes lagi memang.
"Udah gak kempes, Pak, udah aman," kataku.\
"Baguslah, berarti sudah dipompa Bu Sarawiah," kata Pak Broto.
"Bapak gak mau minta ban mobil yang sepuluh itu sama Bu Sarawiah?" tanyaku.
"Hahaha, ada-ada saja kamu, ban mobilnya juga udah gak kempes, buat apa ban mobil baru untuk kita," kata Pak Broto.
Aku mengangguk setuju.
"Pak, aku kok gak lihat Bu Sarawiah, jangan-jangan dia memang benar ke kota, membeli ban mobil," ucapku.
"Biarkan saja Yud, kalau memang dia benar membeli ban, berarti dia seorang Sultan," kata Pak Broto.
***
Hari sudah sore, tetapi Bu Sarawiah belum menampakkan batang hidungnya, aku yang penasaran bertanya pada Bani, anak Bu Sarawiah yang kebetulan lewat.
"Ban, Bani, Ibu di mana?" tanyaku.
"Ibu pergi, Bang, katanya mau beli ban mobil di kota," kata Bani.
Mendengar jawaban Bani, membuatku tersenyum-senyum.
"Ban? Ban untuk apa?" tanyaku pura-pura bingung.
"Kata Ibu, buat ganti ban mobil perusahaan Abang, disuruh Pak Broto beli sepuluh," jelas Bani.
"Loh, bukannya Pak Broto cuma minta dipompa," ujarku.
"Iya, itu sudah kupompa, Bang, tetapi Ibu ngeyel, katanya mau beli sepuluh ban mobil," jelas Bani lagi.
"Buat apa sepuluh ban mobil? Saya gak ada nyuruh Ibumu beli sepuluh ban mobil," Pak Broto bersuara saat mendengar percakapanku dengan Bani.
"Loh, masa Bapak gak ada nyuruh?" tanya Bani.
"Gak ada," kata Pak Broto.
"Mungkin, Ibumu salah dengar, ya sudah, biarkan saja kalau Ibumu benar membeli ban mobil itu," ucapku.
"Jangan dong, Bang, uang tabunganku itu yanng diambil Ibu tadi, buat beli ban mobil itu," kata Bani cemas.
Pak Broto tertawa melihat ekspresi cemas Bani.
"Ya udah, kamu susul Ibumu ke kota, bilang, jangan beli ban mobil, beli mobilnya aja sekalian," kata Pak Broto tertawa.
Saat Bani memanaskan motornya, Bu Sarawiah pulang dengan muka lesu.
"Bu, Ibu gak jadi beli ban mobilnya 'kan?" tanya Bani.
"Gak jadi, uangnya kurang. Satu ban mobil masa harganya sejuta!" sungut Bu Sarawiah.
"Emang Ibu bawa uang berapa?" tanyaku.
"Lima puluh ribu, itu juga uang tabungan Bani," ucap Bu Sarawiah lirih.
"Bu, mana cukup uang lima puluh ribu buat beli ban mobil baru, makanya Bu, kalau ngomong jangan asal bicara, begini akibatnya!" seru Pak Broto.
Bu Sarawiah hanya menunduk malu. Sementara aku, berusaha menahan tawa karena lucu dengan tingkah Bu Sarawiah. Makanya Bu, jangan julid kalau gak mau dikerjain.

Bình Luận Sách (47)

  • avatar
    Agnes Diah Lestari Baene

    bagus💖lanjut

    16d

      0
  • avatar
    KurniatiIfa

    bagus

    12/02/2023

      0
  • avatar
    alifah ilyana

    good👏🏻👏🏻

    12/09/2022

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất