logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 7 Siapa yang membuntuti?

"Astagaaaa." Tukijo menjauhkan wajahnya dari Tuti. "Aku harus cari cara untuk kabur," gumamnya berpikir. 
Suara bel masuk berbunyi, tapi karena tidak dilaksanakan upacara bendera, maka satu jam pelajaran kosong.
Tukijo merasa kesulitan menghadapi Tuti. Kebetulan bunyi bel bisa dijadikan alasan olehnya. Dia melihat di sebelah kanan Tuti ada celah.
"Maaf, udah bel masuk. Aku mau ke kelas." Dengan cekatan Tukijo mundur selangkah lalu bergerak ke sisi kanan Tuti, menghindari Ipul yang berada di belakang Tuti.
Tukijo berhasil melewati Udin dan gengnya lalu dia berlari di karidor depan ruang guru menuju jalan beraspal. Kemudian dia berbelok ke timur bermaksud ke kelas dengan jalur memutar melewati jalan beraspal yang terletak di sepanjang kelas XII IPS.
"Asep! Hadang dia dari belakang ruang musik!" perintah Udin. Asep adalah yang tercepat diantara mereka. Dengan gesit dia berlari diikuti oleh Udin, Ipul dan Tuti.
Tukijo samar-samar mendengar ucapan Udin. Dia berbalik arah ke sebelah barat kelas XII IPS 1. Kemudian berjalan pelan melewati parkiran belakang kelas IPS.
"Mana sih, tu anak? Perasaan tadi lewat sini!" ucap Asep menengok ke sana ke mari.
"Gimana Sep? Mana tu anak?" tambah Udin.
"Nggak ada, Din. Kayaknya dia ngumpet," sahut Asep.
"Biar kucari di tempat parkir belakang kelas IPS," imbuh Ipul.
"Oke, aku cari di lapangan futsal," lanjut Asep.
"Aih, udah ngilang aja. Padahal dikit lagi kena cium," gerutu Tuti kesal.
Udin bergerak mengikuti Asep, dan Tuti mengikuti Ipul.
Tukijo berjongkok bersembunyi di antara jajaran motor yang memanjang dari kantin hingga belakang Lab. TIK. Dia melihat jas hujan plastik di motor seseorang. Kemudian Tukijo mengambilnya dan memakai jas hujan tersebut. Dia kembali berjongkok menghadap pagar menyembunyikan tubuhnya.
"Ah, sial! Kenapa aku harus bersembunyi kayak gini sih," gumam Tukijo menggerutu.
"Pul! Kita pencar aja ya ... aku coba cari ke sebelah timur, kamu ke barat," saran Tuti.
Baru saja Tuti melangkahkan kakinya setengah langkah, Ipul reflek memegang lengan Tuti lalu menariknya hingga Tuti terjatuh ke pelukannya.
"Kau ... di sini saja bersamaku, emm ... maksudku, ayo kita cari sama-sama!" ucap Ipul gugup. 
Tukijo mendengar suara mereka dan menoleh ke kanan melirik mereka. "Heleh, modus!" bisiknya.
Tuti mendengar detakan jantung Ipul, sebenarnya dia sudah mengetahui bahwa Ipul menyukainya sejak kelas sepuluh. Namun dia hanya bisa menganggapnya sebagai teman.
"Ih, apaan sih." Tuti mendorong Ipul menjauh darinya.
Tukijo masih dalam posisi berjongkok diantara motor-motor yang terparkir, sambil memantau Ipul dan Tuti. Tiba-tiba seekor semut hitam yang besar hinggap di punggung tangannya dan menggigitnya.
"Ug ...." Tukijo menyentil semut itu, lalu menahan mulutnya agar tidak mengeluarkan suara. Tangannya benjol memerah dengan sensasi gatal dan rasa ingin menggaruk terngiang-ngiang di pikirannya. Dia menggosokan tangannya ke celana sehingga menimbulkan bunyi pada jas hujan yang dipakainya.
Kresek ... kresek ....
"Suara apa tuh!" ucap Ipul. Dia menyipitkan matanya berjalan mendekati suara tersebut.
Tukijo menyadari Ipul mulai mendekatinya.
"Meong!" pinta Tukijo meniru suara kucing.
"Oh, ternyata kucing," sahut Ipul. Kemudian dia berpaling meninggalkan tempat parkir baersama Tuti ke lapangan futsal menemui Udin.
Mereka mencari Tukijo selama lima belas menit, tapi mereka tidak mendapatkan hasil.
"Sial! Cemen banget sih, tu anak! Modal muka doang!" gerutu Udin
"Yang jelas, dia di sekolah ini, kan. Kita tunggu saja pulang sekolah di depan gerbang," ujar Ipul.
Kemudian mereka memutuskan untuk mencegat Tukijo saat pulang sekolah dan kembali ke kelas masing-masing.
"Untung bukan Udin ...." Tukijo menghembuskan nafas lega. Dia mengembalikan jas hujan ke tempat semula dan mulai berjalan pelan ke sebelah timur kelas XII IPS 2. Anak itu melihat Tuti dan Ipul memasuki kelasnya.
Tukijo meletakan tangannya di samping pipi untuk menutupi wajahnya sembari berjalan melewati kelas XII IPS 3.
Kekhawatirannya muncul kembali saat langkah kaki Tukijo sudah mulai mendekati pintu yang di atasnya terdapat papan bertuliskan XII IPA 2. Dia menghentikan langkahnya sejenak, lalu memantapkan hatinya dan kembali berjalan hingga dia masuk ke kelas.
Sorot mata teman-teman sekelasnya yang dulu mengabaikannya, sekarang semua tertuju menatap Tukijo.
5 menit sebelum Tukijo masuk kelas.
"TUKIJO!!! Bangsat! Kemana aja sih, tu anak. Masa jam segini belum dateng!" teriak Cecep ngomel-ngomel sendiri di depan papan tulis.
"Tenang Bro ... tenang ... gue yakin bentar lagi dia bakalan dateng kok. Kita bisa kasih pelajaran pas jam istirahat nanti," ujar Sugeng.
Sugeng adalah teman satu gengnya Cecep dan juga Tiyem. Anak ini berperawakan kurus, tapi kekar seperti Chris John sang petinju, wajahnya pun sangat mirip dengannya.
Di samping itu Markonah sedang duduk melamun. Dia meletakan sikunya di meja dan menompang dagunya dengan telapak tangan.
"Mana sih, Tukijo. Lama banget ... nggak mungkin dia nyasar, kan." gumamnya.
Kemudian Markonah melirik ke tempat duduk Udin hanya terdapat tas hitam yang menyantol di sandaran kursinya. Dia juga tidak melihatnya sejak kembali ke kelas.
"Ni anak juga, tumben banget udah bel masuk masih keluyuran," bisik Markonah.
Tidak lama kemudian, Udin datang dengan wajah sungutnya. Dia berjalan melangkah lebar menuju tempat duduknya.
Markonah mengerutkan dahinya melihat Udin. Dia merasa heran dengan sikapnya akhir-akhir ini.
3 menit kemudian, Markonah mendengar langkah kaki seseorang memasuki kelas. Dia adalah Tukijo. Begitu dia masuk, semua mata tertuju padanya.
"Woaaah! Artis?"
"Gila, siapa nih ... cakep bangeeet! Kayak Oppa-oppa korea."
"Kyaaaaa ...."
Bisikan dan teriakan teman sekelas membuat ruangan kelas menjadi gaduh.
"Lo kan ... pacarnya Markonah!" sergah Cecep mengacungkan jari telunjuknya ke arah Tukijo.
"Haaaaah?" ucap teman sekelas serempak kecuali Tiyem dan Markonah. Mereka membuka mata lebar-lebar dengan mulut mengaga.
Udin bangkit dari tempat duduknya. Dia menatap Tukijo dengan pandangan mata serius. "Ngapain kau ke sini! Mau cari perhatian?" ketusnya.
"Cari perhatian? Hey ... ini kelasku, aku ke sini untuk belajar. Apakah salah?" ujar Tukijo sembari melangkahkan kakinya mendekati Udin. Dia berusaha menenangkan diri dan terus berjalan hingga sampai ke tempat duduknya.
Semua tercengang saat mereka tahu bahwa dia adalah Tukijo.
"Ka ... kamu Tukijo?" tanya Tiyem.
"Iya," jawab Tukijo. Dia meletakan tasnya dan duduk tanpa menghiraukan ocehan teman sekelasnya.
_________
Jam istirahat pertama telah tiba.
Tukijo berhitung dengan nada berbisik, "Satu, dua, tiga ...."
"TUKIJO!!!" teriak Cecep.
Seperti biasa, Cecep selalu memanggil Tukijo setiap jam istirahat untuk menjadi babunya. Dia tidak akan mengubah sikapnya hanya karena Tukijo berubah penampilan, itu tidak mempengaruhinya sama sekali.
Tukijo segera menghampiri Cecep, "Iya Cep, ada apa?"
"Gara-gara lo dari pagi nggak nongol-nongol, gue mesti nahan laper sampe jam istirahat! Lo malah enak-enakan pacaran sama Markonah. Sekarang, beliin gue lontong batagor!" Cecep melempar uang lima ribu rupiah yang di remas ke wajah Tukijo.
"Cih! Siapa sih yang pacaran? Padahal dia sendiri yang nggak bisa ngenalin wajah Tukijo," gerutu Markonah.
"Pffft, babu tetep aja babu! Moles muka dikit aja udah sok kepedean," cemooh Udin dengan nada tinggi.
Tukijo mengatupkan bibirnya. Kepalanya mendidih serasa akan meledak. Namun tiba-tiba terngiang-ngiang perkataan kakaknya di benaknya, "Tahan! Jangan sampai kamu kena pukul!"
Kemudian Tukijo menahan diri. Dia mengambil nafas panjang lalu menghembuskannya. "Sabar ... sabar ...." gumamnya mengelus dada.
Tukijo mengambil uang lima ribu rupiah yang dilempar Cecep di lantai dan bergegas pergi tanpa memperdulikan Udin.
Saat perjalanan menuju kantin, tepatnya di pinggir lapangan berumput dekat pohon kersen, Tukijo merasa dirinya dibuntuti oleh seseorang. Dia menoleh ke segala arah, tapi tidak mendapati siapapun yang mencurigakan. Di hatinya muncul firasat seseorang akan menyerangnya secara tiba-tiba.
Anak itu tetap malanjutkan langkahnya ke kantin dengan tetap waspada. Setelah dia membeli batagor lontong pesanan Cecep, Tukijo segera kembali ke kelasnya. Namun, di tengah perjalanan, tiba-tiba seseorang mengayunkan tangannya hendak menghantam kepala Tukijo.
Whuuuus ....
...

Bình Luận Sách (437)

  • avatar
    WidyaningsihNi luh putu

    aku. bisa. mendapatkan. Damien. yang. sangat. banyak. sekali. dan. mendapatkan. daimen. 50000

    7d

      0
  • avatar
    AndaCantik

    bagus

    19d

      0
  • avatar
    FAIZ 08FZ

    bangus

    21d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất