logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 5 Bertemu Markonah

Tukijo terperanjat. Seketika pandangannya menjadi buyar. "Ah, iya Kak ... maaf," ujarnya.
"Kamu kenapa, Jo? Tiba-tiba melamun. Lihat ibu-ibu ngrumpi?" canda Ningsih. Sebenarnya Ningsih mengetahui bahwa Tukijo telah terpaku melihat seorang wanita pengantar bingkisan.
"Idih ... ngapain juga, aku lihat ibu-ibu ngrumpi," sanggahnya.
"Terus, kamu ngelamunin apa?" tanya Ningsih pura-pura tidak tahu.
"Eh ... itu ... tadi aku lihat ada teman sekelasku lewat naik motor," jawab Tukijo.
"Oh, jadi cewek yang tadi itu teman sekelasmu. Cantik juga," puji Ningsih.
"Iya, cantik ... tapi cuek." Tukijo mendengus.
"Pfft. Kamu naksir ya?" tanya Ningsih spontan.
"Si ... siapa yang naksir." Tukijo menyembunyikan wajahnya yang memerah dengan berpura-pura mengelap keringat di dahinya.
"Hmm ...." Ningsih mengernyitkan dahi, matanya menyelidiki tingkah Tukijo. "Ya sudah, ayo lanjut latihan."
Mereka berlatih hingga matahari tepat di atas kepala. Terik matahari yang sangat panas membuat tenggorokan Tukijo kering merasa haus.
"Haaaah ...." Tukijo menghembuskan nafas duduk di bawah pohon dengan meluruskan kakinya. Dia meraih botolnya dan meminum beberapa tegukan.
Ningsih masih berdiri meletakan kedua tangannya ke lutut. "Istirahat dulu! Nanti kita sambung gerakan selanjutnya," ujarnya.
"Huh ...." Keringat Tukijo bercucuran membasahi wajahnya.
Kemudian Ningsih  mengambil sapu tangannya di saku celana. Dia berjongkok dan mengelapkannya ke wajah Tukijo. Mata mereka saling menatap.
"Memang kalau dilihat dari dekat, wajah bersihnya ini terlihat sangat rupawan," gumam Ningsih
"Astaga, apa yang kulakukan." Ningsih menggeleng-gelengkan kepalanya. Wanita cantik ini menyadari bahwa tindakannya salah.
"Lap sendiri keringatmu!" Ningsih menyelipkan sapu tangannya ke tangan Tukijo. "Lain kali, bawa handuk kecil sendiri!" ucapnya cemberut.
"Ah, iya Kak." Tukijo menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia bingung melihat tingkah kakaknya berubah dalam sekejap. "Kakak kenapa sih?" gumamnya. Pikirannya melayang-layang mencari kejelasan yang pasti.
Kemudian mereka membeli dua bungkus nasi pecel untuk mengganjal perut lalu melanjutkan latihan hingga matahari hampir terbenam. Sembari berjalan pulang ke rumah mereka mengobrol banyak hal.
"Sebaiknya besok kamu usahakan jangan berkelahi dulu sampai seminggu. Kalau ada yang cari gara-gara sama kamu di sekolah, turuti saja dulu. Pokoknya, jangan sampai kena pukulan sampai lukamu sembuh total. Kamu bisa membalas mereka setelah kamu benar-benar menguasai tehnik bela diri yang aku ajarkan. Mengerti, kan," jelas Ningsih panjang lebar.
"Siap, mengerti komandan!" Tukijo menempelkan tangganya ke dahi seperti posisi hormat kepada Sang Merah Putih.
Mereka berjalan melewati Toko Roti Sukesi. Ningsih melihat Markonah sedang melayani pembeli di dalam toko itu. "Eh, itu bukanya cewek yang menarik perhatian Tukijo tadi pagi?" batinnya, sambil mengingat-ingat kejadian tadi pagi
"Jo, kamu mau roti nggak? Lihat toko roti, jadi pengin makan roti," rengek Ningsih memegan perutnya.
"Ya sudah, sini aku belikan. Kakak tunggu di sini saja," timpal Tukijo.
Tukijo masuk ke toko roti dan tercengang melihat Markonah berdiri di meja kasir.
"Markonah!" seru Tukijo.
Markonah menoleh ke arah seorang pria tampan yang memakai kaos oblong dan celana training. "Siapa ya?" tanyanya.
"Dia tidak mengenaliku?" batin Tukijo.
"Loh, kamu kan yang kerja di Restoran Mas Agus?" ucap seorang pria tua, dia adalah ayah Markonah (Hartono). "Ganti style ya ... lebih enak dipandang." Hartono menatap curiga.
"Iya Om, Saya Tukijo," ujarnya.
"Kamu Tukijo Si Miskin itu?" teriak Markonah.
Mendengar Markonah berteriak dengan menekankan kata Si Miskin membuat hati Ningsih tertusuk. Dia berdiri di depan toko menunggu Tukijo.
"Apa-apaan dia," batin Ningsih. Dalam hatinya muncul rasa tidak suka terhadap Markonah.
"Ah, iya Mar. Aku Tukijo yang sering dibullying sama teman-teman sekelas," jawabnya.
"Oh, jadi kamu si Tukijo yang dapat rangking dua di kelas?" terang Hartono. "Markonah sering cerita tentangmu loh ...."
"Hah?"
"Kamu mau beli roti, Jo?" tanya Markonah mengalihkan pembicaraan.
"Iya, aku mau beli yang rasa kacang coklat dua," jawab Tukijo.
"Ini ...." Markonah memberikan rotinya.
"Terima kasih!" Tukijo menerima rotinya lalu pergi dari toko.
Ningsih dan Tukijo kembali ke rumah. Mereka mendapati rumahnya telah selesai di bangun.
"Woah ... kerja bagus!" Ningsih mengacungkan jempol. "Bonus kalian sudah aku transfer, bisa kalian cek di rekening masing-masing ya. Ini uang untuk para tukang yang telah membantu kalian." Dia menyodorkan sebuah amplop kepada Marno.
"Terima kasih Nona!" ucap mereka berdua bersamaan.
"O iya Jo ... mulai besok, aku juga mau tinggal di sini. Jadi kalau kamu pergi ke sekolah, Simbah ada temannya. Urusan lapor sama Pak RT, pembuatan KK (kartu keluarga) dan lain-lain serahin aja ke Teguh," ungkap Ningsih.
Hari Senin, Tukijo mulai bersekolah dengan penampilan barunya. Sebelum dia pergi, Ningsih datang membawa semua barang-barangnya. 
"Aku bantuin ya, Kak ...," tawar Tukijo. 
"Nggak usah, Jo. Kamu berangkat sekolah aja sana! Nanti telat. Hmm, atau kamu mau diantar Teguh pake mobil?" ucap Ningsih sambil menurunkan barang-barangnya di depan rumah Tukijo. 
"Aku berangkat sekarang aja Kak, makasih atas tawarannya." Tukijo segera pergi meninggalkan kakaknya. "Bisa gawat kalau satu sekolah tau aku berangkat diantar mobil," gumamnya. 
Setelah sampai di sekolah, Tukijo meletakan sepedanya di parkiran dekat tiang kayu. 
"Wah! Siapa tuh?" 
"Anak baru kayaknya, aku belum pernah lihat." 
"Ganteng bangeeeet. Dia bakalan jadi kandidat pertama ulzzangnya SMANJI nih ... (singkatan SMA N 1/SMAN Siji)." 
"Eh, samperin yuk ... barangkali bisa dapet nomor WA-nya. Mayan gebetan baru." 
"Eaaaa ... cus." 
Dua siswi saling berbisik melihat penampilan baru Tukijo. Ketika mereka hendak mendekati Tukijo, seseorang mendahului mereka. 
"Tukijo!" teriak seseorang dari belakang menghampirinya. 
"Jadi namanya Tukijo." 
"Ke kelas aja yuk! Dah ada Ceweknya tuh." 
Kedua siswi itu, akhirnya pergi mengabaikan Tukijo berjalan menuju kelasnya. 
Tukijo menoleh ke belakang, dia melihat seorang gadis cantik mendatanginya.
"Markonah, ada apa?" sahut Tukijo. 
"Maaf ya, soal kemaren. Emm ..." Markonah menggaruk pipinya sambil berpikir. 
"Soal apa Mar?" tanya Tukijo. 
"Itu, sebenernya aku nggak bermaksud ngejek kamu miskin atau sering dibullying. Aku lihat ayahku menatapmu curiga. Jadi aku mengatakan itu," ungkap Markonah. 
"Jadi, dia ayahmu? Kenapa ayahmu curiga?" tanya Tukijo lagi. 
Markonah menarik tangan Tukijo ke lorong tempat parkir menempelkan punggungnya ke tembok belakang Lab. Biologi. Tempat parkir terletak di belakang Lab. Biologi memanjang sampai ke kelas XI IPA 4. 
Sembari menanti jawaban, pandangan Tukijo tidak lepas dari wajah cantiknya, sedangkan Markonah melihat-lihat situasi memastikan tidak ada yang melihat mereka. "Huuuh," hembusan nafas leganya menandakan situasi aman. Dia menoleh kembali menatap wajah Tukijo. 
Sejenak, Tukijo merasa gugup saat pergelangan tangannya digenggam erat oleh tangan Markonah. "Ah, maaf ...," ucap Markonah melepaskan tangannya. 
"Iya, gak papa," balas Tukijo tersenyum. 
Senyuman manisnya seketika membuat hati Markonah tergerak. 
Deg ... 
Sesaat Markonah terpukau dengan ketampanannya. Mereka terdiam saling menatap satu sama lain. 
"Hey ...," seru Tukijo menyadarkan lamunan Markonah. 
"Jadi, kenapa ayahmu mencurigaiku?" Tukijo sedikit membungkuk mendekatkan wajahnya di depan Markonah hingga berjarak kurang lebih satu jengkal. 
"Enyahlah! Kamu terlalu dekat!" Dengan sigap, Markonah mendorong muka Tukijo dengan melebarkan telapak tangannya. Wajah Markonah merona. Dia mengalihkan pandangannya melihat tiga motor yang berjejer. Karena masih pukul 06.15 WIB, suasana di parkiran masih terlihat sepi.
"Ayahku curiga, kamu akan bertingkah dengan penampilan barumu," jelas Markonah. 
"Maksudmu bertingkah bagaimana?" Tukijo mengelus dagu dengan mata terkantup. 
"Hari Sabtu kemaren, tiba-tiba Udin datang ke toko dan memintaku untuk menjadi pacarnya. Dia bilang pada ayahku bahwa kami salin mencintai. Sungguh aku ingin muntah mendengarnya!" terang Markonah.
~Flasback~ 
Hari Sabtu pukul 14.00 WIB. 
Sebelum Udin datang, dia sudah menyelidiki segala hal tentang Markonah.
Sebuah mobil Toyota berwarna hitam berhenti di depan Toko Roti Sukesi. Udin keluar dari mobil tersebut mengenakan jas hitam membawa buket bunga di tangannya. Dengan percaya diri dia berjalan memasuki toko dan menghampiri Markonah. 
"Markonah, jadilah pacarku!" ucap Udin berlutut memberikan bunga bak seorang pangeran. 
"Hah?" Markonah terperanjat. "Apa-apaan ini?" gumamnya hanya terdiam berdiri di depannya. 
"Apa kau salah minum obat?" sindir Markonah. 
"Ah, kau pasti sangat kaget ya ... tiba-tiba pengeranmu datang menyatakan cinta padamu," pinta Udin tersenyum percaya diri. 
"Aku tidak mengizinkannya!" celetuk seseorang di samping Markonah. Dia berkacak pinggang dengan menepuk-nepukan kakinya ke lantai. 
...

Bình Luận Sách (437)

  • avatar
    WidyaningsihNi luh putu

    aku. bisa. mendapatkan. Damien. yang. sangat. banyak. sekali. dan. mendapatkan. daimen. 50000

    7d

      0
  • avatar
    AndaCantik

    bagus

    19d

      0
  • avatar
    FAIZ 08FZ

    bangus

    22d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất