logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 2, hal aneh

Bismillah
#by: R.D.Lestari.
"Say cheese, buncis, satu, dua,tiga," sahut kami berbarengan.
Cekrek! cekrek! cekrek!
Rena segera menarik handphone di tanganku, jemarinya asik bermain dengan raut wajah yang tampak aneh. Keningnya mengkerut seperti orang yang sedang berpikir keras.
"Ges,ges! lihat ini ...," ia lalu menyerahkan handphonku dan menunjukkan hasil foto selfie kami tadi.
"Aneh banget ga, ges! kok blur semua ya?" ujar Rena dengan mengernyitkan keningnya,heran.
"Mungkin tangan Indri kali yang goyang-goyang," sahut Sri dengan mengangkat bahu.
"Ga, Sri. Rena bener, kamera ga bisa fokus," jawabku sembari memutar handphone dan mencoba memotret kembali. Hasilnya tetap sama. Blur.
"Aneh banget. Apa hapeku yang rusak ya?" gumamku.
"Coba pake hapemu, Ren," ujarku. Rena langsung mengeluarkan hapenya dan mulai mengarahkan kamera ke sana dan ke sini.
"Sama aja, In, blur juga," sahutnya.
"Aneh, benar-benar aneh, kok bisa samaan, ya?" Rena berdecak sambil tolak pinggang.
"Ini benar-benar aneh, woy," Sri mulai menatap kami takut.
"Sudah, sudah. Jangan berpikiran buruk dulu. Sekarang ayo kita nikmati dulu dan istirahat. Katanya kita akan di antar besok. Jadi, nikmati waktu kita di sini," jawabku menenangkan hati kedua sahabatku.
Mereka mengangguk dan naik ke atas peraduan yang super empuk dan nyaman. Rasanya seperti tidur di atas awan. Lembut dan wangi.
Tok! Tok! Tok!
Baru saja kami ingin terlelap, tetapi suara ketukan memaksa untuk membuka mata. Aku bangkit dan menyuruh kedua temanku untuk tetap melajutkan istirahat.
"Biar aku aja, kalian lanjuti tidurnya," ucapku sembari beranjak mendekati pintu.
Krietttt!
Pintu ku buka pelan. Kepalaku menyembul keluar. Tampak seorang lelaki berpakaian pelayan berdiri di depan pintu dengan senyum ramahnya.
"Selamat malam, Nona. Makan malam sudah siap. Mari kita makan bersama," ajaknya.
"Tapi, kedua temanku nampaknya amat lemah jika harus berjalan. Mereka sedang tidur," jawabku seraya menatap kedua temanku yang sudah tertidur.
"Nanti saya bawakan makanan, kalau-kalau mereka lapar jika malam terbangun," tutur nya sopan.
"Tapi, aku tak mungkin makan bersama dengan yang lain, pakaianku kotor dan belum mandi. Biar aku makan di sini saja," tolakku.
"Nona bisa ambil pakaian di lemari. Di kamar lengkap semua perlengkapan, silahkan Nona mandi dulu. Saya akan menunggu di sini," jawabnya.
Aku beringsut mundur dan kembali ke dalam kamar. Mencari pakaian seperti yang di katakan pelayan di luar.
Mataku terperangah melihat isi lemari yang penuh dengan pakaian wanita, sepatu dan juga tas branded. Mimpi apa aku semalam?
Aku berjingkat dan membangunkan kedua sahabatku .
"Ges .... gaesss! bangun! bangun!" ucapku sambil menggoyang tubuh kedua temanku ini. Namun mereka hanya diam saja. "Tidur kerbo ini namanya," sungutku kesal.
Dengan kesal ku langkahkan kaki menuju kamar mandi.
"Huahhhh, amazing!" aku berdecak kagum. Kamar mandinya luas dengan perabotan mahal. Sampo ,sabun semua serba mahal. Benar-benar merasa amat di manjakan.
Setelah mandi, aku mematut diri di depan cermin. Bermake up ria. Memakai pakaian berwarna senada dengan sepatu, warna pastel menjadi pilihanku.
Aku merasa bak putri raja. "Cakep juga," pujiku pada diri sendiri. Hidungku menjadi tampak mancung , bulu mataku menjadi lentik , wajah yang nampak merona dan lipstik natural menambah kepercayaan diriku saat ini.
"Mana tau ada yang nyantol , hi-hi-hi," ucapku sambil senyam-senyum sendiri.
***
Aku sempat merasa dag-dig-dug saat akan memasuki ruang makan bersama pelayan yang sejak tadi setia menunggu.
Krietttt!
"Silahkan masuk, Nona," ia membuka pintu dan mempersilahkan ku masuk.
Aku mengangguk dan dengan kaki yang gemetar berusaha masuk ke dalam ruangan dengan jantung yang berdenyut kencang.
Bola mataku membesar sempurna, apa yang aku pikirkan sungguh jauh berbeda . Tak banyak orang di dalam ruangan. Hanya seorang lelaki duduk membelakangiku. Tubuh nya yang tegap menatap meja indah dengan lilin , bunga mawar dan makanan enak.
"Ini , makan malam berdua?" gumamku.
Srekkk!
Ia bangkit dan menggeser kursi. Berbalik dan menatapku dengan senyum yang amat manis.
Lelaki itu ... Aku hampir terjatuh melihat ketampanannya yang amat sempurna. Ternyata jika memakai baju biasa, aura ketampanannya sungguh luar biasa.
"Ayo, makan bersama. Aku sudah menunggumu lama," ucapnya seraya meraih tanganku . Harusnya aku menepis tangan itu. Namun , entah kenapa aku menurut saja seperti terhipnotis dengan ketampanannya.
***
"Indri, makan. Kamu pasti suka," ia menawarkan makanan yang tersedia di atas meja. Ada steak,udang goreng, daging sapi barbeque,salad,roti-roti, buah-buahan segar dan mahal.
Aku mencoba beberapa menu yang sukses membuat lidahku bergoyang karena kenikmatan rasanya.
Lelaki tampan itu nampak senyum-senyum melihatku yang kalap menikmati makanan nikmat tanpa memperdulikannya.
"In...," ia mengulurkan tangannya. Tubuhku seketika beku. Mau ngapain dia?
Kurasakan usapan lembut tangannya di dekat bibirku.
"He-he-he, kamu makan nya belepotan," ia terkekeh. Wajahku berubah merah padam. Beruntung ruangan temaram karena hanya di sinari beberapa lilin sebagai pemanis.
"Terimakasih, Pak Bima," ujarku. Wajahnya tampak amat tampan terkena cahaya lilin.
"Aku belum terlalu tua, oia berapa umurmu?" ia menyunggingkan senyumnya.
"Dua puluh satu," sahutku.
"Aku dua puluh enam. Kita terpaut hanya lima tahun," ucapnya.
"Jadi saya harus panggil apa?" mataku memutar, bingung.
"Kakak aja, lebih nyaman di dengar," ia memundurkan tubuhnya dan bersandar di kursi.
"Iya, Kak Bima," lirihku.
"Nah, iya, kan enak di dengar. Mmm, kamu sudah punya pacar?"
Aku salah tingkah. Mau jawab apa? kalau bilang masih jomblo, malu-maluin ga ya?
"Mmm, belum Kak,"jawabku.
"Owhh, ya-ya-ya," ia manggut-mamggut sambil senyum-senyum.
"Saya sudah kenyang, Kak. Boleh saya kembali ke kamar," aku beranjak dan menggeser kursi, bersiap untuk kembali ke kamar.
"Ayo, aku antar," tawarnya. Ia pun beranjak dari duduknya dan berjalan beriringan denganku menuju kamar.
Hatiku bergetar hebat ketika ia di sampingku. Tubuhnya yang tinggi dan atletis membuatku kagum. Tampan dan juga wangi tubuhnya membuatku berandai-andai. Jika punya suami setampan ini, pasti aku tak akan pernah bisa jauh-jauh. Nguwel-nguwel di keteknya pasti asik.
Aku sempat meliriknya, hidung dan matanya serta kulit putihnya memang mempesona.
Dugh!
"Aww!"
Karena asik menatap wajahnya, aku tak menyadari jika kakiku menyandung sesuatu hingga tubuhku limbung dan jatuh ke lantai.
"In, kamu tak apa-apa?" serta merta Bima membantuku berdiri. Aku meringis kesakitan.
"Te--Terima kasih, Kak," ucapku pelan. Ia mengangguk dan kami melanjutkan langkah menuju kamar.
"Besok pagi aku yang akan mengantar kalian, tidurlah yang nyenyak malam ini," paparnya ketika sudah sampai di muka pintu kamar.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum tipis padanya. Berarti malam ini malam terakhir aku melihatnya. Ia berbalik dan berjalan meninggalkan aku yang masih tegak mematung. Dengan wajah tertunduk aku membuka pintu. Melangkah gontai mendekati kedua temanku yang masih terlelap tidur. Merebahkan tubuh dan ikut tidur sambil memeluk guling, berharap bermimpi indah malam ini. Seindah pemandangan yang tersedia di kamar ini.
***
"In ... In, bangun dong, jangan tiduran terus. Kita sudah di tunggu nih ," suara Sri membuatku terpaksa membuka mata, padahal masih sangat mengantuk.
"Masih, pagi. Tuh lihat masih gelap belum nampak matahari," aku mengerjap dan menunjuk arah jendela. Diluar masih gelap. Berarti masih subuh.
"Tapi, In. Jam di handphone sudah menunjukkan waktu jam tujuh pagi," Rena menyahut.
"Ada yang tidak beres dengan tempat ini, In. Ayo kita segera pergi. Lama-lama aku takut," Sri bergidik ngeri.
"Ayolah kita segera berkemas. Aku mandi dulu," aku segera melompat dari ranjang empuk yang membuatku nyaman tertidur, segera berlari menuju kamar mandi.
"Sri, Ren, kalian sudah lihat dalam lemari, ga? Itu isinya pakaian mewah semua," ucapku ketika keluar dari kamar mandi dengan masih menggunakan handuk.
"Serius, In?" mereka serentak menatapku dengan pandangan tak percaya.
Kedua temanku itu lantas berbalik dan berebut membuka pintu lemari. Mereka terpaku melihat semua benda-benda mewah di hadapan mereka.
"Boleh bawa satu, ga, ya?" Rena mengambil satu tas dan bergaya di depan cermin.
"Jangan, Ren! bukan punya kita!" aku mencegahnya untuk mengambil barang itu.
"Huh, iya--iya, aku tahu," ia mencebik dan kembali duduk di atas ranjang.
Tok! Tok! Tok!
"Maaf Nona-Nona, tuan Bima sudah menunggu di bawah," seru seseorang dari luar kamar.
"Cepat, In. Kita sudah di tunggu," desak Sri. Aku pun mengangguk dan segera bersiap-siap.
***
Mata kami terperangah melihat Bima sudah menunggu kami, ia sedang bersandar di sebelah mobil lamborgini kuning dengan gaya casual . Memakai kaos polo berwarna senada dengan mobilnya , celana jeans dan sepatu Nike. Keren , teramat keren. Kami yang melihat sontak melongo karena ketampanannya. Apalagi ketika ia memakai kaca mata hitamnya. Jantungku nyaris copot karena nya.
"Gaess! ganteng banget!" Sri mencengkeram lenganku .
"Hust! tahan , jaga image!" seruku . Padahal hatiku juga melonjak-lonjak tak karuan.
Ia kemudian melambaikan tangan dan menyuruh kami naik ke mobil mewahnya. Kami berjingkat dan sedikit berlari menuju ke arah Bima. Rena dan Sri mulai tebar pesona. Hanya aku sendiri yang bersikap biasa saja. Padahal aku tahu beberapa kali Bima melirik ke arahku , tapi aku pura-pura tak tahu.
Aku melirik jam di handphone. Jam delapan, tapi suasana masih terlihat seperti jam lima subuh, dan sedari kemarin tak ada sinyal. Aneh. Sebenarnya di mana kami? kenapa di dalam hutan ada mobil mewah?

Bình Luận Sách (200)

  • avatar
    Gustriana

    cerita nya bagus

    05/07

      0
  • avatar
    MontokDurian

    ag suka sangat menyenangkan

    11/05

      0
  • avatar
    Satria Dewi Zllu Ada

    Benar2 bagus..jadi ngehalu pengen sangat pengen brtemu dengan pemuda uwentira😍

    04/04

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất