logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 7 Suamiku Kenapa?

“Oh, syukurlah kalau Dewi tak mengecewakan Mama,” jawab Mas Bambang. 
Aku dapat mendengar percakapan mereka, karena Ibu Mertua sengaja mengencangkan volume suaranya agar terdengar olehku. 
“Oh iya, selain itu, istrimu juga baik banget. Dia mencucikan semua piring kotor di dapur Citra, padahal kami gak nyuruh lho. Memang dasar istrimu baik aja. Mama jadi tenang Citra tinggal di kampung ini, karena dia memiliki kakak ipar yang baik dan selalu mau membantunya,” jelas Ibu Mertua. 
Gemas deh, dengan mulut mertuaku, dia memutar balik fakta! 
Kulihat kening Mas Bambang berkerut. Ia sepertinya terkejut mendengar pengakuan Mama. 
Aku cepat-cepat menyapu seluruh halaman, sebelum darahku semakin mendidih mendengar Ibu Mertua bicara pada Mas Bambang. 
*
Aku selesai menyeka badan Azfar dan menidurkannya ketika Mas Bambang pulang dari rumah Citra dan kini memasang wajah garang di hadapanku. Dia mengajakku keluar kamar dengan napas memburu, membuatku ketakutan. 
“Kamu keterlaluan ya, Dewi! Berani-beraninya kamu berbohong padaku, kamu bilang orangtuaku tak mau mengunjungi rumah kita, padahal kamu sendiri yang menghampiri mereka ketika mereka mau datang ke sini! Tega kamu sama keluargaku, menjelek-jelekkan mereka seolah mereka jahat pada kita! Padahal kenyataannya sebaliknya. Ibuku malah memuji-muji kamu, Dewi. Dia sangat baik sama kamu, tapi kenapa pikiranmu picik sama ibuku?” bisik Mas Bambang dengan penekanan yang tajam di telingaku.
“Mas, kamu gak percaya sama ak—”
Kata-kataku tersangkut di tenggorokan saat Mas Bambang mengancamku dengan telapak tangannya yang terangkat ke udara. 
“Sekali lagi kamu ngomong jelek tentang Citra dan orangtuaku, aku gak akan segan menamparmu! Inilah caraku mendidikmu, kamu tidak boleh jadi menantu dan kakak ipar yang durhaka seperti kebanyakan orang! Kamu istriku, kamu harus bersikap baik pada keluargaku!” tegas Mas Bambang. Dia menghakimiku tanpa mau mendengarkan ceritaku terlebih dulu. 
Ya Alloh, Gusti Nu Maha Suci. Semoga Engkau membukakan mata dan hati suamiku, agar ia dapat melihat dan menyadari siapa yang salah dan siapa yang benar. Engkau tahu aku tak punya hati jahat pada semua orang, apalagi pada keluarga suamiku. Aku sangat menyayangi dan menghormati mereka, hanya saja Engkau tahu sendiri Ya Alloh, mereka yang memperlakukanku tidak baik sehingga membuatku kesal. 
Aku hanya bisa mengadu pada Yang Maha Kuasa. Hanya Dia yang mau mendengar keluh kesahku. 
Dengan perasaan sakit dan bercucuran air mata, aku berlari ke kamar. Kutinggalkan Mas Bambang dengan kemarahannya sendiri. Aku lebih tenang bersama anakku sekarang, berbaring di sampingnya sambil memeluknya. Aku berjanji akan mendidik anakku Azfar menjadi lelaki yang berhati lembut, yang akan menyayangi dan mau mendengarkan keluh kesah istrinya kelak. Tidak arogan seperti bapaknya. 

Selepas Isya, sekitar pukul delapan malam, saat aku melipat pakaian di ruang tengah, Mas Bambang pulang dari rumah Citra. Ia masuk lewat pintu belakang. Aku masih belum mau bertegur sapa dengannya, masih merasa sakit hati. 
“Dewi, bersihkan dan siapkan keranjang sayurku!” titah Mas Bambang. 
Aku diam tak menanggapi dan terus melipat baju tanpa melihat ke arahnya. Walaupun dalam hati aku merasa penasaran untuk apa Mas Bambang menyuruhku menyiapkan keranjang sayur, kami kan kehabisan modal dan tak bisa berjualan? 
“Barusan aku dari rumah Citra, bertemu Ayah. Tanpa sengaja aku bercerita tentang kesulitan kita, dan Ayah memberiku modal untuk berjualan. Sekarang aku akan ke rumah tengkulak sayur, belanja untuk jualan besok,” jelas Mas Bambang tanpa kutanya. 
Mas Bambang memakai jaket dan lekas keluar rumah lagi. Aku masih mengabaikannya dan terus fokus melipat baju, tanpa melihat atau menyahuti ucapannya. Sepertinya Mas Bambang bingung dengan sikapku, namun aku membiarkannya saja. Biarlah dia menebak sendiri kenapa aku diam seribu bahasa padanya. 
Di luar, aku mendengar suara Kirno menyalakan mesin motornya. Aku mengintip lewat jendela, Kirno sedang menderek motor Mas Bambang. Mungkin dia akan membawa motor suamiku itu ke bengkel untuk mengganti bannya yang bocor. Kirno memang baik, tak seperti istrinya yang manja dan kekanak-kanakan. Beruntung sekali Citra mendapatkan suami seperti Kirno. 
Selesai melipat baju, aku langsung membersihkan keranjang sayur. Hatiku bahagia kali ini, karena besok suamiku akan berjualan lagi, dan aku tak perlu pusing memikirkan biaya sehari-hari. Mudah-mudahan jualan kami laku. 
Beruntung Ayah Mertua mau membantu suamiku. Ayah Mertua memang orang baik. Di antara semua keluarga Mas Bambang, hanya Ayah Mertua yang perhatian terhadap kami. Aku akan menemuinya besok dan mengucapkan terimakasih pada beliau. 

Pagi hari, saat aku dan Mas Bambang menata sayuran ke keranjang di halaman belakang, terdengar suara nyala mesin mobil mertuaku. Sepertinya mereka akan pulang. 
Aku dan Mas Bambang ke rumah Citra untuk memastikan apakah mertua akan pulang hari ini. 
“Mama jangan pulang sekarang, dong. Nanti Citra tidur sama siapa?” rengek Citra pada Ibu Mertua, ketika aku dan Mas Bambang baru saja tiba di halaman rumah Citra. 
Ayah Mertua mengangkut barang-barang ke bagasi mobil. Ia berhenti sebentar untuk menjawab perkataan Citra. “Ya tidur sama suamimu, lah. Kamu kan sudah nikah sekarang,” ucap Ayah. 
“Tapi Citra masih ingin tidur sama Mama,” rengeknya sambil bergelayut manja di lengan mamanya. 
Kirno terlihat salah tingkah, sepertinya ia merasa tak nyaman dengan sikap dan sifat Citra. Mungkin, Kirno merasa gagal dan tak sanggup mendidik istri manja seperti Citra. 
“Maaf ya Kirno, Citra memang anaknya masih manja,” ucap Ibu Mertua pada Kirno yang dibalas dengan anggukan oleh Kirno. Kemudian Ibu Mertua beralih padaku. “Dewi, Mama dan Ayah mau pulang sekarang. Mama titip Citra ya. Kalau suaminya lagi kerja, dan Citra butuh, tolong bantu. Citra kadang lupa mencuci baju dan piring, setiap hari tolong cek-in ke rumahnya ya, sekalian cuciin juga. Tolong jaga jangan sampai Citra kecapean,” pinta Ibu Mertua padaku. 
Aku tak bisa napas, tiba-tiba saja rasanya sesak. Permintaan Ibu Mertua itu sudah seperti polusi di telingaku. Mencemari otak dan pikiranku. 
Kulihat Kirno menunduk, dan Ayah Mertua menggeleng-gelengkan kepala menahan jengkel pada Ibu Mertua dan Citra. Namun sepertinya mereka tak bisa berbuat apa-apa. 
“Tenang saja, Ma,” kata Mas Bambang. “Dewi akan selalu membantu Citra dan tak akan menolak.” 
Tambah puyeng kepalaku! Suamiku malah mengiyakan permintaan Ibu Mertua yang di luar batas itu! 

Bình Luận Sách (45)

  • avatar
    LesmanaGalih

    seru juga ceritanya

    2d

      0
  • avatar
    HafilahAzkia

    goodjob

    12/12

      0
  • avatar

    mantap

    06/01/2023

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất