logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

episode 5

Ada orang pernah bilang; jika dia menatapmu lebih dari lima detik, itu tandanya dia jatuh cinta padamu. Entah itu benar atau tidak, tapi Agatha sudah terjebak untuk yang kedua kalinya dengan mata itu.
Berada di pelukan Saga, waktu terasa berhenti. Apalagi senyumnya yang mendadak terbit, Agatha rasanya membeku. Sehingga menjadikan keduanya pusat perhatian banyak pasang mata di koridor itu. Disertai siulan cie-cie yang saling bersahutan.
"Eh eh eh.. sori sori sori.."
Tak lama, kesadaran Agatha akhirnya kembali. Buru-buru dia melapaskan dirinya dari Saga dan agak menjauh, dengan salah tingkah dan sesuatu dalam dirinya yang berdegup keras.
"Sori gue, gue gak sengaja, tadi..."
Saga berkacak setengah pinggang, sambil mengusap pelipisnya, berganti tengkuknya dia menunduk dan tersenyum geli. Tak hanya Agatha yang salting, tapi dirinya juga.
"Engga, gue juga cuma.. kebetulan lewat aja. Tapi lo.. lo gapapa kan?"
Agatha berusaha meminimalisir detak jantungnya dengan menarik napas dalam-dalam dan pelan. "Hah! Engga, engga, gapapa, gue aman-aman aja kok,"
Setelah itu, mereka sama-sama terdiam.
"Yaudah kalogitu gue—"
"Yaudah kalogitu gue—"
Keduanya berniat berlalu pergi--ke arah yang berlawanan, namun di waktu yang sama mereka tidak sengaja berucap kalimat yang sama. Sempat terkejut sebentar, Saga tertawa kecil. Demikian Agatha.
"Yaudah, gue duluan ya, udah bel. Takut telat masuk kelas," cewek itu mengeratkan pegangannya pada tali tasnya dan tersenyum seadanya.
"Oke, gue juga mau kesana.."
Setelah itu, mereka berpisah disana. Agatha jalan ke kanan, dan Saga ke arah kiri--dengan senyumnya yang tertahan. Ketika dia menengok ke belakang sekali lagi, disana Agatha juga menoleh, dengan cengiran kecilnya yang canggung.
Sebelum akhirnya dia naik tangga dan menghilang di tikungan. Saga geleng-geleng kepala sendiri sambil terus berjalan menuju ruang kepsek yang pintunya berada di ujung.
Sampai kelas, untung saja gurunya belum masuk. Agatha langsung menuju bangkunya yang terletak nomor tiga dari depan. Teman yang duduk di bangku sebelah kirinya dan bernama Meisya Rabitha sudah menunggu sambil memoleskan lip gloss ke bibirnya.
Memang, di SMA Taruna Bangsa, tempat duduk dibuat sendiri-sendiri, dan berjumlah 25 kursi setiap kelasnya.
"Ciah! Dateng juga ini anak, udah jam berapa coba," celetuknya saat Agatha meletakkan tas di atas meja.
"Elaah ini namanya on time tau gak? Tepaaat waktu, you know?" dia menopang dagu lalu tersenyum lebar sampai matanya terlihat sipit.
"Idihh out time kali, bukan on time."
Untuk meratakan lip glossnya, Meisya mengatupkan bibirnya sedikit lalu menggoyangkan ke kanan dan ke kiri sambil berkaca di cermin bedak. Setelah itu pipinya kembali dia ratakan sedikit dengan bedak itu.
Agatha sampai muak melihatnya.
"Lagi lu ngapain si pagi-pagi udah polas-poles aja, mau nglenong apa belajar tuh? Tebel amat bedaknya,"
Ternyata ucapannya menginterupsi aktivitas Meisya. "Apa? Lo nanya kenapa gue dandan? O-em-ji helloow Atha-ku sayang, dirimu ini jangan kudet-kudet sekali kenapa? Masa lo gak tau sih di sekolah kita hari ini ada anak baru? Di grup rame kali,"
"Anak baru?" Agatha mengerjap.
Dan, yang pertama kali terlintas di kepalanya tak lain dan tak bukan adalah Saga. Murid yang baru ditemuinya hari ini di sekolah.
"Iyaaa, makanya kan gue dadan biar makin cantik, siapa tau doi klepek-klepek sama gue." dan dia tertawa. "lo mau dandan sekalian gak? Atau mau gue dandanin?"
Meisya sudah bersiap menempelkan bedaknya ke pipi Agatha, tapi cewek itu langsung menahannya.
"Gak, gak, gak, gak perlu gak perlu.. gak usah repot-repot, gue gak maniac make up kaya elo, ya, Sya. Ntar kalo gacocok kulit gue gatel-gatel lagi."
"Jadi maksud lo bedak gue murahan???"
"Engga, kok." Agatha menggeleng. "lo sendiri yang bilang itu."
"Eh ini tuh merk mahal tau, gue belinya di Singapure pas liburan kenaikan kelas kemarin. Enak aja,"
Melihat Meisya cemberut Agatha terkekeh. Padahal dia sudah terlihat manis dengan kulit putihnya.
Hingga tak lama seorang guru muncul di balik pintu, bersamaan dengan murid-murid kelas sebelas IPA-2 yang tadinya ramai kini berhambur kembali ke bangku masing-masing.
"Selamat pagi, anak-anak.."
"Pagi, buuukk.."
Rina Astuti. Begitulah nama yang tertera di baju seragamnya. Salah satu dari empat guru bahasa Indonesia di SMA Taruna Bangsa, yang setiap habis bab mata pelajaran dibahas pasti selalu memberikan tugas. Beliau jugalah wali kelas sebelas IPA-2.
Bu Rina kini maju ke tengah kelas.
"Sebelum ibu memulai pelajaran pada pagi hari ini, ada sesuatu yang mau ibu sampaikan dulu kepada kalian.. kalau mulai hari ini, di kelas kalian akan kedatangan murid baru."
Meisya langsung bebisik di dekat telinga Agatha. "Tuh kan.. apa gue bilang.. lo sih gamau didandanin."
Tapi temannya itu hanya berdehem malas. Dalam dirinya Agatha sedikit deg-deg-ser mengingat insiden bersama Saga di koridor tadi, dan sekarang cowok itu akan tinggal dalam satu kelas dengannya.
"Ini dia temen baru kalian.." bu Rina menoleh kearah pintu. "ayo masuk.."
Dan, benar saja. Dari pintu langsung muncul sosok Saga yang melengkapi seragam putih abu-abunya dengan jaket jeans warna biru gelap dan hitam pada lengannya. Seisi kelas memusatkan perhatian padanya.
"Cogan, Tha, cogan!! Yampun ganteng bingit,"
Dan, Meisya heboh sendiri di tempat duduknya sambil gigit jari.
"Biasa aja kali, Sya, gausah norak juga, gimana ntar kalo ketemu oppa-oppa lo itu, pingsan duluan kali lo."
Agatha memang seperti itu. Sampai membuat Meisya beralih menggigit buku tulisnya, gemas sendiri.
Lalu, sampainya di samping Bu Rina, Saga dengan tidak sengaja langsung menemukan Agatha, yang duduk di barisan depan singgasana guru, deret ketiga sebelah kanan, yang kini juga sedang memperhatikannya.
Yalord.. gue masih tengsin banget..
Tidak mau ada kontak mata lagi, Agatha langsung menunduk dan menghela napas panjang.
"Ayo, perkenalkan diri kamu." perintah bu Rina.
"Baik, bu." lalu Saga tersenyum sekilas. "selamat pagi temen-temen semua, perkenalkan nama gue Ressaga Praditya, panggil gue Saga aja, dan gue pindahan dari SMA Angkasa di Bandung. Tolong terima gue, ya, buat gabung sama kalian di kelas ini."
"Siappp, Sagaa!!"
Agatha memejamkan matanya meratapi teman sebangkunya yang tiba-tiba berteriak kencang itu.
"Sya, yampun, lo jangan malu-maluin gue dong." dia lalu menyenggol siku Meisya dengan sikunya.
"Ih Atha apaan si,"
"Baiklah anak-anak, apakah ada yang ingin ditanyakan?" Bu Rina angkat bicara.
"SAGA UDAH PUNYA PACAR BELOOM?!!!"
"HUUUUUUUU!!!!"
Lagi, Meisya nekat berteriak dengan lantang sampai seisi kelas menyoraki, dan dia hanya bisa nyengir kuda sambil menggaruk belakang kepala yang tak gatal. "Nanya doang ini,"
Sementara Agatha langsung menepok jidat, dalam hati merutuki Meisya yang terlalu kegatelan jadi cewek. Saat melihat Saga, cowok itu hanya tersenyum geli ke arahnya.
"Engga, gue masih jomblo."
Dan dia berucap seperti itu, kini Meisya langsung berseri-seri. "Waeeww.. emejing!!"
Melihatnya, bu Rina lalu geleng-geleng kepala. "Baik, kalau masih ada yang ingin bertanya lagi, nanti silahkan sama Saga waktu istirahat saja. Perkenalannya cukup sampai disini dulu, kita lanjut ke pelajaran. Saga silahkan duduk.."
"Iya, Bu."
Satu tempat duduk kosong persis berada di sebelah kanan Agatha. Saga lalu menempati. Dan ia sempat tersenyum tipis saat cewek itu melihat kearahnya.
Agatha masih terlihat canggung.
"Jadi, hari ini rencananya, ibu akan membuat kelompok belajar untuk kelas ini. Supaya setiap ada tugas yang mengharuskan berkelompok, saya--atau guru lain, tidak perlu lagi membuang-buang waktu untuk membentuknya."
Bu Rina lalu menggoreskan spidolnya di white board.
"Disini, ibu akan membagi; kelompok satu, kelompok dua, kelompok tiga, kelompok empat, dan terakhir kelompok lima. Supaya pas dengan jumlah muridnya, jadi setiap kelompok akan ada lima orang."
Selesai, Bu Rina juga menuliskan dengan menurun angka satu sampai lima di setiap kelompok.
"Sekarang, pemilihannya mau berdasarkan nomor urut absen, pilihan ibu, atau kalian sendiri?"
"KALIAN SENDIRIII!!!"
Ya, karena kadang memang pilihan guru itu tidak sesuai, ada yang terpisah dengan gengnya lah. Sama yang ini itu tidak terlalu akrab lah. Apalah itu kebiasaan anak SMA.
"Kita sendiri, Bu, maksudnya elaahh.. jangan kaya anak TK juga kali."
Cowok di belakang Saga menyeletuk. Rendy Pamungkas. Si pak ketua.
"Baik, sekarang kita mulai dari kelompok satu."
Beberapa murid sudah berlomba-lomba mengangkat tangan dan mendaftarkan anggotanya.
"Viky, Bu! Kelompoknya sama Kayla, Revi, Andra, sama Doni."
Satu persatu nama ditulis oleh Bu Rina di white board. Berlanjut ke kelompok dua dan tiga. Mereka cepet-cepetan mengangkat tangan dan menyebut nama murid yang pinter.
Karena, kelompok lima adalah kelompok yang paling blangsak, selalu, entah pendapat dari mana namun yang jelas menjadi yang terakhir itu kurang terlalu diminati.
"Sekarang kelompok empat.."
Pas, Meisya langsung angkat tangan, dan paling duluan sebelum yang lainnya. "Saya, Bu! Anggotanya Agatha, Saga, Rendy, sama Iksan."
Agatha, karena cs-nya. Rendy, karena akrab juga. Iksan--yang bernama lengkap Iksan Fernando, karena kepintaran otaknya dan teman SMP, akrab pula. Lalu Saga.. karena ketampanannya.
"Saga, lo masuk kelompok gue ya!" dan kini Meisya meneriakinya, dari belakang punggung Agatha, disertai telunjuknya yang maju. "nanti kita-kita belajar bareng, okey! Tenang, ini anak-anak asik semua kok."
"Iya, gue ngikut aja." cowok itu mengangguk kecil.
"Sip.. lah!" Meisya mengacungkan jempolnya dengan kesenengan. Lalu, "Bu! Tulis, Bu! Cap cusss!!"
Dan Agatha langsung menggetok kepala temannya itu. "Sopan dikit, pe'a! Itu mulut kaya gapernah dijepret aja!"
Nama mereka berlima lalu ditulis. Untungnya, Bu Rani itu sabar, dan sayang kepada murid-muridnya. Beruntung kelas sebelas IPA-2 mendapat walinya seperti beliau.
"Bu, maafin Meisya ya, dia emang asal jeplak, efek jomblo bu, biasaa.."
Tiba-tiba Rendy menyeletuk, diikuti gelak tawa yang terbahak-bahak dari Iksan yang duduk di depan Saga dan teman-teman lain. Hingga buntelan kertas buram berisi coretan matematika langsung melayang sampai ke muka Rendy.
"MAMAM DAH TU!" pekik Meisya sambil terus menghujani Rendy dengan buntelan kertas buram yang lain. Karena ia juga mengambil dari kolong meja Agatha, yang belum sempat dibuang olehnya.
Agatha ikut tertawa, dan Saga tersenyum melihat itu.

Bình Luận Sách (32)

  • avatar
    FahriZul

    saya sangat suka

    05/07

      0
  • avatar
    NgarsoDenbagus

    ceritanya bagus

    14/06

      0
  • avatar
    SiapaGa tau

    bucin sekali

    11/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất