logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

6 | Rumah Makan Padang

Sedikit kesal Faiqa melajukan mobilnya pelan mengikuti mobil rombongan yang di depannya. Perasaan marah bercampur malu masih menyelimuti hati. Teringat kejadian yang dilakukan keluarganya di kantor barusan.
Mau taroh di mana mukanya di hadapan para karyawan, aksi usil para Bibi cukup membuatnya malu.
“Sudah lah, Fai. Jangan merengut terus. Bibimu kan cuma mau lihat tempat kerjamu,” ucap Mama menghibur.
“Malui-maluin,” sungutnya kesal.
“Kamunya aja yang terlalu over, orang mau masuk malah di larang,” ujar Mama sambil terkekeh, geli melihat tingkah Faiqa yang sedang kesal.
“Mau masuk macam suporter bola gitu, wajarlah di larang. Karyawanku lagi kerja, Ma. Nanti malah terganggu karena ribut-ribut.” Faiqa tetap fokus memandang lurus ke depan, ketika mengutarakan alasannya.
“Ya, Lah. Bos over perfect,” ucap Mama tidak bisa berkata lebih banyak.
Perjalanan Ibu Kota ramai lancar sore ini, karena belum memasuki jam pulang kantor. Faiqa dan rombongan bisa melajukan kendaraannya dengan santai tanpa terhalang macet.
Tak lama setelah menjauhi kawasan perkantoran, mobil rombongan di depannya berbelok berlainan arah dari tujuan semula, bandara.
“Loh, nggak jadi ke bandara?” tanya Faiqa heran.
“Bibimu mau mampir makan dulu,” jawab Mama santai, seolah sudah tahu rencana keluarganya
“Kan bisa makan di bandara,” kata Faiqa melayangkan protes.
“Udah, ikuti saja mobilnya,” jawab Mama sambil menunjuk mobil rombongan yang sudah di salip mobil lain.
Faiqa menarik nafas berat, dia mencium ada sesuatu yang mencurigakan, seperti ada yang di sembunyikan darinya.
‘Apa lagi ini,’ rutuknya membathin.
Setengah jam perjalanan, rombongan berbelok ke sebuah Rumah Makan khas makanan Minang, Rumah Makan Nasi Kapau yang terkenal seantero Ibu Kota. Faiqa pun ikut berbelok mengikuti sampai mereka berhenti di laman parkiran.
Semua berbondong masuk ke Rumah Makan. Riuh dan penuh teriakan, bedanya teriakan ini di sebabkan anak-anak kecil, sepupu dan ponakan Faiqa.
Rombongan keluarga besar itu yang di pimpin Paman Samsul langsung menuju ke sebuah meja besar yang di kelilingi banyak kursi, khusus untuk keluarga besar sepertinya.
Pramusaji secepat kilat langsung menyambut dengan mengantarkan menu sambal yang tersusun bertumpuk di atas tangannya. Ini salah satu yang paling di sukai Faiqa jika mampir ke Rumah Makan Padang, melihat piring sambal yang di susun bertingkat di atas tangan pramusaji.
Semua menu pilihan sudah tersedia di meja, menggiurkan selera. Pengen cepat-cepat rasanya menyendok nasi ke dalam piring, kemudian melahap semua menu yang disajikan. Orang yang sedang berdiet pun pasti akan tergoda dan melupakan dietnya.
Menu makanan Padang adalah pembuka selera bagi Faiqa. Jika tidak berselera makan, maka carilah Rumah Makan Padang.
Baru saja tangannya hendak menyendok nasi ke dalam piringnya, langsung di tahan Mama.
“Kenapa? Kita ke sini untuk makan, kan? Bukan cuma sekedar ngeliatin menu yang sudah tersaji ini? Aahh, menggiurkan.” Faiqa menelan ludahnya, dia tak sabar ingin segera memenuhi hasrat laparnya.
“Masih ada orang yang harus kita tunggu,” bisik Mama masih memegang tangan Faiqa.
“Siapa?”
“Tunggu saja, sebentar lagi datang.” Mama memberi kode agar Faiqa segera mengangkat tangannya dari mangkok nasi.
Faiqa kembali meletakkan sendok nasi yang sudah di genggaman dengan sedikit cemberut. Perutnya mulai keroncongan, memanggil pemiliknya agar segera di isi.
Tak lama, datang serombongan. Eh, salah. Cuma tiga orang. Sepertinya sepasang suami istri beserta anaknya.
Oh, Sarah mau janjian makan bersama calon suami dan calon mertua dulu sebelum pulang. Pikir Faiqa manggut-manggut
Laki-laki yang lebih tua, duduk di dekat Paman Samsul, si istri duduk di samping Bibi Jasmin.
Nah. Benar, kan. Kecurigaan Faiqa makin kuat. Buktinya si Ibu duduk dekat calon besan.
Anaknya? Entahlah, Faiqa tidak terlalu memperhatikan, dia memang tidak tertarik memperhatikan lawan jenis. Terlebih laki-laki itu calon suami sepupunya sendiri.
Paman Samsul berbincang sebentar dengan calon Mertua Laki-laki Sarah, sebelum mempersilahkan semua rombongan untuk mulai makan.
“Kita mengobrol sambil santap siang saja, Da,” kata Paman Samsul sembari menyendokkan beberapa sendok nasi ke piring di depannya.
“Lebih baik seperti itu, Da Samsul. Saya lihat para rombongan sudah tidak sabar ingin segera menyantap hidangan. Maafkan kami yang datang terlambat,” jawab calon Mertua Laki-laki Siska melemparkan pandangan pada setiap orang yang duduk di meja.
Bisa Faiqa tangkap dari perbincangan itu bahwa calon suami Sarah berasal dari Ranah Minang, kentara sekali dari panggilan Paman Samsul pada calon mertuanya. Uda.
Faiqa tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada, secepat tangannya mampu bergerak dia mulai menyendokkan beberapa sendok nasi ke piringnya. Selanjutnya dia mengambil beberapa piring sambal kesukaannya. Rendang, jengkol lado hijau, gulai kepala ikan, tak lupa perkedel kentang. Uuuhhhh. Piringnya penuh.
Tanpa rasa malu di bilang kemaruk dengan piring yang terisi penuh, Faiqa santai menyantap makanannya. Mama menyenggol lengan Faiqa, tetapi tidak di hiraukannya. Dia terlalu fokus menikmati isi piringnya.
“Jadi, kapan bisa kita atur waktu baik untuk pertunangan dua anak kita ini?” Sekilas Faiqa mendengar calon Mertua Sarah mulai kembali berbicara. Dia tidak terlalu tertarik mendengar percakapan yang sedang berlangsung. Fokusnya hanya satu. Menghabiskan isi piringnya.
“Kami menerima kabar baiknya saja, silahkan Uda dan keluarga berembuk menentukan harinya,” kata Paman Samsul.
“Eheem. Sebelum tukar tando–pertunangan– alangkah baiknya anak-anak kita saling mengenal dulu. Gimana bisa menikah jika belum saling kenal.” Calon Mertua Sarah kembali bersuara.
‘Nggak kenal gimana, bukannya Sarah akan menikah dengan lelaki yang sudah lama di pacarinya?’ Faiqa membathin sendiri, namun mulutnya tetap terisi penuh.
Tapi. Tunggu. Ada yang mencurigakan, Faiqa melirik Sarah, lalu bergantian melirik Pria baru datang yang tak jauh duduk di dekatnya.
Kedua orang itu seperti tidak saling mengenal, jika mereka pacaran, tentu sudah bertegur sapa dari tadi.
Faiqa menghentikan makannya, dia menyadari sesuatu. Selera makannya menghilang sudah. Faiqa menggeser piringnya ketengah lalu mencuci tangannya. Dia menelan paksa sisa makanan dalam mulutnya.
“Udahan aja, Fai?” tanya Mama melihat Faiqa menyisakan banyak makanan di piringnya.
“Udah nggak selera,” jawab Faiqa melirik kesal pada Paman Samsul yang sedang berbicara dengan pria di depannya.
“Nggak baik begitu,” bisik Mama seraya mencondongkan tubuh ke dekat Faiqa. “Habiskan makanannya,” sambung Mama.
“Jadi, pertemuan ini untuk perjodohanku”? Faiqa melantangkan suaranya sambil berdiri. Mengangetkan semua orang yang sedang asyik menikmati hidangan yang tersedia.
“Fai,” tegur Mama tak kalah kaget melihat Faiqa yang sudah berdiri di sampingnya. Mama paham betul sifat Faiqa, tidak suka di jadikan objek pembicaraan tetapi tidak di bawa ikut serta dalam diskusi.
“Ada apa, Faiqa?” tanya Paman Samsul dengan intonasi berat. Ada penekanan dalam suaranya. Tidak suka melihat sikap Faiqa yang berdiri saat semua orang masih makan.
“Mohon maaf, Bapak dan Ibuk saya potong acara makan dan bincangnya, saya ucapkan terima kasih sudah bersedia bergabung makan bersama keluarga besar kami. Sebuah penghormatan untuk kami, terutama untuk Paman-paman saya. Sebelumnya saya ingin memberitahukan, bahwa saat ini saya belum membutuhkan seorang jodoh, sekian sepatah kata dari saya, terima kasih atas perhatian,” ucap Faiqa sambil menirukan gaya MC di pernikahan, yang membuat merah wajah Paman Samsul mendengarnya.
“Faiqa!” hardik Mama, kecewa mendengar Faiqa yang membatalkan pertunangan, bahkan di saat perkenalan belum di lakukan.
“Apa-apaan ini, Uda. Kami sudah di tolak, bahkan sebelum perkenalan diri.” Pria yang duduk di depan Paman Samsul, tak kalah memerah mukanya.
Faiqa duduk kembali dengan santai, dia tidak menghiraukan keadaan di sekelilingnya yang mulai menegang.
Paman Samsul gemetar tangannya menahan marah, Mamanya merosot lesu si kursinya. Semua orang berhenti makan, kecuali anak-anak yang tetap dengan lahap menyantap makanan kesukaan mereka.
“Ayo kita pergi Ma, tidak ada gunanya kita di sini.” Pria yang duduk di depan Paman Samsul berdiri dengan raut wajah yang tidak bisa di artikan.
Sang istri manut dengan patuh perintah suaminya, dia segera berdiri, menghampiri suaminya.
Paman Samsul pun ikut berdiri, tetapi tidak tahu harus bersikap apa, menahan kenalannya untuk tidak pergi, mustahil. Api kemarahan tergambar jelas di wajahnya. Meminta maaf, egonya terlalu tinggi untuk melontarkan ucapan itu.
“Robi, ayo,” titah Pria itu lagi memanggil anaknya yang dari tadi diam saja.
Keluarga yang seharusnya menjadi keluarga baru Faiqa itu berlalu meninggalkan Rumah Makan.
Paman Samsul yang masih merah padam wajahnya ikut meninggalkan ruangan, diikuti istri dan anaknya. Sudah di pastikan, Faiqa tidak akan di tegurnya selama berbulan-bulan ke depan sebelum Faiqa bersimpuh meminta maaf padanya. Karena Faiqa telah mempermalukannya di depan banyak orang.
Acara makan keluarga pun berakhir dengan situasi yang kurang mengenakan. Semua kembali ke rumah masing-masing tanpa ada salam perpisahan. Bibi Yuniar yang seharusnya di antar ke bandara memilih pergi sendiri dengan keluarganya menggunakan kendaraan umum.
Faiqa dan Mama kembali pulang ke rumah, ke duanya saling diam selama perjalanan pulang.
Faiqa merasa tak enak hati pada Mamanya, tetapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Dia paling tidak suka orang lain mengatur hidupnya, terlebih tanpa persetujuannya.
Hidup Faiqa terasa hancur sekarang. Dia mengagalkan perjodohannya yang seharusnya bisa membungkam mulut karyawan yang mengira dia tidak suka laki-laki. Apa boleh buat, kemarahan dan rasa trauma lebih dominan.
Lebih parah, sore ini Faiqa telah menghancurkan hati seseorang yang paling berharga dalam hidupnya. Mama.
“Maafkan aku, Ma,” lirih Faiqa tanpa bersuara
Bersambung

Bình Luận Sách (42)

  • avatar
    69Rain

    cerita menarik mantap gan

    3d

      0
  • avatar
    RahmawatiSuci

    Bagus banget

    15d

      0
  • avatar
    Anisa Fauzia

    bagussss

    19d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất