logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

5 | Rebutan Gagang Pintu

Ketika suntuk menatap berkas sepanjang hari, Faiqa sering berkeliling memantau kinerja karyawannya.
Dia mulai berkeliling dari kantor, bagian marketing media sosial (yang bertugas mempromosikan pakaian siapa di jahit), berlanjut bagian pengemasan dan pencatatan pesanan. Hampir semua pekerja di bagian ini adalah perempuan, maka Faiqa senang berkeliling ke sana.
“Bener nggak sih, Ibuk Bos nggak suka sama kaum laki-laki?” Pada Bagian pengemasan Faiqa mencuri dengar karyawannya sedang membicarakannya. Dia yang datang secara diam-diam itu sembunyi di balik rak pakaian, sehingga kehadirannya tidak di ketahui.
“Bisa jadi, aku lihat dia sangat menjaga jarak dengan karyawan laki-laki,” ucap Karyawan berjilbab cream menimpali.
“Pantas ya, sampe sekarang nggak kunjung menikah. Menurut kamu berapa usia Buk Bos?” kata karyawan di sebelahnya yang tadi membuka cerita.
“Kalau lihat dari tampilan masih muda, seusia kita, 20an mungkin.” Faiqa memperhatikan dirinya, melihat dari ujung kaki sampai bagian tangan yang sanggup di tangkap matanya. Dia tersenyum geli mendengar karyawannya mengira dia berusia 20 tahunan.
“Mana ada, Buk Bos itu sudah 30 tahun lebih,” timpal Karyawan lain ikut nimbrung membicarakan atasannya.
“Kasian sekali yah, belum juga menikah, padahal cantik, tajir, pintar, sempurna lah pokoknya” ucap Karyawan pertama pembuka topik.
“Ada satu kurangnya, galak. Ha ha ha,” ujar yang lain sambil tertawa terbahak, diikuti karyawan lain yang sedang mengemas pesanan yang akan di kirim itu.
Dada Faiqa cukup panas mendengar dirinya di bicarakan seperti itu, tetapi dia tidak ingin menambah momok jelek di depan karyawannya.
Tidak ingin mendengarkan terlalu jauh, Faiqa memutuskan untuk meninggalkan bagian pengemasan. Memang salah dia yang mencuri dengar pembicaraan karyawannya.
Faiqa kembali berkeliling, kali ini ke bagian penjahitan. Pekerjanya wanita semua.
Pada ruangan besar yang berisi banyak mesin jahit itu Faiqa suka melihat para karyawan duduk rapi, serius menekuni kain di depannya yang sedang di jahit.
Baginya pemandangan seperti itu sudah cukup memberi semangat padanya, agar lebih kuat lagi memegang tampuk kepemimpinan. Dibanding karyawan yang bekerja lebih berat, jatah kerja dia hanya bagian memeriksa yang sudah di kerjakan karyawannya. Seharusnya dia tidak boleh berleha, karena bekerja lebih sedikit.
“Dengar-dengar bulan ini akan ada yang dapat bonus lagi, kira-kira siapa ya? Aah, sandainya aku. Butuh banget untuk pengobatan Ibu yang sedang sakit Diabetes, kakinya hampir hancur karena di grogoti ulat,” ujar salah seorang Karyawan paling pojok mengajak teman di sebelahnya mengobrol. Dia tidak menyadari kehadiran Faiqa di belakangnya.
“Jangan terlalu berharap akan mendapat bonus, Karyawan lepas seperti kita mana bisa dapat bonus. Menerima upah minimum saja sudah bersyukur. Untung-untung nggak di pecat setelah sebulan kerja.” Teman yang di ajak bicara menjawab tanpa menoleh pada lawan bicaranya. Lengah sedikit saat menjahit, jari yang akan jadi korbannya, kena tusukan jarum jahit.
“Berharap boleh, dong. Kali aja Tuhan mendengar pengharapan kita. Rakyat kecil seperti kita hanya memiliki harapan di dalam hidupnya,” lirih Karyawan di pojokan berputus asa.
“Tapi, dibanding yang kerja di bagian kantor, kerjaan kita yang paling berat, loh. Dari pagi menekuri mesin jahit ini tanpa mementingkan pinggul yang kesemutan akibat kelamaan duduk,” sambungnya penuh harap Tuhan benar-benar akan mewujudkan harapannya.
Mendengar obrolan karyawannya membuat tergugah hatinya. Faiqa tak tahan mendengar keluh kesah karyawannya terlalu lama, segera kembali ke ruangannya.
Selama ini, memang belum pernah dia memberikan bonus pada karyawan bagian penjahitan, karena karyawan di sana belum termasuk dalam daftar karyawan tetap. Mereka yang bekerja bagian penjahitan adalah karyawan lepas yang bisa berhenti kapan saja tanpa terikat kontrak kerja.
Bukan tanpa alasan Faiqa tidak mau mengangkat karyawan bagian penjahitan sebagai karyawan tetap. Dia ingin memberdaya para wanita yang tidak bekerja untuk belajar di Konveksinya tetapi tetap di gaji. Setelah mahir menjahit, mereka bisa berhenti kapan saja untuk membuka Konveksi atau paling tidak rumah jahit di rumahnya.
Ternyata, kebijakan yang dibuat Faiqa tidak bisa diterima sepenuhnya oleh para pekerja.
Inilah yang di sukainya saat berkeliling, dia bisa mencuri dengar gosip yang di bicarakan karyawannya atau keluhan yang sedang mereka hadapi.
“Tari, kita harus bicara, segera ke ruanganku
.” Faiqa memencet panggilan cepat pada telpon di meja kerjanya.
“Baik, Buk,” jawab Tari segera.
Beberapa detik berselang, Tari masuk ke ruangannya.
“Ada apa, Buk?” tanya Tari
“Coba kamu data berapa jumlah karyawan bagian penjahitan segera, setelah itu laporkan ke saya,” titahnya tak sabar.
“Siap, Buk. Segera saya siapkan.” Tari kembali pamit ke ruangannya.
Jika kau bekerja dengan hati, semua pasti ada solusinya, bathin Faiqa menyemangati diri.
Perasaan marah yang tadi berkecamuk terhadap karyawan bagian pengemasan kini sirna, berganti rasa iba pada karyawan bagian penjahitan.
Sebagai pemimpin, Faiqa harus mengesampinkan perasaan pribadi ketimbang urusan kantor.
Faiqa memijit pelipis yang tak sakit, rasa bersalah menjalani hatinya.
Trrtt. Trrttt. Trrtt.
Ponsel yang tak jauh dari sikunya bergetar, membuyarkan lamunannya. Panggilan masuk dari Mama.
“Assalamualaikum, Ma. Ada apa?” Ia segera mengangkat melihat kata Mama tertera pada layar panggilannya.
“Waalaikumsalam, Nak. Nanti kamu cepat pulang, ya. Kita mengantar Bi Yuniar ke bandara bareng keluarga lainnya,” jawab Mama di seberang telepon.
‘Kenapa harus di antar, sih. Kemarin mereka datang sendiri,’ tutur Faiqa membathin, masih kesal pada keluarga besar yang mendesaknya untuk segera menikah.
“Masih banyak kerjaan yang harus di selesaikan, Ma. Keluarga lain aja yang antar kenapa, Ma?” kata Faiqa menolak halus. Dia enggan bertemu keluarga besarnya.
“Nggak bisa, Nak. Mama pengen ngantar Adik-adik Mama juga.” Mama tetap memaksa.
“Baik, Ma. Jam berapa ngantarnya.” Faiqa melirik pada jam tangannya yang menunjukkan setengah tiga sore. Tak ingin mengecewakan Mama, rasa bersalah pada karyawan masih tersisa.
“Sebentar lagi, ini lagi di jalan menuju kantor kamu,” ucap Mama tanpa ragu.
Apa? Katanya nanti? Kok sudah mau jalan ke sini aja, Faiqa memutar bola matanya kesal. Begitulah keluarganya, selalu membuat keputusan dadakan atau mengabari secara tiba-tiba.
“O-oke, Ma. Aku tunggu,” jawabnya seraya mengusap tengkuk belakang, sedikit jengah dengan keputusan Mama, tetapi tidak bisa membantah.
Sepuluh menit berselang, rombongan keluarga tiba di kantor, cukup membuat kehebohan.
Para Bibi berbondong ingin masuk ke dalam, penasaran seperti apa tempat kerja Ponakannya.
Faiqa yang merasa canggung melihat kedatangan keluarga seperti tim hore suporter bola itu segera mengarak mereka kembali ke luar.
“Ayo kita segera berangkat, nanti Bi Yuniar ketinggalan pesawat,” ucap Faiqa merentangkan tangan supaya keluarga besar tidak terlalu jauh masuk ke dalam, mereka baru sampai di depan pintu, tetapi langsung di hadang Faiqa. Dia tidak ingin kedatangan keluarganya menganggu kenyamanan karyawan yang sedang bekerja.
“Sebentar aja, kami ingin liat seperti apa Konveksi W'Heart yang super terkenal itu,” seru Bi Hindun mencoba menerobos masuk.
Faiqa memegang gagang pintu kuat-kuat setelah berhasil mengusir keluar. Drama perebutan pintu pun terjadi. Faiqa bagian menarik agar pintu tidak terbuka sedikit kewalahan menghadapi kekuatan segerombolan Bibinya.
Melihat Bosnya yang kesusahan, para karyawan dari dalam ikut serta mendorong pintu dari dalam agar tidak bisa terbuka. Mereka bersemangat membantu Bosnya tanpa tahu pokok permasalahan.
Drama tarik menarik itu cukup menjadi tontonan gratis bagi orang yang berlalu lalang. Faiqa memerah wajahnya melihat aksi keluarga yang sengaja mengerjai dia. Sang Mama hanya geleng-geleng melihat tingkah kekanakan Adik-adiknya yang suka usil mengganggu Faiqa yang super disiplin dan perfect itu.
Keluarga memang suka mengganggu bahkan menyebalkan, tetapi tanpa keluarga hidup akan menjadi hambar dan membosankan.
Bersambung

Bình Luận Sách (42)

  • avatar
    69Rain

    cerita menarik mantap gan

    3d

      0
  • avatar
    RahmawatiSuci

    Bagus banget

    15d

      0
  • avatar
    Anisa Fauzia

    bagussss

    19d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất