logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

BAB 5

******
“Lana … Lana!”
Gegas Lana menuju teras samping, sejak tadi malam memang pintu pagar masih terkunci belum sempat di buka. Randa tampak belum bangun jadi pintu pagar masih terkunci.
“Duh masak jam segini masih kuncian sih, Lana!” pekik seseorang sambil menggoyang-goyang pintu pagar.
“Lho, mbak Tami? Tunggu sebentar mbak!” Kata Lana setengah berteriak sambil
mengambil kunci pagar, setelah melihat ipar dan anak-anaknya ada di depan.
“Tumben pagi sekali sudah kesini, mbak. Ada apa?” Tanya Lana sambi membuka pintu pagar.
“Eh iya, aku titip anak-anak ya Lan,” katanya sambil menyerahkan anak-anaknya ke Lana.
Sedangkan Lusi dan Tata nampak masih mengantuk karena hari baru jam lima lewat.
“Memangnya mbak mau kemana?” tanya Lana lagi.
“Aku sama Mayang mau tempatnya mbak Rumi, di Desa Makmur Jaya. Mayang mau liat ada sawah yang mau di jual, lumayan bisa di garap sama Bang Tara,” kata Tami.
“Memangnya anak-anak ga sekolah, ya Mbak?” tanya Lana.
“Ya sekolah donk. Kamu siapin ya Lan, baju sekolah anak-anak sudah ada di tas mereka masing-masing. Jangan lupa nanti uang jajannya Lusi sepuluh ribu ,Tata lima ribu saja,” lanjut Mbak Tami.
“Uang jajannya mana?” tanya Lana lagi sambil mengajak anak-anak masuk.
“Pake uang mu dulu Lan, jangan pelit-pelit sama ponakan biar cepet isi kamunya,” kata Tami sambil menyindir Lana yang memang sudah dua tahun menikah belum hamil sampai saat ini.
“Lho mbak, apa hubungannya ngasih uang jajan dengan kehamilan,” kata Lana terdengar kesal. Wanita mana yang tidak mau di berikan keturunan, pasti semua wanita mendambakan itu.
“Iya … itu, kalo kamu sering jagain anak-anak, kan bisa buat pancingan,” sahut Tami ngeles.
Lana hanya bisa mengelus dada, menghadapi tingkah iparnya. Ga suami, ga mertua dan bahkan ipar semuanya toxic banget.
“Sudah ya Lan, mbak berangkat dulu. Nanti kalo telat, aku bisa di tinggal Abangmu dan Mayang. Tata … Lusi, Mama berangkat dulu, baik-baik sama anak-anak ya Lan,” kata Tami nyerocos sambil menstarter motornya dan berlalu dari hadapan mereka.
“Ayoo, Tata, Lusi kita masuk.” Ajak Lana kepada Tata dan Lusi.
“Tante, Tata masih ngantuk,” kata Tata setelah di dalam rumah.
“Hmmm, Tata kan mau sekolah, sebaiknya Tata mandi dulu, biar ga telat kesekolahnya. Nanti biar Tata di anter sama om Randa saja ya,” kata Lana.
Sedangkan Lusi langsung menuju meja makan. “Tante sudah masak ya, Lusi mau sarapan.”
Untungnya dia sudah selesai memasak nasi goreng buat sarapan, walau hanya cukup untuk dia dan Randa.
“Lusi mau nasi goreng? Tunggu ya, tante buatkan omlet dulu,” katanya kepada Lusi dan anak itu hanya mengangguk tanda menyetujui perkataannya.
“Bang … bangun! Kamu ga kerja ya hari ini?” panggil Lana menepuk-nepuk bahu Randa untuk membangunkannya.
“Ihhh, om Randa males banget belum bangun,” kata Tata sambil menepuk pipi Randa sehingga membuat Randa langsung membuka matanya dan duduk di ranjang.
“Lho, ada Tata sama Lusi, Kapan datangnya dek?” tanya Randa.
“Subuh … subuh dianter ibunya,” sahut Lana, melupakan kekesalannya tadi malam di hadapan keponakannya.
Dia tidak ingin konfliknya dan Randa menjadi contoh buruk buat anak-anak.
“Emang mbak Tami mau kemana?” tanya Randa.
“Katanya mau ikut Mbak Mayang, ke rumahnya Mbak Rumi, mau liat sawah. Ada yang jual, Mbak Mayang mau beli,” jelas Lana kepada Randa. Randa hanya manggut-manggut saja mendengar penjelasan Lana.
Mbak Rumi adalah sepupu Randa yang tinggal di desa Makmur Jaya, dia anak Kakak mertua Lana. Kebetulan suaminya adalah petani dan Mbak Rumi adalah guru di desa itu.
“Kamu sudah masak dek? Mas lapar, tadi malam ga makan,” tanya Randa, sepertinya dia takut kalau pagi ini Lana masih marah dan tidak mau masak.
Lana hanya mengangguk sambil tersenyum tipis.
“Tante Lana sudah masak om, Lusi dan Tata sudah selesai sarapan.” kata Lusi tiba-tiba di sebelah Randa.
“Bang, nanti anak-anak kamu yang antar ya,” kata Lana.
“Iya dek,” kata Randa menuju ruang makan untuk sarapan.
Jam setengah tujuh kurang anak-anak sudah siap, sebenarnya kedua ponakan Randa itu anak yang manis. Cuma kadang-kadang ibunya terlalu acuh dan kurang memperhatikan kebutuhan anaknya. Begitu pun dengan bapak mereka yang terlampau cuek di karenakan mencari nafkah.
“Tata, Lusi sudah siap mas,” kata Lana kepada Randa.
“Oke … Tata nanti di depan ya, Lusi bisakan boncengan di belakang?” tanya Randa.
Di balas dengan anggukan oleh kedua anak itu.
“Abang berangkat ya dek,” kata Randa berpamitan kepada Lana. Di balas dengan anggukan.
“Bang, jangan lupa pulang nanti hapeku ya.” Kata Lana sambil menatap Randa dengan tajam.
Yang di tatap hanya diam dan menunduk, lalu melajukan kendaraannya menuju tempat kerja di kantor desa sekalian mengantar anak-anak abangnya ke sekolah yang letaknya masih satu komplek dengan kantor desa.
Hahahaha, tidak semudah itu ferguso aku melupakan kejadian semalam, batin Lana sambil tersenyum licik dan melambaikan tangannya kepada para keponakannya.
Hari ini Lana sengaja membeli daging di tukang sayur, ia berencana untuk memasak sop daging untuk keponakannya, membuat sambal bawang dan menggoreng tempe untuk dia dan Randa.
“Mbak Lana, katanya ipar kamu Mayang, mau beli sawah ya di desa Makmur Jaya?” tanya Mbak Nur tetangga sebelah rumahnya, ketika dia sedang membersihkan halaman rumah dari daun-daun mangga yang berguguran.
“Mbak Nur tau darimana?” kata Lana balik bertanya. Dia penasaran karena baru tadi pagi dia sendiri tau kalau Mayang mau membeli sawah.
Ini tetangganya malah sudah bertanya mengenai kebenaran berita itu.
“Siapa lagi Lan, kalo bukan ibu mertua kamu. Tadi pagi aku bertemu dengannya di pasar. Mungkin sudah satu pasar yang tau,” kata Nur sambil terkekeh.
“Ya begitulah mbak, mungkin lagi ada rezeki lebih untuk beli sawah. Bagus juga untuk investasi kalau suatu saat mau pulang kampung,” jawab Lana.
“Ealah Lan, Mayang mana mau balik ke kampung. Makanya dia cari suami orang kota, biar bisa tinggal di kota, kamu saja orang kota yang mau-maunya tinggal di kampung kayak gini,” kata mbak Nur.
“Lho memangnya kenapa dengan tinggal di kampung mbak Nur, aku saja merasa enjoy, tinggal di kota atau kampung sama saja,” kata Lana sambil tersenyum.
“Itu kan kamu, ga semua orang betah tinggal di kampung Lan,”kata mbak Nur lagi. Yang hanya di balas senyuman oleh Lana.
Sore harinya setelah anak-anak Mbak Tami selesai mandi, Randa baru pulang dengan muka di tekuk.
“Ini ….” Katanya sambil menyerahkan bungkusan ke Lana.
“Apa ini bang?” tanya Lana. Ketika akan mengambil bungkusan yang di serahkan Randa. Tiba-tiba ada yang merebut bungkusannya, membuat Lana dan Randa terkejut.
*****

Bình Luận Sách (117)

  • avatar
    LaeBambang

    manatapA

    13h

      0
  • avatar
    SukijanSuki

    saya baru coba semoga berhasil

    1d

      0
  • avatar
    Yudi Soraya

    Saya mau Diamond

    4d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất