logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Cinta Untuk Reisa

Cinta Untuk Reisa

Queeny


Chương 1 Persahabatan

Seorang wanita berusia dua puluh tahun berlari mengejar lelaki seusianya. Napasnya terengah-engah dengan keringat bercucuran. Si target yang dikejar bukannya menjadi dekat, malah semakin menjauh dan bersorak kegirangan karena telah berhasil menggoda.
"Andra! Balikin buku aku!"
"Ambil kalau bisa!"
Andra menaikkan tangannya ke atas sembari melambaikan buku itu. Tentu saja si gadis tidak bisa menjangkaunya karena tubuhnya mungil dan pendek.
"Kamu usil banget sih, Ndra!"
Tangan kecilnya berusaha menggapai buku tetapi tak sampai. Dia berusaha lagi hingga akhirnya menyerah.
"Lu bantet sih, Rei. Makanya makan yang banyak. Tumbuh itu ke atas bukan ke samping," ejek lelaki itu.
Sudah menjadi kebiasaan Andra untuk mengolok-olok sahabatnya. Reisa juga tidak pernah marah. Bukankah jika bersama sahabat, kamu bisa lepas menjadi diri sendiri? Bahkan semua kekuranganmu dia bisa memakluminya.
"Kamu kalau mau nyontek bilang aja napa? Gak usah pake' ngambil buku aku," jawabnya kesal.
Reisa berhenti berlari kemudian jatuh terduduk dengan tenaga yang sudah habis. Bunyi napasnya juga bersahut-sahutan.
Reisa Andrian nama gadis itu. Dia begitu cantik, lembut dan menawan. Tubuhnya memang mungil, tidak bertumbuh sesuai usia. Namun, paras ayunya bisa memesona siapa saja yang melihat.
Reisa adalah seorang mahasiswi semester tiga sebuah universitas swasta terkenal di ibukota, bersama Andra si lelaki yang sedari tadi dikejarnya.
"Nah. Gitu, dong. Coba kamu ngasih izin dari tadi. Kan gak perlu lari-lari begini."
Andra ikut duduk di sebelah Reisa. Tangan kokohnya mengusap rambut yang bercucuran keringat.
"Makanya tugas itu dikerjain. Jangan main game mulu," sungutnya sembari memijat kaki.
Setengah jam berlari mengejar Andra cukup menguras energi Reisa. Kakinya sakit dan terasa berdenyut.
"Nih, minum dulu. Capek, ya. Dasar anak manja." Andra mengeluarkan sebotol air mineral dari dalam tasnya.
"Kamu tega banget, sih."
Reisa mengambilnya dengan cepat lalu membuka tutup botol, kemudian meneguk habis isinya.
"Uhuk!" Dia tersedak.
"Minum pelan-pelan. Lu kayak habis lari di gurun sahara aja."
Andra menepuk punggung Reisa. Tawanya menggema saat melihat kelakuan sahabat boyish-nya ini. Reisa memang agak kurang sisi feminim sebagai seorang wanita. Mungkin karena selama ini selalu bergaul dengan dia dan jarang berkumpul dengan sesama gender-nya.
"Bukan gurun sahara kali. Ini abis lari dari kenyataan. Dapet enggak, yang ada capek aja."
Reisa menarik napas. Tangannya kembali memijat karena masih masih terasa pegal.
Mendengar kata-kata itu, Andra ikut tertawa. Mereka saling berpandangan dan tersenyum geli, menertawakan tingkah laku sendiri yang konyol. Apa yang mereka lakukan selalu berakhir dengan keseruan. Bercanda merupakan hal sudah biasa, karena mereka berdua sudah sama-sama tidak mempunyai saudara kandung lagi.
Andra dan Reisa, dua karib sejak dulu. Dari sekolah sampai kuliah, mereka selalu bersama bahkan mengambil satu jurusan agar mereka tidak berpisah.
Reisa sebenarnya tidak mempermasalahkan jika mereka berbeda jurusan, tetapi sepertinya Andra yang tidak kuat. Dia tidak rela gadis mungilnya didekati lelaki lain. Andra telah berjanji akan menjaga Reisa sampai kapan pun.
"Pegel," keluh Reisa sembari menunjuk lengannya.
Setelah kaki, sekarang giliran tangan yang sakit. Manjanya kumat.
"Sini, aku pijetin."
Andra menarik lengan Reisa. Tangannya mulai bergerak pelan menarik lengan gadis itu untuk memijat. Ketika tangan kokoh itu sampai pada punggung sahabatnya, jantung laki-laki itu berdetak kencang.
'Ah, gelo lu, Ndra. Jangan mikirin yang gak-gak deh. Jangan rusak persahabatan lu dengan Reisa. Tahan Ndra. Tahan!' ucal Si Angel berbaju putih berbisik yang di telinga kanannya.
'Gak apa-apa, Andra. Lanjut aja, asyik kok.' Gantian si devil berbaju merah ikut berbisik di telinga kirinya.
Dua makhluk ciptaan Tuhan yang tak kasat mata itu sibuk bertarung membisikkan sesuatu. Berusaha merayu Andra untuk mengikuti ajaran mereka. Siapa yang akan menang? Siapa yang akan didengar Andra?
"Napa, Ndra? Kok berenti mijetnya?" tanya gadis itu polos.
Reisa menatap sahabatnya lekat dengan hati yang bertanya-tanya. Tangannya masih terasa sakit. Dia ingin Andra melanjutkan pijatan yang tadi.
"Eh, enggak. Tangan gue kesemutan," ucap Andra berkilah, padahal malu karena sempat berpikiran kotor tadi.
"Oh, yaudah. Gantian aku pijetin kamu, ya. Mau?"
Andra mengangguk. Reisa mengambil posisi di belakangnya. Tangan halusnya menepuk-nepuk punggung berotot itu, lalu pelan tetapi pasti memijat lembut lengannya.
"Kamu makan apa sih? Ototnya keras banget. Bisa tinggi kayak gini."
Reisa meremas lengan Andra tetapi tapi tangannya sendiri yang sakit. Darah Andra berdesir saat menerima sentuhan.
'Aduh Rei, jangan. Jangan ragu-ragu, lanjutin aja.'
Mungkin itu Si Evil yang sedang berbicara, membisikkan kata-kata itu di telinga kirinya.
"Makan nasi, lah. Sama kayak kamu." Akhirnya kata-kata itu yang keluat dari mulut Andra.
"Tapi, kok aku pendek?"
Reisa mulai membandingkan fisiknya sendiri. Beberapa teman mereka di sekolah akan bertumbuh setelah masa pubertas. Hanya dia sendiri yang kurang beruntung. Apa mungkin karena kurang gizi? Atau mungkin faktor keturunan menjadi penyebabnya.
"Udah terima nasib aja. Bantet ya bantet. Gak bisa diubah."
"Ih jahat!" rajuk Reisa.
Andra menjadi semakin gemas saja melihatnya.
"Lu mau ikut gue ke tempat fitnes?" ajaknya.
Reisa menggeleng karena malas dia.
"Enggak ah. Capek. Males angkat barbel. Berat," tolaknya halus.
Andra mencubit hidung Reisa. Itu membuatnya terlihat semakin cantik sehingga membuat hati laki-laki itu ketar-ketir. Jadi makin sayang begitu.
"Aduh sakit tau."
Reisa memanyunkan bibir, tak sadar tingkahnya membuat lelaki di sampingnya itu semakin gregetan.
'Boleh, Ndra. Dikit aja, boleh kan?'
Lagi. Si evil berkata. Rasanya kalau bisikan yang ini, Andra ingin menuruti saja.
"Yaudah. Kalau lu gka mau latihan, terima aja kalau bentuk tubuh lu kayak gini."
"Iya, aku terima nasib. Bantet. Gak kayak cewek-cewek lain. Semampai, cantik."
"Lu juga cantik, kok. Lu aja yang suka minder."
Andra mengusap rambut sahabatnya. Dia suka sekali kalau begini. Reisa sendiri merasa biasa saja kalau disentuh karena mereka memang akrab sejak kecil.
"Siapa bilang? Kalau aku beneran cantik, masa' Dimas gak ngelirik aku sama sekali?"
'Dia lagi. Kenapa sih, Reisa bisa suka sama cowok brengsek kayak gitu?'
'Rei, ini ada gue di depan lu. Masa lu gak nyadar juga!'
Andra berteriak dalam hati karena tidak pernah berani mengungkapkan. Selama bertahun-tahun, dia menyimpan perasaannya rapat-rapat, untuk dirinya sendiri.
"Lu beneran suka sama Dimas?"
"Iya. Dia itu cool banget. Sayang waktu olimpiade sains dulu dia gak lolos. Kalah tipis aja."
"Dia player. Suka main cewek."
Andra mencoba menjelaskan. Kasihan juga sahabatnya ini, bisa jatuh cinta dengan buaya semacam Dimas.
"Kamu bohong. Masa' sih dia begitu? Aku gak percaya."
"Gue kan laki-laki juga. Pasti taulah."
"Tapi, di kampus dia cool bener. Gak ganjen kayak kamu, suka godain cewek."
"Yah emang gitu lah. Jaim dia. Padahal ..." ucap Andra terhenti. Tak sanggup bibirnya mengatakan.
'Padahal dia udah mainin banyak cewek. Lu aja yang gak tau. Lu cinta buta.'
Ucapan itu hanya berlanjut di dalam hati. Andra membuang pandangan, muak setiap kali Reisa membicarakan lelaki itu.
"Dia pinter banget sih ya. Nilainya A terus. IPK-nya nya paling tinggi. Anaknya sopan. Aku suka."
Reisa tertunduk malu sembari membayangkan wajah sang pujaan hati. Itu membuat wajahnya semakin merona.
'Iya, emang. Itu di kampus, dia pake topeng. Tapi di luar kampus? Dia kucing garong. Lu ga dilirik karena dia ga suka cewek polos. Dia nyari yang sama garongnya.'
Lagi dan lagi. Ini hanya terucap di hati. Kenapa tidak dikatakan saja sih, Andra? Lebih terpenci, supaya Reisa mengerti.
'Reisa. Lensa kacamata lu kurang tebel. Mata lu empat juga masih gak bisa ngeliat mana yang baik, mana yang brengsek.'
Senyum Andra berubah kecut saat mendengar puja puji terucap dari mulut Reisa, kepada lelaki yang bernama Dimas itu.
"Udah. Gue males kalau lu ngomongin dia mulu. Kayak gak ada cowok laen aja."
"Emangnya ada siapa lagi selain dia?"
"Kan, ada gue." Andra menepuk dadanya.
"Aku gak suka sama kamu. Tengil." Reisa menjulurkan lidah.
Andra menggelengkan kepala saat melihat kelakuan sahabatnya yang kekanakan ini.
"Ya elah. Gue tengil juga tapi baek-baek. Gak suka main cewek. Beda sama Dimas tu, tampang baek tapi kelakuan minus."
Lama mereka terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
Andra memikirkan Reisa. Reisa memikirkan Dimas.
"Ndra, kamu gak pengen punya pacar? Masa' jalan sama aku terus. Aku gak enak loh kamu dijauhin cewek-cewek gara-gara aku."
"Gak apa-apa. Gue emang ga mau cewek lain. Gue maunya elu aja."
Andra kembali mengusap kepala Reisa. Rasa sayangnya setiap hari semakin bertambah.
"Ih, bohong," ucap Reisa saat menepiskan tangannya.
"Gue mau fokus kuliah aja dulu. Papa kan mulai sakit-sakitan, dia mau gue nerusin usahanya. Gue gak mau mikirin cewek. Lu aja cukup buat gue untuk saat ini. Sahabat gue yang paling cantik," jelas Andra.
Reisa tersenyum senang kemudian memeluknya. Ingin rasanya Andra ....
'Sabar, Ndra. Sabar. Gak usah mikir macem-macem.'
Kalau ini si angel yang berbicara. Dia tidak mau Andra berbuat yang tidak baik.
"Kamu mirip kak Wahyu. Sayang, dia udah gak ada."
Kalau sudah begini Reisa pasti membawa perasaan. Dia teringat akan almarhum kakak kandungnya. Sejak Wahyu tidak ada, Andra lah yang menjadi tempatnya berbagi segala hal.
"Ntar, weekend kita ziarah ke makam Wahyu, mau?"
"Iya, mau."
Reisa yang selalu ceria membuat Andra jatuh hati, dia benar-benar gemas dibuatnya.
'Pengen ini. Pengen itu. Pengen gue halalin nih cewek. Biar bawaannya enggak mikir yang aneh-aneh kalau didekat dia. Begitulah batinnya berkata.'
"Eh, lupa. Buku lu yang tadi, gue bawa dulu ya. Gue mau nyalin jawabannya."
Andra berdiri. Ditangannya buku itu masih terpegang sejak tadi.
"Dasar kamu!"
Reisa berlari mengejarnya. Lalu, mereka kembali seperti anak kecil jika sudah bersama. Melakukan apa saja dengan Andra selalu terasa sangat menyenangkan bagi Reisa.
"Andra, makasih ya kamu udah nemenin aku terus."
Reisa berucap dalam hati sambil memandang lekat seraut wajah yang sedang berlari di hadapannya.

Bình Luận Sách (71)

  • avatar
    Mapafi des Laia

    saya suka dengan ceritanya

    03/03/2023

      0
  • avatar
    Gem Bocil

    sangat berkualitaa

    05/02/2023

      0
  • avatar
    Jasmine

    jos

    04/02/2023

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất