logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 29 CEMBURU

BAB 29
CEMBURU
“Airin! Apa yang kamu lakukan disini?” tanya Vano dingin. Di belakang Airin, tampak Sekar merasa bersalah.
“Maaf, Pak, saya sudah berusaha mencegah Nona ini masuk!” ujar Sekar.
“Gak papa, kamu kembali saja ke ruangan kamu!” sahut Vano.
“Baik, Pak!” sahut Sekar, lalu melangkah meninggalkan ruangan Vano dan menutup pintunya.
“Sekarang katakan, apa yang kamu inginkan?” tanya Vano lagi.
Dengan penuh percaya diri, Airin duduk menyilangkan kaki di depan meja Vano sehingga menampakkan pahanya yang mulus. Pakaiannya yang ketat pun tampak menyembulkan dua gundukan yang seolah menantang siapa saja yang menatapnya.
“Tentu saja mau ketemu calon suamiku, apa lagi?” sahut Airin.
“Calon suami apaan? Jangan ngaco deh! Udah, sana keluar! Ganggu orang kerja saja!” omel Vano.
“Gak, aku akan nungguin kamu disini!”
“Memangnya kamu gak punya kerjaan?”
“Memang gak. Kamu mau kasih aku kerjaan?” tanya Airin.
“Em ... ada sih lowongan. Mau?” tawar Vano.
“Mau, jadi apaan? Asalkan bisa kerja satu kantor sama kamu, aku pasti tidak menolak.”
“Yakin?” tanya Vano memastikan.
“Yakin dong! Kapan aku bisa mulai kerja?”tanya Airin antusias.
“Sekarang juga boleh!” sahut Vano santai.
Airin tersenyum bahagia mendapat tawaran dari Vano.
“Memangnya, tugasku apa?” tanya Airin.
“Tugas pertama kamu, buatkan aku kopi!”
“Oke!” sahut Airin, lalu beranjak dari kursinya. Namun, sebelum benar-benar melangkah meninggalkan ruangan Vano, Airin kembali berbalik.
“Memangnya kerjaanku apa, kok disuruh buat Kopi?” tanya Airin penasaran.
“OB,” sahut Vano sambil menahan senyumnya.
“Vano!” teriaknya kesal. Sambil menghentakkan kakinya, Airin kembali duduk di kuris di depan Vano.
“Kamu ngerjain aku, ya?” omelnya.
“Siapa yang ngerjain? OB sini memang ada yang keluar, kita lagi buka lowongan.”
“Masak aku cantik begini disuruh jadi OB?”
“Memang maunya kerja apa?”
“Jadi istri kamu. He ...,” sahutnya sambil cengengesan.
Vano hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Gak ada lowongan,” sahut Vano.
“Gak papa. Aku akan menciptakan lowongan itu sendiri,” sahut Airin santai.
“Caranya?”
Dengan penuh percaya diri, Airin melangkah mendekati Vano dan duduk dipangkuannya.
“Hei, apa yang kamu lakukan? Turun!” bentak Vano.
“Jangan galak-galak, dong! Ntar, gantengnya hilang, lho!” ujar Airin sambil mengalungkan lengannya ke leher Vano.
“Airin, turun gak?” bentak Vano lagi.
“Kalau aku bilang gak mau, bagaimana?” ujar Airin santai.
“Maaf, Pak, ada ta---.” Sekar yang tiba-tiba masuk, sangat terkejut melihat posisi mereka.
“Maaf, Pak, sudah mengganggu,” ujar Sekar, lalu hendak meninggalkan ruangan Vano.
“Gangguin orang pacaran saja!” gerutu Airin.
“Sekar, tunggu!” ujar Vano sambil berusaha menyingkirkan Airin.
“Ada apa?” tanya Vano gugup.
“Itu, Pak! Ada tamu! Katanya, beliau utusan dari PT Angkasa Raya,” ujar Sekar.
“Baik, suruh tunggu sebentar!” sahut Vano.
“Pergilah! Aku banyak pekerjaan!” ujar Vano kepada Airin.
“Baiklah, Sayang! Aku balik dulu! Bye!” ujar Airin. Usai mencium pipi Vano, Airin segera melangkah meninggalkan ruangan Vano.
Saat tiba di depan meja Sekar, Airin berhenti sejenak.
“Kalau aku ada di ruangan Vano, jangan masuk sembarangan! Gangguin orang pacaran saja! Ngerti, kamu?” ujar Airin galak kepada Sekar.
“Iya, Nona. Saya mengerti, maaf!” sahut Sekar.
"Satu lagi, jangan coba-coba kamu dekati Vano! Dia milikku!" ujar Airin lagi.
Usai memberi peringatan kepada Sekar, Airin segera melangkah meninggalkan kantor Vano. Sebagai awalan, ini sudah cukup, pikir Airin. Untuk langkah selanjutnya, aku akan pikirkan lagi nanti. Yang jelas, Vano harus jadi milikku, ujar Airin dalam hati.
*********************
"Sekar, pulang bareng aku aja, ya? Mobilmu masih di bengkel, kan?" ujar Vano.
"Gak, aku naik taksi saja," sahut Sekar.
"Lho … kok gitu, sih? Udah, bareng aku aja!" ujar Vano.
"Udah dibilang gak mau, ya gak mau. Gak usah maksa deh!" sahut Sekar sewot.
"Kenapa gak mau? Biasanya juga oke aja!"
"Iya, itu dulu sebelum aku tahu kamu sudah punya pacar. Aku gak mau disebut perebut pacar orang!" sahut Sekar.
"Pacar apaan? Dari zaman dahulu kala, aku ini masih jomblo."
"Jomblo karatan dong!" ejek Sekar.
"Terserah kamu mau bilang apa. Yang penting, ntar kamu pulang bareng aku."
"Gak mau. Titik," sahut Sekar.
"Kok masih tetap gak mau, sih?" ujar Vano mulai frustasi.
"Aku kan udah bilang, aku gak mau disebut perebut pacar orang."
"Pacar yang mana sih? Maksud kamu si Airin?"
Sekar mengedikkan bahu.
"Aku gak ada hubungan apa-apa sama dia."
"Gak ada hubungan tapi pangku-pangkuan. Kalau mau mesum itu, jangan di kantor. Bikin mataku terkontaminasi saja," ujar Sekar sewot.
"Kamu cemburu, ya?" tanya Vano sambil memainkan alisnya.
"Idih, ngapain cemburu. Kurang kerjaan."
"Trus itu apa namanya kalau bukan cemburu?"
"Aku cuma gak suka lihatnya. Eh, tapi terserah situ juga ya! Situ kan bos! Terserahlah mau ngapa-ngapain aja!" lanjut Sekar, lalu melangkah meninggalkan Vano di ruangannya.
"Sekar, tunggu!" teriak Vano sambil berlari menyusulnya.
"Jangan gitu, dong! Aku antar, ya!" rayu Vano.
"Sori, Van, taksiku sudah datang. Bye!" sahut Sekar, lalu melangkah meninggalkan Vano.
Vano mengusap wajahnya kasar.
"Sial! Ini gara-gara Airin!" umpatnya.
Vano segera melangkah meninggalkan lobi dan menuju pelataran parkir. Dia melajukan kendaraannya ke jalanan dengan kecepatan sedang.
Kring ….
Tiba-tiba, ponsel Vano berbunyi. Sebuah panggilan datang dari papanya.
"Halo, Pa!"
"———."
"Memangnya ada apa?"
"———."
"Ya sudah, Vano kesan sekarang!"
Klik. Vano menutup sambungan ponselnya. Dia segera melajukan kendaraannya ke rumah sang Papa. Tak butuh waktu lama, dia sudah tiba di lokasi.
"Papa mana?" tanya Vano kepada Sarah, ibu tirinya.
"Ada di ruang kerjanya," sahut Sarah.
Tanpa menunggu lama, Vano segera menghampiri Papanya.
"Pa!"
"Hei, Van, masuk! Sudah lama datangnya?"
"Barusan kok. Ada apa Papa minta Vano kesini?" tanya Vano.
"Duduk dulu. Ada yang mau Papa bicarakan," ujar Papa Vano sambil merangkul pundak putra semata wayangnya.
"Ada apa, Pa?" tanya Vano lagi setelah mereka duduk.
"Begini, Van. Papa kan sudah tua. Papa mau pensiun saja. Papa mau kamu yang mengelola perusahaan."
"Kalau masalah itu, Papa gak usah khawatir. Kan, sekarang aku sudah bantu Papa di perusahaan."
Benar, Van. Papa senang banget. Tapi, ada satu impian Papa yang belum terlaksana."
"Apa itu?" tanya Vano.
"Papa mau gendong cucu."
Vano memalingkan wajahnya. Ini adalah tema yang paling tidak dia sukai.
"Apalagi yang kamu tunggu. Kamu sudah memiliki segalanya. Usiamu pun sudah cukup matang," ujar Papanya.
"Beri aku waktu, Pa. Aku masih mengejar cintaku," sahut Vano.
"Maksud kamu Sekar? Sampai kapan? Ap tidak ada wanita lain? Kamu tahu kan, siapa dia?"
"Sangat tahu, Pa. Kami sudah bersahabat sejak SMU. Jadi, aku tahu betul siapa dia."
"Kamu terlalu dibutakan sama perasaanmu, Van. Cobalah buka mata kamu. Di luar sana, banyak wanita yang jauh lebih sempurna dari dia."
"Mungkin apa yang Papa katakan itu benar. Tapi, namanya perasaan kan, tidak bisa dipaksakan."
"Cobalah buka hatimu untuk wanita lain, Van."
"Maaf, Pa, aku tidak bisa."
"Van, Airin sangat mencintai kamu. Bukankah lebih baik kamu menikah dengan wanita yang benar-benar mencintai kamu?" ujar Papanya.
"Jadi, ini alasan Papa panggil aku kesini? Buang-buang waktu saja!" sahut Vano kesal.
"Apa salahnya dicoba dulu? Toh, kalian sudah lama saling mengenal."
"Aku gak mau, Pa. Dia bukan tipeku."
"Jangan begitu. Setidaknya, hargailah usaha Mama kamu yang berusaha mencarikan kamu jodoh."
"Dia bukan mamaku."
"Terserah kamu. Tapi tolong, kamu coba dulu! Jangan langsung menolak! Malam ini, keluarganya Papa makan malam disini!"
"Itu urusan Papa. Tidak ada hubungannya denganku!" ujar Vano, lalu segera bangkit.
"Van, kamu mau kemana?"
"Pulang!"
"Vano! Kalau kamu tidak menyukainya,paling tidak, ikutlah makan malam bersama kami!"
"Maaf, Pa. Aku gak minat!" sahut Vano, lalu segera melangkah meninggalkan rumah Papanya.
"Pa, Vano kok pergi?" tanya Sarah saat melihat Vano meninggalkan rumah mereka.
"Iya, Ma. Anaknya gak bisa dipaksa!"
"Trus, gimana dong? Mama kan,sudah terlanjur mengundang keluarga Airin makan malam disini!"
"Ya sudahlah, Ma. Makan malamnya dilanjut saja. Toh, hanya makan malam biasa kan?"
"Em … rencananya, Mama mau bicarakan masalah pertunangan mereka."
Papa Vano menghembuskan napas panjang.
"Kamu kan tahu sendiri Vano bagaimana. Sudahlah, jangan paksa Vano. Biarkan mereka dekat dulu!"
Gimana mau dekat! Tiap Airin kesini saja, Vano gak mau nemui," sungut Sarah.
"Kamu atur sendiri sajalah! Aku gak mau ikut campur!"
"Em … Pa, Mama bisa minta tolong gak?"
"Minta tolong apa?"
"Bikin Vano dan Airin dekat terus."
"Caranya?"
"Mama punya ide brilian. Tapi, harus dibantu sama Papa."
"Apa itu?" tanya Papa Vano penasaran.
************************************
"Sekar, Bunda kemarin dapat surat!" ujar Irma.
"Surat dari mana, Bun?" tanya Sekar.
"Dari kantor pengacara ayah kamu," sahut Irma.
"Ngapain mereka kirim surat kesini?" tanya Sekar.
"Ini surat panggilan untuk menjadi saksi pembacaan surat wasiat ayah kamu," ujar Irma.
"Apa?"

Bình Luận Sách (65)

  • avatar
    AsiihSurni

    sangat bagus

    26d

      0
  • avatar
    Free fraaAkunserverluar

    papa ayu dorong

    28d

      0
  • avatar
    Yusleni Rz

    saya seneng sekali main aplikasi ini

    03/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất