logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

bag 4. Usaha Baru

Bag 4. Usaha baru
Terdengar suara orang berlari dan brugh.
Aku dan suami segera menoleh, dan melihat Bude Ari terjatuh.
"Lho Bude, ada apa?" tanyaku sambil membantu Bude berdiri.
"Tolong, Lastri, Nduk, dia tidak bersalah, kakakmu itu berjualan di samping terminal, dan tempat jualannya digunakan untuk transaksi," Bude Ari berkata dengan nafas terengah-engah.
" Owh, begitu to ceritanya, coba dijelaskan pada polisi saja, Bude," saranku.
"Bude tolong dibantu bicara ya, Nduk! Bude tidak mudeng caranya," Bude Ari berkata dengan penuh pengharapan.
"Mas, aku tak masuk dulu sebentar, membantu Bude, njenengan nunggu di mobil sama anak-anak dulu njih!" Ucapku sambil mencium tangan Mas Anung. Tidak tega membiarkan Bude mengurus masalah seberat ini sendirian. Di masa tuanya, beliau harus ikut menanggung permasalahan anaknya. Mas Anung hanya menganggukkan kepala.
"Monggo Bude, kulo nderekke," ucapku sambil membantu Bude berjalan.
"Ada urusan apalagi? Dasar menantu tidak berguna!" Ibu mertua berkata dengan kasar tanpa melihat aku datang bersama Bude Ari.
"Masih ada urusan yang harus saya selesaikan dulu, Ibu," jawabku singkat.
"Oh, mau mengurus saudaramu yang janda itu ya! Bude, tolong urus anaknya yang janda, jangan kegatelan mengganggu suami anak saya!" Ibu mertua berkata sambil menunjuk wajah Bude Ari.
Tanpa menjawab pertanyaan ibu mertua, aku dan Bude langsung menuju tempat pemberkasan perkara.
"Dasar menantu tidak tahu sopan santun, guru kok begitu!" Ibu mertua terus memaki.
Alhamdulillah Mbak Lastri bisa bebas bersyarat, karena memang tidak ada bukti yang memberatkan dan menunjukkan dia seorang pengedar. Aku dan Mas Anung segera mengantar Bude dan Mbak Lastri ke rumahnya. Dan kembali melanjutkan rencana kami yang tertunda.
"Kita jalan-jalan kemana, Mas? Yang bisa jadi tempat bermain dan makan saja, Mas!" Aku berkata sambil memakan cemilan yang kubeli tadi pagi.
"Kita ke pancingan saja, Mah, disana kita bisa makan dan mancing ikan," jawab Mas Anung semangat.
"Oke," jawab kami serempak.
Mas Anung segera melajukan mobil menuju tempat pemancingan ikan langganan kami.
Dret … dret …
[Mbak, minta rekapan stok, banyak pesanan nih] wa dari adikku.
[Sebentar aku kirimkan, stok ready hari ini ya] jawabku.
[Ada yang kurang, Mbak! Bisa dipesankan dulu!] balasan dari adikku.
[Sementara itu dulu, nanti aku orderkan] jawabku singkat.
Alhamdulillah orderanku lumayan banyak minggu ini, aku harus segera memesan barang kembali.
Anak-anak terlihat bahagia bisa bermain dan bercanda dengan kedua orang tuanya. Tak terasa matahari sudah mulai tenggelam, saatnya kami harus segera pulang.
"Mah, jangan lupa ikan bakar untuk ibu!" Perintah Mas Anung.
"Siap, juragan," jawabku singkat.
***
"Nenek aku bawa ikan banyak lho," Si bungsu berkata sambil memberikan bungkusan kepada neneknya.
"Hebat ya, masih bisa bersenang-senang, masih bisa berfoya-foya, ingat keluarga suamimu butuh uang banyak, jangan kamu hambur-hamburkan! Mana uang untuk Musa, sebentar lagi pasti sudah habis ditanganmu!" Ibu mertua berkata penuh kebencian kepadaku.
"Nenek, kok marah-marah terus sama Mamah!" Anakku tidak terima mamahnya dihina terus.
"Pintar ya, kamu, bisa mendidik anak menjadi anak durhaka, berani kepada orang tua!" Ibu mertua tidak terima dengan pembelaan anakku.
"Ibu, kami hanya makan sebentar dan ingin melihat anak-anak kami bermain, apa itu salah? Permasalahan Mbak Nina sudah kami selesaikan, kenapa mesti saya yang selalu disalahkan? Uang untuk Musa sudah saya transfer dua puluh lima juta ke rekening Musa, mohon dicek!" Aku berkata tanpa memperdulikan lagi sopan santun terhadap orang tua, benar-benar jenuh dengan segala sesuatu yang selalu menyalahkanku.
"Lho kok dua puluh lima juta, lima puluh juta dong, pasti uangnya kamu ambil?" Ibu mertua tidak terima.
"Sudah Ibu, kami titip uang itu dulu, kekurangannya akan kami usahakan secepatnya. Ayo, kita pulang, pamit nenek dulu, anak-anak," Mas Anung keluar sambil menggandeng kedua anaknya.
"Mas, untuk menutup kekurangannya kita usaha apa lagi ya?" Aku berkata sambil memandang Mas Anung yang sibuk menyetir mobilnya.
"Alhamdulillah, Mas dapat proyek, mengecek mobil-mobil di perusahaan distributor, Mah, insyaallah besok mulainya," Mas Anung berkata dengan gembira.
"Mas, kita gadai sk ku dulu ya, semoga kurangnya tidak banyak? Atau kita gadai salah satu emas batangan? Kalau sk setiap bulan harus membayar cicilan, sedangkan kalau gadai emas, kita bisa membayar dalam empat bulan." Aku berpikir bagaimana caranya bisa mendapatkan uang dalam waktu singkat.
"Sebaiknya kita gadai emas dulu saja, biar Mas yang membayarnya dengan proyek baru ini. Mas tidak tega melihatmu pontang panting memenuhi kebutuhan keluargaku," mas Anung berucap sambil membelai rambutku.
"Mas, itu, Mbah Marjo ngapain di pinggir jalan?" tanyaku.
Mas Anung segera memarkir mobilnya.
"Mbah, ada apa kok termenung di pinggir jalan?" tanyaku.
"Ini lho, Nduk, banyak kunyit dan jahe yang tidak berguna, mau tak buang saja!" Jawab Mbah Marjo.
"Jangan di buang Mbah, saya beli saja, tapi tolong di bersihkan dulu njih, dicuci bersih, besok saya ambil," ucapku dan kulihat senyum di bibir Mbah Marjo.
"Iyo, iyo nduk, besok tak cepakke!" Jawab Mbah Marjo singkat.
"Matur nuwun, Mbah," jawabku singkat, sambil memikirkan akan ku buat apa kunyit dan jahe dalam jumlah yang banyak itu.
"Mah, kunyit dan jahe itu mau kamu buat apa?" tanya laki-laki yang bergelar suamiku ini.
"Entahlah, Mas, aku masih bingung, nanti coba aku pikirkan dulu. Kasihan Mbah Marjo kalau tidak mendapatkan hasil dari jerih payahnya. Harga kunyit yang anjlok, membuat mereka tidak bisa makan." Jawabku sambil melihat jalanan.
"Aku bangga padamu, Mah." Mas Anung menjawab sambil membelai rambutku.
"Ayo, anak-anak, sudah sampai rumah lho!" Anak-anak segera berlari masuk rumah setelah aku membuka pintu pagar.
Mas Anung segera memarkir mobil, sedangkan aku membersihkan rumah dan menyiapkan hidangan untuk makan malam kami. Dan anak-anak langsung mandi, menyiapkan buku-buku untuk pembelajaran besok pagi. Menu yang aku siapkan tidak banyak hanya menghangatkan sayur asem dan memindahkan ikan bakar siang tadi.
Keesokan harinya, banyak ibu-ibu yang datang ke rumah untuk menawarkan kunyit, jahe dan empon-empon lainnya. Karena pagi hari aku tidak memiliki waktu banyak, jadi aku meminta ibu-ibu itu untuk pulang dulu, dan sore nanti bisa kesini. Memang di desa tempat tinggal kami, merupakan salah satu penghasil empon-empon, tetapi karena permintaan yang tidak banyak, maka banyak yang terbuang. Juga karena belum ada yang memikirkan akan dijadikan apa empon-empon tersebut.
Aku segera berangkat ke sekolah setelah mengantarkan anak-anak ke sekolahnya masing-masing.
"Hebat sekali kamu, Dias, sebenarnya apa sih pekerjaanmu? Mau jadi pemulung, pahlawan kesiangan buat warga? Apa kamu tidak malu dengan suamimu? Jaga nama baik suamimu, dasar manusia tidak berguna, hanya bisa mencoreng nama baik keluarga?"
"Ibu, ada apa ini? Datang-datang terus marah-marah?" Aku kaget dengan kedatangan ibu yang tiba-tiba. Kedatangan yang sangat tidak aku harapkan, karena banyak agenda yang harus kukerjakan.
"Dasar debu, hanya bikin kotor nama baik keluarga!" Ibu mertua berkata sambil bersungut-sungut.
"Maaf ibu, maaf, …
Kebakaran … kebakaran ...

Bình Luận Sách (10)

  • avatar
    VitorPaulo

    tá B tá tá tá tá tá tá

    1d

      0
  • avatar
    rmdhni_16aulia

    bagussss

    07/03/2023

      0
  • avatar
    a******8@gmail.com

    semangat kak ♥️ Bila berkenan, silahkan mampir ke Phoenix King Resurrection 🤗🙏🏼 kisah Kaisar Dunia yang bangkit setelah dibuli dan akan balas dendam pada Klan yang telah membuangnya ✨

    02/07/2022

      1
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất