logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

bag 2. Rencana Pernikahan Musa

Bag 2. Rencana Pernikahan Musa
"Tok … tok, Sa, Musa!" Pintu dibuka mas Anung dan tampaklah di dalam kamar itu Musa sedang berduaan dengan calon istrinya, mereka sedang asik bermesraan.
"Masyaallah, Musa!" teriak Mas Anung. Musa yang tidak menyadari kehadiran kakaknya langsung melepaskan pagutannya. Sedangkan Nia, calon istri Musa membenarkan letak bajunya yang sudah tidak beraturan.
"Ada apa Mas? Mengganggu kesenangan orang saja, Mas? Ketuk pintu dulu lah, jangan asal masuk!" Musa bertanya dengan wajah kesal.
"Nanti, setelah isya tolong ke rumahku, ada yang perlu kita bicarakan! Sekarang antar calon istrimu pulang, sudah hampir magrib!" Mas Anung segera meninggalkan kamar Musa dan menuju ruang tamu.
"Sudah hampir magrib, Mas, ayo kita jemput anak-anak!" Aku berkata sambil menggandeng Mas Anung menuju pintu dan segera meninggalkan rumah ibu mertuaku.
"Ada agenda tanding lagi kapan, Mah? Sudah kangen pengen lihat anak-anak tanding." Mas Anung terlihat mengalihkan perhatian dari topik yang kami bicarakan tadi.
"Belum ada jadwal lagi, Mas, tadi sudah bertemu Musa? Bagaimana tanggapannya?" tanyaku penasaran.
"Setelah isya nanti, dia ke rumah kita, bolehkan, Mah?"
"Boleh, Mas, lebih cepat lebih baik." Aku berkata sambil menghampiri anak-anak yang sudah melambaikan tangan.
"Ayah, kakak mau makan bakso ya, yang di taman itu!" ucap anakku sambil menunjuk abang bakso di pojok taman.
"Ok, tapi kita sholat dulu ya," jawab Mas Anung sambil mencubit pipi cabi si kecil.
Aku berharap satu persatu permasalahan ini segera selesai dan tidak meninggalkan masalah buat kami. Segera kami melaksanakan kewajiban tiga rakaat kami dan setelah selesai, kami segera menuju tempat mangkal abang bakso sesuai permintaan si kecil.
***
Alhamdulillah setelah adzan isya, kami sudah sampai dirumah, masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. Rekap orderan untuk hari ini, rekap stok barang dan soal untuk ujian anak-anak minggu depan.
"Ayo anak-anak segera mandi dan ganti baju, jangan lupa setoran murojaahnya ya." Aku berkata sambil menyalakan lampu-lampu di rumah kami. Mas Anung sudah menyeduh kopi kesayangannya dan menata martabak yang kami beli di taman tadi.
Setelah mandi dan murojaah, anak-anak segera menyusul ayahnya di depan televisi. Sedangkan aku masih merekap orderan hari ini, mengecek stok barang yang ready kemudian menguploadnya di media sosial.
Tepat pukul delapan malam terdengar suara mobil berhenti di depan rumah kami, sudah dipastikan itu Musa.
"Assalamualaikum cucu nenek," ucap ibu mertua sambil memeluk dua cucu kesayangannya.
"Waalaikumsalam, nenek, ayo makan martabaknya," ucap si kecil sambil menyodorkan piring martabak.
Mas Anung masih asik meminum kopi yang dibuatnya tadi, sedangkan Musa sudah duduk dan makan martabak.
"Teh panas dan kopinya, Bu, silahkan dinikmati. Anak-anak nonton televisinya di kamar mamah saja ya," ucapku sambil duduk di atas karpet.
Anak-anak segera berlari masuk ke dalam kamarku.
"Musa, lamaran dan akad nikahnya kapan?" tanyaku sambil mengambil martabak dan memakannya.
"Sebenarnya apa maksud kalian dengan melibatkan Musa dalam acara pernikahannya?" Ibu mengatakan tanpa mengalihkan pandangan dariku.
"Saya yang mengundang Musa ke sini, Bu! Musa memang harus terlibat, karena dia yang akan menjalaninya, dan saya membutuhkan penjelasan langsung dari mulut Musa," Mas Anung berkata sambil melihat Musa yang terlihat santai.
"Menikah itu cuma satu kali lho, jangan main-main dengan itu, Musa! Kamu itu pegawai bank, sangat mudah bagimu jika tidak memiliki cukup uang," ucapku sambil menatap Musa.
"Aku dan ibu minggu kemarin sudah ke rumah Nia, untuk melamar Nia menjadi istriku. Keluarga Nia menginginkan mahar uang cash minimal lima puluh juta dan satu set perhiasan, resepsi dan akad nikah sudah ditentukan pihak Nia dua bulan lagi. Tinggal kita menyiapkan uangnya saja, mereka meminta kita ikut menanggung biaya seluruh acara lima puluh persen." Musa menjelaskan panjang lebar, tanpa melihat Mas Anung yang bertanya.
"Pokoknya kamu harus menyiapkan uangnya, titik," Ibu berkata tanpa melihat kegelisahan dari wajah Mas Anung.
"Bu, kenapa saya yang menanggungnya, itu sudah menjadi kewajiban Musa sebagai calon mempelai," ucap Mas Anung emosi.
"Tabungan Ibu masih ada kan? Seandainya memang tidak ada, kita jual saja salah satu tanah almarhum ayah, sertifikat kan dipegang ibu," Mas Anung berkata dengan tenang.
"Enak saja, itu tanah untuk ibu bukan untuk kalian," ucap ibu emosi.
"Ok, kalau begitu, Musa kamu sanggup ambil pinjaman untuk keperluanmu? Untuk masa depanmu?" tanya Mas Anung tanpa melepaskan tatapan matanya dari Musa.
"Kok jadi aku yang harus menanggung, apa kata dunia, kalau Musa memiliki hutang!" ucap Musa tidak terima.
"Musa tinggalkan egomu, ini untuk kepentinganmu!" ucapku tak mau kalah.
"Diam, kamu tidak berhak berbicara, ingat statusmu disini cuma menantu!" Ibu berkata sambil menunjukkan jarinya padaku.
"Ibu, Dias istriku, dia juga berhak berbicara disini," Mas Anung terlihat sangat emosi.
"Apa? Istri yang tidak bisa membantu apapun untuk keluarga suami, dia itu hanya debu di rumahmu, Mas!" Musa berkata dengan tatapan meremehkan.
Mas Anung berusaha menenangkanku. Dengan mengelus-elus pundakku.
"Musa, jaga omonganmu, Dias ini kakak iparmu, ingat itu! Sekarang kamu sanggup menanggung berapa untuk biaya pernikahan? Mahar dan perhiasan 100 juta, atau biaya akad dan resepsi 100 juta? Tinggal kamu pilih yang mana!" Mas Anung sudah terlihat sangat emosi. Dan aku hanya bisa menggenggam tangannya.
"Oke, oke, aku pilih maharnya karena aku bisa langsung mencarinya bersama Nina," jawab Musa dengan terpaksa.
"Berarti tinggal 100 juta yang harus kami tanggung, tepatnya menjadi tanggunganku, Mbak Nina dan ibu. Ibu, bagaimana dengan mbak Nina?" Ucap Mas Anung sedikit melunak.
"Jangan libatkan Nina, dia tidak bekerja, suaminya cuma kerja serabutan, biar nanti dia bantu-bantu menyiapkan seserahan dan lainnya saja. Aku menanggung 50 juta, seandainya uang persiapan kita kurang kamu sebagai kakak laki-laki harus menanggungnya," ibu berkata dengan emosi.
"Baik, Bu, secepatnya kami akan usahakan uangnya," jawab Mas Anung pasrah.
"Bu, ayo pulang sudah hampir jam sepuluh! Mas, mbak, aku pulang dulu ya, ingat jadilah anak yang berbakti," Musa terlalu sambil tersenyum mengejek.
"Dias, jangan halangi suamimu berbakti pada keluarganya, ingat itu!" Ibu berkata sebelum menutup pintu mobil.
Aku segera menutup pagar dan membereskan bekas makanan dan minuman di ruang tamu, tepatnya untuk mengurangi sedikit pekerjaanku di pagi hari. Sedangkan Mas Anung melihat anak-anak masih asyik menonton televisi di kamar kami, memang sudah menjadi kebiasaan kalau malam minggu, kami akan menghabiskan waktu hingga tengah malam untuk mengobrol dan bercanda bersama.
"Mas, kopinya ditambah tidak?" tanyaku tiba-tiba, sebagai isyarat kalau aku masih ingin berbicara banyak dengannya.
"Kopi susu ya, Mah!" jawab Mas Anung.
"Siap, juragan," jawabku yang membuat anak-anak tertawa.
"Mah, kita mengajukan pinjam berapa sebaiknya?" tanya Mas Anung.
"Mas, aku masih memiliki perhiasan peninggalan ibu, komplit tiga kotak sama simpananku dari uang sertijab dan penjualan skincare berupa logam mulia tiga ratus gram sebaiknya kita pakai itu saja. Besok kita jual seratus gram, insya allah cukup, Mas," jawabku panjang lebar.
"Mah, maafkan suamimu ini ya, yang selalu merepotkanmu," Mas Anung berkaca-kaca sambil memeluk tubuhku.
"Cie … cie, …" terdengar suara jail anak-anak yang melihat kami dari balik pintu.
"Ngomong apa sih kamu, Mas, suamiku adalah surgaku, dan ibumu adalah surgamu jadi segala yang berhubungan denganmu berarti menjadi tanggung jawabku juga, selama aku mampu." Aku berkata sambil memeluk erat tubuh Mas Anung, biarlah anak-anak melihat kemesraan kami.
Terdengar nada dering mendung tanpo udan yang membuat kami melepaskan pelukan, dan Mas Anung segera mengangkat teleponnya.
"Iya, Mbak, ada apa?"

Bình Luận Sách (10)

  • avatar
    VitorPaulo

    tá B tá tá tá tá tá tá

    1d

      0
  • avatar
    rmdhni_16aulia

    bagussss

    07/03/2023

      0
  • avatar
    a******8@gmail.com

    semangat kak ♥️ Bila berkenan, silahkan mampir ke Phoenix King Resurrection 🤗🙏🏼 kisah Kaisar Dunia yang bangkit setelah dibuli dan akan balas dendam pada Klan yang telah membuangnya ✨

    02/07/2022

      1
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất