logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 6 Berusaha ikhlas

Vino mengacak rambutnya frustrasi. Dia benar-benar belum bisa mengikhlaskan Isna sepenuhnya dengan Azar. Bagaimanapun Isna adalah perempuan yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Cowok itu mencoba menekan perasaanya, berusaha mengikhlaskan apa yang terjadi. Vino tersenyum getir. Sungguh dia tidak bisa menghentikan memikirkan mantan pacarnya itu.
Pintu kamar terbuka , cowok itu menoleh. Terlihat sosok laki-laki berdiri di depan pintu.
"Azar? " Vino bangkit dari tempat tidurnya, menghampiri temannya itu. "Lo ngapain ke sini? "
Azar menatap Vino tajam dan tiba-tiba menarik lengan baju Vino. "Gue mohon lo lupain Isna! Lo tahu sendiri Isna akhirnya milih gue daripada lo, " Azar melepaskan cengkraman, lalu menepuk bahu Vino. "Paham kan apa gue bilang? "
Vino hanya mengangguk. "Gue baru berusaha lupain dia, Zar! "
Azar kembali menepuk kedua bahu Vino bersamaan. "Bagus, Vin! Gue harap lo ngerti. Kalau lo nganggep gue masih temen lo, lo harus lakuin apa yang gue minta. Gue di sini nggak nikung lo, ya? Isna sendiri yang bilang ke gue pertama kali kalau dia suka sana gue, dan gue juga suka sama dia. Jadi nggak ada yang salah di sini, kan? "
Vino menggeleng.
"Oke. Gue ke sini cuma mau bilang itu aja, kok, " jawab Azar. Cowok berambut pirang itu membalikkan badan dan menutup pintu kamar.
"Ternyata cinta bisa bikin orang egois, ya? Dia malah mentingin Isna dibandingkan perasaan temennya sendiri. " Vino benar-benar tidak percaya atas perkataan Azar tadi yang menurutnya sangat tidak punya perasaan, perkataan yang menurutnya sangat menyakiti relung batinnya.
"Gue harus bisa lupain Isna! Harus. " Vino berusaha menyemangati dirinya sendiri. Dia sadar, dan tahu melupakan Isna tidak akan semudah itu, tapi apa salahnya Vino mencobanya.
***
Rara mengunyah batagor yang dibelinya di kantin. Ya, semenjak Vino putus dengan Isna, cowok itu selalu bersama dengan Rara.
"Lo nggak lapar, Vin? " tanya Rara, kembali mengunyah batagornya.
Vino menggeleng.
Rara menelan makanannya ke tenggorokan. "Hmmm... gue tahu, lo pasti masih ngalauin Isna, ya? "
Cowok itu menggeleng lagi.
"Bohong banget lo! " Rara lalu membuang plastik ke tempat sampah yang persis di sampingnya duduk bersama Vino.
Rara membuka tasnya dan mengambil sebuah roti lalu menjejalkannya pada mulut Vino. Cowok itu berusaha menahan supaya roti itu tidak masuk ke dalam mulutnya, tetapi Rara masih memaksa roti itu masuk ke dalam mulut cowok itu. Vino kalah, akhirnya roti tersebut sukses masuk ke dalam mulutnya. Mau tidak mau, cowok itu menelan roti itu sampai habis.
"Patah hati itu harus makan! Nanti lo kenapa-kenapa lagi! "
Vino masih terdiam, cowok itu sebenarnya ingin menceritakan apa yang Azar katakan padanya sore kamarin. Niat itu dia urungkan akhirnya, dia berusaha menyimpannya sendiri.
"Gue di sini berasa patung, deh." Rara mulai kesal dengan sikap Vino yang hanya diam saja. Akhirnya, gadis itu berdiri dan berjalan meninggalkan cowok itu.
"Dasar cowok ngeselin! Lembek banget, sih, jadi cowok! Patah hati aja sampai segitunya!" Rara masih nerocos sampai di dekat perpustakaan. Tanpa sengaja, dia bertemu dengan cowok yang dikenalnya beberapa hari lalu. Ya, Fahri. Rara berusaha bersikap biasa saja. Entah apa yang terjadi, Rara malah terpleset tepat di hadapan cowok itu. Rara malu bukan main. Segera dia berdiri dan nyengir pada cowok itu.
"Fahri yang kemarin di taman kampus, kan? "
Cowok itu mengangguk. "Bener. Gue ingat muka lo, tapi gue lupa nama lo. "
Rara jadi salah tingkah sendiri. Perasaan apakah ini? Dia merasakan ada getaran-getaran dalam dirinya. "Gue Rara. "
Cowok itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Oh, iya."
"Kamu habis dari perpustakaan?" tanya Rara.
Fahri mengangguk. "Gue duluan, ya."
Cowok berparas tampan itu berlalu dari hadapan Rara, sedangkan gadis itu masih memandangi Fahri dari jauh.
"Cowok idaman gue yang kayak gitu, tuh! " Rara tersenyum-senyum sendiri sampai dia tidak sadar dengan kedatangan Vino.
"Lo ngapain senyum-senyum sendiri? " Vino menaikkan sebelah alis.
"Pengin tahu aja urusan orang! " Rara menabok tangan Vino.
"Sakit tanganku! Lo hobi banget sih nabokin tangan orang."
Rara memegang lengan panjang Vino. dan membukanya perlahan. "Lah? Ini luka baru lagi? "
"Dicakar kucing gue! "
Rara merasa aneh dengan temannya satu ini. Dia merasa yakin ini bukan luka akibat cakaran kucing, tapi ada hal yang lain yang Vino berusaha tutupi.
"Tiap hari kucing lo nyakar lo, ya? " Rara mengerutkan kening.
"Gue mandiin dia tiap hari. Namanya juga kucing wajarlah dia nyakar. Kan dia takut air, Rara, " Vino mengacak rambut gadis itu lembut.
"Terserah lo, deh, Vin. "
****
Rara dan Vino keluar dari ruangan Kaprodi setelah bimbingan naskah skripsi.  Setelah semalaman Vino menyelesaikan revisinya sampai pusing tujuh keliling,  cowok itu mengirimkan pesan pada Rara untuk bimbingan bersama.  Tak ada salahnya bukan?  Toh,  dosen pembimbing mereka sama.  Mata Vino tertuju pada sebuah pemandangan yang sangat menyebalkan.  Ya,  apa lagi kalau bukan pemandangan menyakitkan kemesraan antara Azar dan Isna.
Semakin hari kedua sejoli itu semakin mesra.  Mungkin benar kata orang,  dua orang yang sedang dimabuk asmara seolah dunia hanya mereka berdua.
  Rara  yang ada di sebelah Vino langsung tanggap apa yang dilihat temannya itu.
"Udah lah,  Vin! " Rara menepuk bahu Vino pelan.  "Ikhlasin aja,  Vin.  Move on! " Rara mengepalkan tangan kanannya ke udara, lalu menurunkannya.
"Gue cemburu aja lihat kebahagiaan mereka,  Ra. "
Kembali gadis itu menepuk bahu Vino lagi.  Tapi kali ini dia tidak berkata apa pun.
Vino mengangguk pelan dan menarik tangan Rara menuju depan perpustakaan.
 
"Mau cari referensi untuk revisian skripsi?" Rara menatap Vino bingung.
Vino mengangguk dan masuk perpustakaan terlebih dahulu,  meninggalkan Rara yang masih di belakangnya.  Kemudian gadis itu menyusulnya. 
"Ninggalin gue mulu lo! " Rara memasang muka kesal.  Sedangkan Vino malah menaikkan sebelah alis.
  "Duluan,  Ra." Vino mempersilakan Rara untuk masuk ruangan di mana tempat naskah skripsi berada di sana.  Ya,  di sana mahasiswa atau mahasiswi bebas membaca semua naskah skripsi untuk refrensi mereka.
Setelah Rara masuk,  Vino ikut masuk ke dalam ruangan.  Cowok itu segera memilih  jilidan skripsi yang  hampir mirip, yang akan dijadikan bahan referensi di rak.  Tak berselang lama dia sudah dapat dan duduk di sebuah kursi yang memang disediakan. Rara pun juga sudah dapat bahan refrensi dan langsung duduk di sebelah cowok yang sedang patah hati itu.
Rara mulai membaca referensi itu secera cermat. Jika ada yang perlu ditulis untuk bahan skripsinya,  gadis itu mencatatnya dalam sebuah note yang selalu dibawa.  Entah kenapa,  mata Rara tertuju pada Kevin yang sedari tadi hanya membolak-balikan halaman skripsian yang dijadikan bahan referensi.
"Kalau mau ngerjain sesuatu itu fokus! " seru Rara menabok lengan Vino lumayan keras.  Cowok itu hanya sedikit melirik ke Rara,  lalu kembali membolak balikan halaman itu.
"Kacang mahal!" seru Rara  dengan suara keras sambil mengebrak meja, spontan membuat yang ada di sana langsung melihat ke arah gadis itu.
"Mbak,  ini perpustakaan bukan pasar. Tolong suaranya dipelankan! " tegur petugas perustakaan.
Raut wajah Rara berubah drastis.  Dia benar-benar malu atas tingkah lakunya baru saja.  Semua ini gara-gara Vino.  Kembali,  gadis itu melirik sekilas ke arah cowok itu.  Nyatanya,  dia tetap diam seribu bahasa. 
"Gue mau pergi dari sini,  Vin.  Terserah lo kalau mau masih tetap di sini. " Rara tidak main-main dengan ucapannya.  Gadis itu membereskan barang yang dibawa dan berlalu begitu saja tanpa memedulikan  Vino.
"Dasar ngeselin! " Rara terus-terusan nyerocos tak karuan.  Akhirnya,  gadis itu memilih duduk  di kursi depan  perpustakaan.
"Orang kalau lagi patah hati gitu kali,  ya?  Diem terus kayak orang bisu! "
"Kok lo ninggalin gue? " Sebuah suara dari samping gadis itu duduk.  Sekarang saatnya pembalasan,  Rara akan diam saja saat Vino berbicara.  Seenaknya saja dia mengacuhkan seorang perempuan yang peduli padanya!
"Lo ngambek? " Vino setengah menguncang bahu Rara lembut.
Gadis itu terdiam.
"Lo beneran ngambek? "  Vino mengulangi perkataanya.
"Tahu,  ah! " Rara bangkit dan berlalu begitu saja dari hadapan Vino.  Tak menyerah,  cowok itu menyusul Rara yang berjalan menuju taman kampus. 
Langkah Vino terhenti saat melihat Azar dan Isna.  Dia berpikir sejenak.  Bagaimana Vino bisa memedam rasa cemburunya? Sedangkan dia masih sering memikirkan Isna meskipun Azar sudah melarangnya keras.
Vino menelan ludah.  Setelah beberapa saat berpikir keras,  akhirnya dia menekan egonya untuk menyusul Rara yang ternyata menghampiri Azar dan Isna.  Entah apa Rara sengaja atau tidak,  Vino  tidak tahu.
"Eh... yang baru jadian. Makin mesra aja,  nih! " Rara mencolek bahu Isna pelan.
"Jelas dong, " Isna menyender pada bahu Azar.  Sungguh pemandangan itu sangat menganggu Vino.  Dia benar-benar cemburu.
"Vin,  sini, " ucap Rara.
Tanpa pikir panjang, Vino menghampiri ketiganya.
"Ya,  Ra? " Vino tersenyum kecut.
"Kamu belum ngucapin selamat ke mereka berdua,  kan? " Rara menaikkan sebelah alisnya bergantian.  Dari sini Vino sudah tanggap apa maksud Rara.  Ya, meledeknya. 
Kurang ajar lo, Ra! batin Vino.
Batin Vino bergejolak. Dia bingung apakah harus memberikan ucapan selamat kepada keduanya, sedangkan hatinya tersayat perih melihat keduanya sangat mesra.
"Tunjukin kalau lo bisa! " bisik Rara pada Vino.
Dengan keberaniannya,  Vino mejabat tangan keduanya dan mengucapkan selamat.
"Makasih,  Bro," ucap Azar.  Cowok itu lalu mendekatkan diri dan berbisik, "Lo harus lupain Isna! "
Vino hanya mengangguk.  Dia benar-benar belum sepenuhnya melupakan Isna seperti apa yang disuruh Azar.
***

Bình Luận Sách (87)

  • avatar
    Erna Wati

    mantap

    7d

      0
  • avatar
    asmidahnurshamidah

    sangat terhibur

    9d

      0
  • avatar
    Kurnia Adhi

    mantap

    29d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất