logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Ide Rara

Rara sudah berjanji akan bertemu dengan Isna sepulang dari bimbingan.  Ya,  kebetulan indekos  mereka bersebelahan. Gadis itu menunggu kedatangan Isna,  tapi belum ada tanda-tanda Isna akan datang. Tak berselang lama, Isna datang sambil membawa kantong plastik berwarna hitam. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan,  Rara langsung menghadang Isna.
   "Lama banget,  sih.   Gue udah nunggu lama,  tahu!" Rara mengentakkan kedua kaki sambil memasang muka cemberut.
  "Maaf,  Ra,  tadi aku habis beli makanan, " jawab Rara memperlihatkan kantong plastiknya.
  Tangan kanan Rara membentuk huruf o, " Oke,  nggak masalah.  Kali ini gue maafin lo, Is. " Tatapan Rara menjadi serius.  Ya,  dia akan menjalankan misi sesuai janjinya pada Vino.
   "Kamu nggak marah,  kan? " tanya Isna.
"Nggak,  Is. Sori tadi malem gue nggak bisa datang,  gue sibuk ngerjain revisian skripsi. Gimana makan malam sama Vino? Kayaknya dia suka sama lo, ya? "
"Iya,  semalam dia bilang suka sama aku,  Ra."
Rara mendekatkan telinganya pada Isna.  "Terus kamu jawab apa? "
  "Dia terlalu cepat,  aku bilang ya jangan dulu intinya."
Sesuai drama yang akan dia jalankan,  Rara memasang muka shock. "Plis ya lo terima Vino.  Gue takutnya dia--" Rara tak melanjutkan perkataannya.
  "Dia kenapa,  Ra? " Isna turut penasaran karena ucapan Rara.  Sedangkan Rara tersenyum dalam hati. Usahanya akan berhasil sepertinya.
"Tapi lo jangan bilang siapa-siapa,  ya?  Terutama Vino. Soalnya gue udah janji sama dia buat nggak bilang ke siapa-siapa.  Tapi gue nggak tega aja kalau dia bakalan kenapa-kenapa setelah lo nolak dia. " Ekpresi wajah Rara sengaja memelas,  supaya Isna percaya.
Isna memegang tangan Rara erat. "Iya,  Ra.  Sekarang kamu cerita,  ya? " Terlihat wajah Isna semakin penasaran.  Akhinya dengan tujuan dan ide awal Rara membohongi Isna.
"Vino itu  self injury, suka menyakiti dirinya sendiri kalau dia depresi. Ya,  kayak nyayat tangannya sendiri pakai pisau atau apalah itu.  Ngeri,  kan,  Is? " 
"Ya Allah.  Kasihan ya,  Vino.  Jadi, sekarang aku harus apa? " Isna sudah terperangkap bualan Rara, dan begitu saja percaya.
"Ya,  lo harus nerima cinta Vino.  Kalau nggak,  gue takutnya Vino melakukan hal itu,  Is.  Gue pernah baca di internet. Katanya orang kayak gitu itu... suka menyakiti dirinya sendiri kalau dia sedang depresi.  Berarti kemarin Vino depresi karena lo tolak.  Lo juga tahu,  kan,  Vino nggak pernah pakai baju lengan pendek?  Ya,  buat nutupin lukanya itu! "
Isna mengangguk, "Jadi nggak tega sama Vino.  Kalau gitu besok aku nerima dia,  deh. "
Rara menjentikkan jari tepat di wajah Isna.  "Bagus itu.  Good. "
Isna membuka kantong plastik dan menyodorkan pada Rara. "Eh,  Ra, ini ada nasi bungkus satu buat kamu."
Dengan senang hati,  Rara langsung menyambar nasi bungkus itu.  "Lo baik banget,  sih,  Is! " Rara tersenyum simpul.  "Ayo kita makan di kostku aja. " Rara membuka pintu kamar dan mempersilakan Isna masuk.  Keduanya langsung duduk dan menyantap nasi bungkus itu.
"Tapi lo janji bakalan nerima dia,  ya? " tanya Rara, lagi.
"Iya, Ra.  Aku nggak tega.  Kelihatannya Vino itu anak yang periang,  tapi di balik itu semua dia juga punya depresi,  ya? "
Rara menghentikan mengunyah dan menatap Isna dengan menaikkan sebelah alis.  "Orang yang kelihatannya ceria itu bisa saja menutupi luka,  Is. "
"Bener juga,  Ra.  Makasih ya kamu sudah kasih tahu aku.  Tapi kamu juga janji jangan bilang ke Vino kalau aku nerima dia karena kasihan tahu kondisi dia. "
"Pasti, Is." Rara tersenyum miring.  Usahanya berhasil,  dan dia akan segera tahu rahasia hidup Vino yang sangat membuatnya sangat penasaran.
***
    Rara menggeret lengan Isna mencari  Vino di kantin kampus.  Sesampainya di sana, tanda-tanda keberadaan cowok itu belum juga terlihat.  Rara mengedarkan pandangan,  mencari Vino.  Setelah beberapa lama,  akhirnya usahanya membuahkan hasil. Terlihat Vino sedang bercengkrama dengan Azar di pojok kantin.  Segera,  Rara menggeret Isna menemui keduanya.
  "Buruan bilang ke Vino kalau lo nerima dia.  Oke? " Rara membisikkan ke telinga Isna.
  Isna hanya manggut-manggut menurut.  Semalaman Isna tidak bisa tidur memikirkan perkataan Rara yang sukses membuat hati Isna menjadi sangat iba pada Vino.
   "Isna  mau ngomong sesuatu sama lo,  Vin," Rara setengah mendorong tubuh Isna.
   "Kamu mau bicara apa? " tanya Vino,  lembut.
"Soal yang kemarin,  Vin. "
"Yang apa,  Is? " Vino terlihat bingung dengan perkataan Isna.  Sedangkan Rara geregetan dengan Isna yang tidak to the point.
   "Isna mau jadi pacar lo,  Vin!" seru Rara.  "Ngomong gitu aja susah amat' sih,  Is!"
"Kamu serius,  Is? " Vino masih tidak percaya.  Seolah semua hanya mimpi belakanya saja.
Isna mengangguk.
"Kemarin katanya terlalu cepat? " tanya Vino sedikit bingung.
"Lo ribet amat, Vin.  Yang penting Isna nerima lo,  kan?  Ya,  mungkin aja kemarin Isna cuma bercanda. Ya,  kan,  Is? " Rara menyenggol tubuh Isna pelan. Sebelum ke kantin tadi,  Rara sudah memberitahu Isna supaya tidak membocorkan rahasia tentang yang Rara lontarkan padanya kemarin.
Isna sedikit tersenyum. "Iya,  kemarin aku cuma bercanda,  Vin. "
Vino senang bukan main,  akhirnya dia bisa jadian dengan Isna. Hatinya berbunga-bunga dan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.  "Makasih kamu sudah nerima aku! "  Cowok itu mengenggam tangan Isna erat.  "Jadi hari ini kita jadian,  ya? "
  Isna mengangguk.
****
"Lo bilang apa ke Isna kok dia bisa nerima gue? " tanya Vino saat berada di perpustakaan. Mereka berdua sepakat ke sana untuk mencari referensi untuk skripsi mereka.
"Gue nggak bilang apa-apa ke dia,  kok, " Rara berbohong.
"Lo serius? " Vino masih belum percaya.
Rara mengibaskan tangannya di udara.  "Kalau lo nggak percaya,  ya udah.  Memang ya kalau kita punya niat baik selalu aja dianggap remeh."
"Bukannya gitu,  Ra.  Aneh aja, kemarin dia nggak mau nerima gue. " Vino menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Rara akhirnya menagih janjinya pada Vino untuk memberitahukan obat apa yang cowok itu konsumsi. "Lo udah janji ke gue, kalau lo jadian sama Isna, lo bakalan kasih tahu itu obat apa.  Mana janji lo?  Kalau lo memang laki-laki sejati,  lo nggak bakalan ingkar janji,  kan? "
Vino kaget saat Rara menagih janji itu.  Sebelumnya cowok itu sudah menduga kalau dia akan menanyakan hal itu.  Cowok itu berubah pikiran,  dia tidak mau semua orang tahu terutama Rara. Vino takut Rara tidak bisa dipercaya.  Yang tahu rahasianya hanya Vino,  Azar dan keluarga Vino.  Akhirnya,  Vino memikirkan cara untuk dapat mengelabuhi Rara.
  "Gue kan udah bilang itu cuma vitamin, " Vino angkat bicara setelah beberapa menit terdiam.
"Lo nggak bohongin gue,  kan? " Kalimat Rara lebih ke penekanan.  Jujur,  Rara paling tidak suka dibohongi. Ya,  walaupun Vino dan Isna jadian karena omong kosongnya.  Tapi,  hal itu dilakukan semata-mata karena dia hanya ingin tahu obat apa yang dikonsumsi Vino sejak mereka pertama kali bertemu.
Vino mengangguk mantap.  "Ngapain gue bohongin lo?  Yang penting itu bukan narkoba.  Bukan apa yang lo tuduhin itu!"
"Buktinya apa? " Rara masih ngotot belum percaya dengan ucapan Vino.
"Besok gue bawa struk pembelian obatnya."
"Gue tunggu besok! "
****

Bình Luận Sách (87)

  • avatar
    Erna Wati

    mantap

    7d

      0
  • avatar
    asmidahnurshamidah

    sangat terhibur

    9d

      0
  • avatar
    Kurnia Adhi

    mantap

    29d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất