logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Angkot

Dua hari sejak kepergian Edo membuat Kana merasa kehilangan. Ia mengingat moment kebersamaan dengan cowok itu. Tapi semuanya kini sudah menghilang. Bahkan Gilang juga perlahan sudah mulai menjauhinya. Mungkin ini buah dari keserakahannya.
Kana menatap malas papan tulis di depan kelas itu. Ia enggan mencatat semua huruf yang ada disana, tapi dengan terpaksa ia mencatatnya. Tatapan elang Bu Endang seakan siap menerkam siapa pun yang tidak mencatat tugasnya.
"Kana!"
Kana sontak bangun dari kursinya. "Iya, Bu."
"Tumben kamu mencatat," ujar Bu Endang.
Kana tersenyum tipis. "Iya, Bu. Sebentar lagi kan mau kelas 3."
Bu Endang tersenyum sambil mengacungkan ibu jarinya. Namun hal itu justru mengingatkan kesan terakhir yang ditinggalkan oleh Gilang. Setelah memberi pujian semacam hinaan, cowok itu menghilang entah kemana. Kana kembali duduk di kursinya dan kembali mencatat sebelum bu Endang berubah pikiran.
Kana melirik Mirna yang diam-diam bermain ponsel. Ia tak sengaja melihat nama Gilang di layar ponsel sahabatnya tersebut. Namun ia memilih untuk tak memperdulikannya.
Jam pelajaran bu Endang sudah berakhir. Tapi Mirna masih terus sibuk dengan ponselnya. Bahkan sahabatnya itu sesekali tertawa kecil. Sahabatnya itu terlihat sangat asik dengan ponselnya.
"Mir, mau ke kantin ga?" tanya Kana.
Mirna menggelengkan kepalanya dengan mata yang terus menatap ke ponsel. "Gue ga dulu, Na."
Kana menarik kedua sudut bibirnya dengan paksa. Lalu ia menghampiri Ilham dan Fahri yang berjarak 2 kursi darinya.
"Ham, Ri, mau ke kantin ga?" tanya Kana.
"Maaf, Na. Gue lagi push rank dulu nih," jawab Ilham.
Fahri menganggukkan kepalanya. "Lo sendiri dulu ya, Na. Kalau lo baik, sekalian beliin gue gorengan."
Kana menarik nafasnya panjang, lalu menghembuskannya secara perlahan. Ia pun berjalan keluar dari kelas menuju ke kantin. Entah sejak kapan ia merasa perjalanan ke kantin sangat jauh.
Kana menghela nafasnya pelan saat akan melewati koridor yang di penuhi adik kelasnya. Walau pun mereka sama-sama cewek, tapi entah mengapa Kana merasa enggan melewatinya.
"Eh, ada kak Kana!" ujar salah satu cewek sambil tersenyum sinis.
"Kak, apa benar kalau Kak Edo pindah sekolah karena lo?" tanya cewek yang lain.
Kana menghela nafasnya pelan. Ia memilih untuk mengabaikan ucapan mereka dan terus berjalan melewatinya. Namun langkahnya terhenti saat salah satu cewek menjegal kakinya. Ia terpaksa harus terjatuh ke lantai hingga lututnya terluka.
"Kalau ada yang nanya tuh jawab! Bisu ya?" tukas cewek yang menjegal kakinya.
Kana bangun sambil membersihkan roknya yang kotor. Cewek-cewek itu perlahan mengerubunginya. Lalu mereka mulai mendorong tubuhnya secara bersamaan hingga membentur dinding cukup keras.
"Mau kalian apa?" tanya Kana sambil terus berusaha menahan emosinya.
"Lo pindah sekolah. Hanya itu keinginan kita!" jawab salah satu cewek.
Ucapan cewek itu nampaknya di setujui oleh teman-temannya. Mereka menganggukkan kepalanya dengan mantap.
"Gue benci banget sama cewek sok kecantikan kayak lo!" seru cewek yang menjegal kakinya.
"Lebih baik lo pindah sekolah!" bentak salah satu cewek yang mulai melayangkan tangannya ke arah Kana.
"Bagaimana kalau kalian aja yang pindah sekolah?"
Mereka sontak menoleh ke arah suara tersebut. Nampak Gilang yang tengah bersandar di dinding sambil tersenyum. Perlahan mereja menjauh dari Kana, setelah itu menghambur entah ke mana.
Gilang mengulurkan tangan untuk membantu Kana berdiri. Tapi nampaknya cewek itu sama sekali tak membutuhkan bantuannya. Ia memilih berdiri sendiri dan meneruskan langkahnya menuju kantin.
"Kana," panggil Gilang yang berada di belakangnya.
Kana sama sekali tak menjawab, ia terus berjalan menuju kantin yang sudah cukup dekat. Namun lagi dan lagi perjalanannya itu terhenti saat Gilang menahan lengannya.
"Keputusan lo sudah tepat, Lang," ujar Kana lirih.
Gilang mengernyitkan dahinya. "Keputusan apa?"
"Jauhin gue," jawab Kana.
"Ga bisa, Na!" ujar Gilang sambil mengacak rambutnya dengan gusar.
Kana menghela nafasnya, "Kenapa?"
"Kangen."
~~~
Kana mengendap-endap menuju gerbang yang sangat ramai. Ia bisa melihat Gilang yang berada di atas motornya. Setelah mendengar ucapan cowok itu pada jam istirahat, ia memilih untuk menghindar. Hal itu dilakukan agar tak menimbulkan salah paham lagi. Ia juga tak mau dibuat goyah lagi oleh cowok itu.
Kana berhasil melewati gerbang sambil bersembunyi di balik gerombolan adik kelasnya. Setelah cukup jauh dari sekolah, ia pun mulai bisa bernapas lega. Ia sengaja tak menoleh sedikit pun, karena bisa saja Gilang melihatnya.
Kana bersandar di bawah pohon besar yang ada di pinggir jalan. Ia terus memperhatikan setiap angkot yang lewat, tapi semuanya sudah terisi penuh.
"Beraninya kabur dari gue."
Kana langsung menolehkan kepalanya ke sumber suara. Nampak Gilang yang berdiri di sampingnya.
"Motor lo—"
"Gue titip ke Faiz," potong Gilang.
"Kok—"
"Gue mau pulang bareng lo," potong Gilang lagi.
Kana menghela nafasnya pelan. Entah sudah berapa kali ia menghela nafasnya hari ini.
"Gue bahkan belum bilang apa-apa," gumam Kana.
"Gue bisa baca pikiran lo," kata Gilang sambil tersenyum lebar.
"Apa yang gue pikirin sekarang?" tanya Kana.
Gilang terdiam sebentar, lalu ia menunjuk dirinya. "Gue?"
Kana meringis saat mendengar jawaban dari Gilang. Lalu ia memilih untuk mengabaikan cowok di sampingnya.
"Kita naik angkutan yang mana?" tanya Gilang.
Kana mengernyitkan dahinya. "Kita?"
Gilang tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.
"Gue aja kali, lo kan naik motor. Sudah deh jangan gini, serem tau ga?" kata Kana dengan sorot tajamnya.
"Kok lo galak banget sih?" tanya Gilang diiringi tawanya.
Kana mengedikkan bahunya. Ia maju satu langkah ke pinggir jalan saat melihat ada angkot yang melintas. Ia tak peduli lagi pada isi angkot itu. Ia akan tetap naik walau pun harus berdiri di pintu.
Tapi ternyata dugaannya salah. Angkot itu kosong, hanya ada seorang pria berjanggut lebat. Kana terdiam sejenak menatap angkot tersebut.
"Mau naik ga, Neng?" tanya sopir angkot tersebut.
Kana menggigit bibir bawahnya pelan.
"Naik, Pak."
Gilang naik terlebih dahulu ke dalam angkot tersebut. Cowok itu melambaik-lambaikan tangan ke arahnya. Seperti terhipnotis, Kana pun masuk ke dalam angkot tanpa ragu. Ia memilih untuk duduk di pojok agar terhindar dari kedua cowok yang ada di dalam angkot tersebut.
Gilang berulang kali melirik ke arah Kana yang ada duduk di pojok. Perlahan ia menggeser posisinya hingga mendekati cewek itu.
Setengah perjalanan, angkot itu mulai terisi oleh penumpang. Gilang melihat beberapa siswa SMP yang juga naik ke dalam angkot. Salah satu siswa SMP itu ingin duduk di sebelah Kana. Tapi dengan cepat ia mengambil tempat tersebut.
"Lo ngapain?" tanya Kana lirih.
"Lo pilih di samping gue, atau di samping bocah SMP?" tanya Gilang.
"Gue lebih pilih turun."
"Ya sudah. Kiri bang!" seru Gilang.
Angkot itu pun berhenti di pinggir jalan. Gilang langsung menarik lengan Kana dan turun dari angkot tersebut.
Sedangkan Kana menatap datar ke arah jalan. Ia sama sekali tak ingin melangkahkan kakinya saat ini. Bahkan setelah Gilang menariknya, ia seperti menempel di jalan ini.
"Na, ayo. Katanya mau pulang?" kata Gilang.
Kana dengan cepat menoleh ke arah Gilang. Ia menarik kedua sudut bibirnya dengan paksa.
"Pulang?" tanya Kana lirih.
Gilang menganggukkan kepalanya. "Iya."
"Pulang lo bilang?!" seru Kana cukup keras hingga membuat beberapa orang menoleh.
Kana berjongkok di pinggir jalan. Lalu ia memukul-mukul aspal yang ada di bawahnya. "Rumah gue masih berjarak 4 kilometer dari sini, Gilaaaaang!"
Bersambung ...

Bình Luận Sách (120)

  • avatar
    Muhamad Arbani

    Cerita nya menarik untuk dibaca, bagi kalangan anak2 remaja, terutama bagi yang SLTA.

    10/01/2022

      7
  • avatar
    milakarmilah

    cerita nya bagus bgt Ka..semoga hiatus ny ga llama ya,masih pengen liat kana sama.gilang apa sama.edo...semamgat kkakak🥰

    29d

      0
  • avatar
    PonselNajla

    bagus

    12/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất