logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 7 Insiden Parkiran

Sebuah kotak ponsel keluaran terbaru sudah ada di depan Liany, om Rudy menyodorkannya ketika mereka tengah makan siang bersama di rumah. Liany memandang kotak itu dengan takjub, ponsel yang mahal dan hanya bisa dilihatnya dalam iklan-iklan saja.
“Buat saya, Om?” tanya Liany memastikan, kotak itu belum disentuhnya sama sekali.
“Iya, buat kamu, siapa lagi? Bahkan bi Inah sudah punya ponsel sendiri ‘kan?” Om Rudy mengelap mulutnya setelah menyelesaikan makan siangnya.
“Kenapa? Kamu gak suka?” Om Rudy keheranan karena Liany hanya terdiam saja memandangi kotak ponsel itu.
“Suka, Om … saya suka tapi ini ponsel yang mahal, i-ini terlalu mewah buat saya,” jawab Liany gugup. Antara senang dan sungkan dirinya memandang benda yang belum berani disentuhnya.
“Bukalah, Om juga sudah beli lengkap dengan kartu SIM-nya tinggal kamu pakai.” Om Rudy mendorong kotak itu lebih dekat ke arah Liany. Perlahan Liany membuka kotak ponsel itu dan terlihat benda pipih berwarna biru, dinyalakannya dan benar-benar terlihat mewah di tangan Liany.
“Terima kasih, Om, terima kasih banyak,” ucap Liany dengan suara yang bergetar.
“Ada kontak Myla, Om, Tante dan bi Inah di dalamnya, pulsanya juga sudah ada jadi kamu bisa menelpon kami kapan saja, Om masih harus kembali ke kantor, jika ada apa-apa telpon kami yaa.” Om Rudy menepuk pelan bahu Liany dan kembali mengambil jasnya yang disampirkan di kursi meja makan.
“Om, tunggu sebentar!” Liany menahan om Rudy, laki-laki paruh baya itu pun menoleh pada Liany.
“Ada apa?” Sorot mata lembut itu memindai wajah Liany. Perempuan itu sejenak ragu tetapi akhirnya tangannya terjulur pada dasi om Rudy yang miring dan tidak rapi.
“Permisi, Om, dasi Om kurang rapi. Sekali lagi terima kasih atas pemberian Om Rudy,” ujar Liany sambil menunduk dan fokus hanya pada dasi om Rudy.
“Sama-sama, jaga diri kamu baik-baik yaa,” Om Rudy mengelus kepala Liany seperti dia melakukan itu kepada Myla putrinya. Liany pun kembali ke kamarnya dengan perasaan senang menerima ponsel baru itu. Tak pernah terbayangkan oleh dirinya jika akan memiliki benda mahal itu. Dulu ponsel yang dibelikan mendiang suaminya harus direlakannya kepada Eve. Eve marah karena Liany dibelikan ponsel baru sementara ponselnya katanya sudah ketinggalan jaman. Ketika Liany diusir keluar barang-barang yang pernah dibelikan Adam ditahan oleh Eve, termasuk ponsel tua bekas punya Eve sendiri.
Liany melihat kontak milik Myla yang terhubung dengan aplikasi obrolan hijau itu, dia menekan panggilan video dan terhubung dengan ponsel sepupunya.
“Haaaaiii … Lia! Aku kira tadi nomer klien aku, Papa udah beliin kamu ponsel yaa? Jadi enak sekarang gampang hubungin kamu.” Wajah Myla terlihat gembira di layar ponselnya.
“Iya, tadi jam makan siang Om Rudy pulang dan bawa ponsel ini, sudah lengkap kartu SIM, pulsa dan data internet pula. Terima kasih yaa Myla, aku gak tahu balas kebaikan keluarga kalian dengan apa,” ujar Liany dengan terharu.
“Udaaaah ah, gak perlu dibahas itu, maaf Lia aku bentar lagi rapat, nanti lagi yaa?”
“Iya, baiklah, maaf udah ganggu kamu bentar, yang semangat yaa,” tukas Liany dengan senyumnya. Jemari Lia menggeser tombol merah dan percakapan video pun terputus. Namun, senyum Lia belum terputus jua seperti keberuntungan yang masih berpihak kepadanya.

“Sat, sorry, kayaknya kamu harus percepat keberangkatanmu ke kota P, pihak Dunant memajukan launching produk mereka, apa kamu bisa berangkat besok?” tanya Bimo sambil menatap layar laptopnya.
“Kok dadakan banget sih, Mo? Aku masih ada desain yang harus selesai nih!” seru Satria, kaca mata yang digunakannya bertengger di hidungnya yang mancung membuatnya terlihat lebih dewasa dan tampan.
“Aku juga udah komplain, kenapa harus dadakan gitu, tetapi semua sudah disediakan, ada tim kita yang akan temani kamu di sana. Besok berangkat yaa?” bujuk Bimo lagi kali ini pandangannya dialihkan kepada Satria yang masih memainkan pena stylus-nya. Terdengar helaan napas laki-laki muda itu, sejenak dia berpikir dan menghitung sesuatu.
“Oke, tapi aku berangkat sore yaa, tim suruh aja dulu berangkat duluan soalnya aku mau setor hasil desain kita dulu ke klien.” Akhirnya Satria memutuskan untuk berangkat. Di kota P sebenarnya dia punya rumah sendiri, rumah peninggalan ayahnya tetapi bukan hal yang menyenangkan yang tersisa sebagai kenangan tentang rumah itu.
“Iya deeh, nanti aku akan bilang ke staff Dunant kalo kepala tim bakal berangkat sore, biar anak-anak dulu yang tinjau lokasinya dan mereka akan memakai konsep apa.”
“Siapa aja yang jadi tim aku?” tanya Satria lagi, dia enggan memiliki anggota perempuan.
“Demian, Chiko dan Dora.”
“Serius, Dora ikut sama aku? Mo, kamu tahu kan aku gak suka ada perempuan di tim aku, kenapa harus dia sih?”
“Eeeh Don Juan! Kalo gak salah yaa kamu itu penakluk perempuan, kamu udah terbiasa dengan mereka , lhaa si Dora kita ini cewek tomboy gak ada cewe-cewenya, ambil aja daah. Kamu juga udah tahu ‘kan kapabilitas dia dalam desain?”
Sekali lagi Satria menghela napas, kemampuan Dora memang tidak bisa diabaikan, gadis tomboy itu selalu punya ide brilian dan cerdas, posisinya memang pas di sisi Satria yang perfeksionis.
“Kalau sampai dia bikin aku kesal, aku kirim dia kembali padamu!” ancam Satria.
“Gak bakalaaan … Liat aja nanti!” seru Bimo dengan kekehannya yang khas.

Beberapa hari Liany sudah sehat kembali, dengan giat dia membantu bi Inah di dapur, keahlian ibu Lily, ibu kandung Liany tampaknya menurun pada perempuan itu. Apapun yang dibuatnya pasti akan terasa enak dan pas. Masakan Liany pasti dipuji oleh seluruh keluarga. Sudah lama Liany bercita-cita untuk membuat hobi memasaknya itu menjadi usaha tetapi belum kesampaian juga.
“Bi, boleh temani Liany berbelanja di supermarket dekat sini? Lia mau beli bahan buat makan malam nanti,” pintanya pada bi Inah yang selalu mengiyakan kata-kata Liany. Paling tidak bi Inah sudah tidak bingung lagi jika harus ke dapur dan ingin memasak menu apa.
“Ayo, Non, sekarang aja mumpung masih sore.” Bi Inah tidak keberatan dan merasa senang dengan keberadaan Liany. Mereka pun berangkat dengan menggunakan taksi online. Sesampainya di sana Liany segera menuju bagian daging dan sayur mayur. Hampir sejam mereka memilih bahan masakan dan apa saja yang dibutuhkan Liany. Hari menjelang gelap ketika mereka keluar dari sana dan mereka sepakat akan pulang menggunakan angkot saja.
Satria baru saja keluar dari supermarket yang sama, dia membeli sejumlah makanan instan, beberapa bungkus rokok dan minum soda. Segera belanjaannya itu dimasukkan ke dalam bagasi, di bibirnya terselip rokok yang belum sempat disulutnya. Lelaki itu bergegas masuk ke mobil dan pulang menuju apartemen yang disewa oleh Dunant. Satria mencari pemantik api kesayangannya di dashboard mobil sambil tetap menyetir mobilnya. Namun, benda itu tak ditemukannya, baru saja dia akan menarik pemantik api di mobilnya, ponsel di saku celananya berdering. Satria pun mengambilnya dan melihat jika Bimo yang sedang melakukan panggilan. Tanpa sengaja ponsel Satria terjatuh, dia mencoba menunduk untuk meraihnya, Satria melihat ke jalan dan masih aman di jalur parkiran supermarket yang luas itu.
Satria mencoba menunduk kembali, setelah berhasil menggapai ponselnya, satria terkejut mobilnya sudah terlalu ke pinggir dan terlambat baginya untuk menginjak rem. Suara benturan terdengar diiringi pekikan seorang wanita, Satria menginjak rem kuat-kuat dan menghentikan mobilnya. Jantungnya berdebar kencang, dia baru saja menabrak seseorang. Lelaki muda itu bergegas turun untuk melihat korbannya.
“Mas bagaimana sih nyetir mobilnya?! Kami sudah jalan di pinggir yaa! Perempuan yang kamu tabrak ini lagi hamil!” omel bi Inah marah-marah pada Satria. Satria berkali-kali meminta maaf dan mencoba membantu Liany berdiri, syukur dia hanya tersenggol saja tetapi tetap membuat lutut Liany berdarah.
“Apa Mba baik-baik saja?” tanya Satria khawatir. Liany menatapnya dengan kemarahan yang siap untuk disemburkannya.

Bình Luận Sách (253)

  • avatar
    KusumaMutmainnah Ningtyas

    ceritanya sungguh bagus smpe buat nangis, dan ketawa krn kisahnya😁

    24/01/2022

      0
  • avatar
    FonatabaSiphora Nelly marline

    bagus banget ceritanya kak.. please ada lanjutannya dong semoga Tante Katrin gak meninggal amin

    16/01/2022

      1
  • avatar
    Devi Damayanti

    novel yang sangat baik dan berkualitas penuh arti dalam kehidupannya rumah tangga yang baik juga banyak rintangan dan halangan dari mertua dan adik ipar yang sama-sama ingin menguasai harta yang bukan miliknya, dan kita bisa ambil hikmahnya dari novel tentang pengorbanan seorang istri untuk suami.

    12/01/2022

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất