logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 8 SABAR BERBUAH HASIL

"Hei! Oi! Oi!"
Mika mempercepat langkah menuju gedung fakultas hukum, menghindari suara familier yang dia yakini memanggilnya. Sial benar, gara-gara perpustakaan dekat dengan gedung fakultas ekonomi, dia terpaksa sering berjumpa dengan momok yang dia benci.
Bahkan setelah masa ospek telah berlalu sekalipun, buat apa River masih merongrong dirinya? Demi Tuhan! Mika menggeretakkan gigi dengan jengkel. Namun, langkahnya tiba-tiba dihadang oleh orang yang dia maksud. Mata Mika langsung berputar sebal.
"Kamu menghindar, ya?!" sergah River tak percaya.
"Eh ... Nggak kok, Kak. Aku cuma ..., aku lagi agak buru-buru." Mika berbohong.
"Halah, nggak mungkin kamu nggak dengar aku tadi manggil kamu!" River membentak. "Lagi nggak ada kelas, kan? Tolong belikan roti, dong." River mengeluarkan dompet dari tas sandang kulitnya.
Jelas-jelas permintaan River ini sama sekali tak masuk akal. Kenapa dia tak beli sendiri saja? Terlebih, cuma untuk membeli sepotong roti! Sudah pasti dia sengaja ingin mengerjai Mika! Hanya untuk membuatnya lelah berlari ke sana-sini. Mika ingin sekali menolak tapi dia tak ingin menambah drama menghadapi sosiopat seperti River, maka dia turuti saja kemauannya. Lebih cepat urusan selesai, maka lebih baik.
Saat dia kembali membawakan roti yang dipesan River, pria itu sedang bertelepon dengan seseorang sehingga Mika tak bisa langsung pergi begitu saja. "O, butuh yang kayak mana? Cewek? Ya cewek yang kayak gimana?!" Intonasi River agak meninggi.
Mika mendengus sebal, mau sampai kapan dia menunggu hingga River menutup teleponnya? Tiba-tiba River melirik ke arahnya, memperhatikan dari ujung rambut sampai kaki, sampai membuat Mika tak nyaman luar biasa.
"Oke, oke. Pokoknya di atas seratus enam puluh senti meter, kan? ... Sip, deh." Akhirnya River menutup panggilan itu.
Tanpa mau buang waktu, Mika langsung menyerahkan roti di tangannya. "Udah, kan? Aku harus pergi!"
Saat Mika berbalik, tangannya diraih kembali oleh River. "Eum, aku butuh satu bantuan lagi."
"Hah? Maaf, Kak. Aku nggak bisa."
"Kali ini ada uangnya. Anggap aja kerja sampingan. Jarang-jarang loh aku ngajak mahasiswa sini, kamu harusnya bersyukur." River menyunggingkan senyum bangga yang sangat menyebalkan.
"Hah? Emang buat apa?" Mendengar uang, mata Mika berubah hijau. Dia tahu River memang orang menyebalkan, tapi tak mungkin dia nekad menjebaknya, dia bukan kriminal.
"Ikut aja dulu! Kamu tenang aja, percaya sama aku."
Ketika Mika ikut masuk ke dalam Jeep milik River, dia sama sekali tak tahu kalau sepasang mata milik Raga sedang memandangi mereka dari lantai tiga sampai Jeep itu keluar dari pagar kampus.
***
Mereka sampai di sebuah studio. Mika menggigit bibir bawahnya, sebetulnya apa pekerjaan River? Tentu dia memang terlihat selalu berpenampilan necis dan keren, tapi tak mungkin dia seorang selebriti, kan? Mika bertanya-tanya sendiri.
"Ayo masuk." River membukakan pintu untuknya.
Studio itu sudah ditata sedemikian rupa, lengkap dengan kamera, pencahayaan, serta meja rias. Seorang pria muda kemayu langsung menghampiri mereka. "Akhirnya datang juga kamu! Lama banget!" Dia melirik Mika sekilas. "Ini yang kamu bawa? Tumbenan penampilannya datar banget," kritiknya. Mika cuma bisa bengong tak mengerti.
"Iya, kebetulan cuma ada dia tadi. Tapi nggak apa-apa, nih? Dia nggak ada pengalaman kayak gini soalnya."
"Santai aja, nggak masalah, kok. Lagian bukannya susah. Ya udah buruan. Sini, Neng. Kita udah harus kirim hasilnya malam ini. Siapa aja modelnya nggak masalah."
Model? batin Mika dalam hati.
Tanpa bisa menolak, Mika menurut saja ketika dia diminta untuk mengganti pakaiannya dengan pakaian yang sudah disiapkan, lalu wajah dan rambutnya juga dirias sederhana. Tubuh mungilnya kini dibalut dengan kemeja putih dengan celana berbahan jatuh berwarna krem, memberikan kesan polos dan segar di saat bersamaan.
"Wah, pas banget buat produknya! Jadi keliatan innocent." Pria kemayu itu memuji Mika.
Lantas Mika diminta untuk duduk agar segera diambil gambarnya memegang sebotol minuman isotonik. "Tunggu. Ada yang ganggu. Tolong lepasin dulu cincin yang kamu pake, rasanya itu jomplang sama kemasan botolnya." Kameramen berujar.
Mika dan River kompak saling memandang. Ragu-ragu, Mika memegang cincin kawin di jari manisnya. Karena ekspresi Mika sedikit berubah, pria kemayu itu bertanya akhirnya, "Itu cincin apa emangnya? Keliatan kayak nggak ikhlas banget. Tenang aja, cuma buat ambil beberapa foto doang. Abis itu selesai, kok."
"Cincin kawin, sih. Tapi nggak apa-apa." Mika tersenyum kaku sambil buru-buru melepas cincin kawinnya.
"Hah? Kamu udah nikah? Masa, sih? Keliatan masih kayak anak kecil."
Bukan cuma pria itu dan kameramen saja yang terkejut, tapi River juga ikut terbelalak dengan mulut sedikit terbuka. "Kamu udah nikah? Serius?" tanya River melongo.
Mika tersenyum kikuk lalu mengangguk malu-malu.
"Kenapa, Ver? Cemburu? Masa teman kampus sendiri nggak tau udah nikah atau belum. Kamu ajak dia ke sini pasti sekalian mau ada niat lain, kan? Eh ... nggak taunya istri orang! Ha ha!" Sang kameramen meledek River.
River tergagap, langsung membantah dengan keras. "Sembarangan ngomong! Emang tadi karena lagi pas ngobrol aja sama dia! Iya, kan, Mik?! Lagian, dia udah nikah atau belum, apa urusannya sama aku?! Udah deh, buruan aja dikerjain. Tadi katanya harus dikirim malam ini!" teriaknya jengkel dengan muka bersemu merah.
Mika cuma bisa diam, tak berkutik. Dia pun masih tak paham kenapa dia bisa berada di sini, yang penting sekarang bagaimana pekerjaan ini cepat beres dan dia bisa membawa pulang beberapa lembar uang. Itu saja yang ada di kepalanya. Rasanya tak masuk akal juga apabila River benar-benar tertarik padanya.
***
Setengah jam berlalu, pemotreran akhirnya selesai. Mika kembali memakai pakaiannya semula. "Wah, hasilnya bagus. Pose-pose kamu juga natural. Minat nggak kalau besok-besok ke sini lagi? Tenang aja, anggap aja sambilan," kata si pria kemayu.
"Tapi aku bingung ini sebetulnya apa." Mika berterus terang.
"Tenang aja. Ini legal, kok. Kami terbuka buat iklanin produk apa aja. Kadang buat situs toko online, buat Instagram. Produknya macam-macam, bisa pakaian, bisa minuman, bisa iklan jasa. Intinya, kamu jadi modelnya."
Mika tercengang. Ingin dia pukul pipinya sendiri. "Jadi maksudnya ..., aku jadi model gitu?"
"Ya bukan model yang gimana-gimana juga, jangan kege-eran! Buat media sosial doang paling." River menyambar judes.
"Hush, River. Galak amat sih?!" Lengan River dipukul pelan. "Kalau kamu minat, kamu bisa hubungi aku. Nama aku Ary, maaf baru sekarang memperkenalkan diri. Ini upah buat hari ini. Lain kali, kalau ada job lagi, aku pasti minta kamu lagi buat jadi modelnya." Pria kemayu bernama Ary itu menyerahkan sebuah kartu nama serta sebuah amplop.
Mika memegang amplop dengan kikuk, ini adalah pekerjaan pertamanya.
"Buka aja dulu, liat berapa." Ary bisa membaca air muka Mika yang penasaran.
Mika membuka amplop itu dan menemukan lima lembar uang kertas berwarna merah. "Se-segini? Cuma buat sesi setengah jam tadi?" Mika kagok.
"Lumayan, kan? Makanya sering-sering ke sini. Kamu memang nggak terlalu cantik, tapi ekspresi polos yang kamu punya itu bagus banget buat produk yang kita iklanin jadi. Keliatan netral jadinya, produknya nggak kebanting. He he."
Entah Mika harus senang atau tidak dengan pujian yang membingungkan itu.
"Ya udah, tarif managernya mana?" River menadahkan tangan. Mika benar-benar akan mengeluarkan satu lembar uang. "Bercanda, Bego! Udah ayo, aku antar pulang. Mau sampe malam di sini?!"
Mika mengutuk dalam hati. Pria judes ini sama sekali tak melunak. Namun, meski demikian, bila tanpa jasanya, tak mungkin dia bisa memperoleh uang instan seperti ini. Kesabarannya menghadapi River ternyata berbuah hasil juga.

Bình Luận Sách (45)

  • avatar
    ZNayman Azkayra Azkayra

    bagus

    06/02/2023

      0
  • avatar
    SanicoAngel

    💓💓

    14/01/2023

      0
  • avatar
    Pluviophile

    good

    12/10/2022

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất