logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Pria Di Samping Rumahku

Pria Di Samping Rumahku

Luna Sani


Chương 1 Cha- Cha

Namaku Candani, tapi orang tuaku biasa memanggilku Cha atau kadang Ica. Padahal nama asliku Candani yang artinya rembulan dalam bahasa India. Maklum kedua orangtuaku penggemar berat Bollywood. Jadi pas waktu aku lahir aku dinamai dengan nama yang tak biasa. Padahal Ibuku asli dari Garut sedangkan Ayahku asli orang Bandung. Seharusnya namaku berhubungan dengan daerah kelahiran mereka tapi tidak! mereka memberi nama yang sangat aneh didengar bagiku. Aku lebih senang dipanggil Ica atau Cha-Cha dari pada dipanggil Candani. Ada-ada saja tingkah kedua orang tuaku. Tapi sudahlah aku tak begitu mempermasalahkannya. Yang penting bagiku mereka sangat menyayangiku. Jelas sih, karena aku adalah anak si mata wayang hehehe.
Hari ini usiaku menginjak 19 tahun. Aku baru saja lulus sekolah menengah atas.
Hari-hari ku isi dengan bermain bersama sahabatku Nani, karena aku masih binggung ingin melanjutkan pendidikan ku entah tidak, mengingat Ayahku hanya seorang buruh biasa dipabrik. Rasanya tak tega jika aku banyak menuntut. Lebih baik aku ikut les tari atau menjahit di daerah sekitar rumahku. Lagi pula aku lebih senang menjahit daripada harus berkuliah seperti teman-temanku yang lain.
Pagi itu seperti biasa sahabatku Nani sudah berada di teras rumahku.
"Waduh. Masih pagi Nan, mau kemana kita hari ini?" sapa ku sambil duduk di sebelah sahabatku yang setia.
"Hari ini gak ada les, Cha. Gimana kalau kita main ke rumah si Wenni, sekalian kita ngebaso di tempat biasa," ajak Nani.
Sebenarnya aku paling males kalau udah ketemu Wenni, temanku yang satu ini agak sombong, sering pamer pacar padaku. Bikin iri aku yang jomblo akut ini. Tapi apalah dayaku, aku tak bisa menolak ajakan Nani yang selalu setia menemani ku kemana aku mau, tak enak rasanya jika aku menolaknya, walau terpaksa akhirnya aku mengikuti kemauannya.
"Bentar ya, Nan. Aku ganti baju dulu," sahutku.
"Eh tunggu Cha. Ngomong-ngomong, itu rumah siapa?" tegur Nani tangannya menunjuk ke sebuah rumah besar dan mewah sebelah rumahku.
"Aku mana tahu Nan, rumah itu sudah dua tahun kosong, tapi saya dengar katanya orangnya mau pindah hari ini."
"Hebat kamu Cha, punya tetangga kaya, padahal aku hampir tiap hari ke rumahmu, tapi kok, aku baru sadar ya," celoteh Nani sambil mengamati setiap sudut bangunan yang megah dan berpagar tinggi itu.
"Kamu itu Nan, masa bangunan semegah itu, kamu baru lihat, itu kan dari dulu sudah ada disebelah rumahku," jawabku.
"Memangnya siapa Cha pemiliknya?" tanya Nani penasaran.
"Mana aku tahu," jawabku datar.
Peduli amat dengan pertanyaan Nani, aku langsung masuk rumah untuk ganti baju dan bersiap pergi kerumah si Wenni yang genit nya selangit.
"Cha. Jangan lama-lama ya, nanti keburu sore!" teriak Nani dari luar.
Si Nani ini memang suka bikin panik, baru saja aku masuk sudah menyuruhku untuk buru-buru, memang begitulah Nani yang tak sabaran jika ada maunya.
Ku pilih satu persatu baju yang bergantung di lemari ku, semua baju yang kupakai rasanya si Wenni sudah melihatnya, aku takut dia meledekku nanti, temanku itu selalu saja tahu baju yang sering kupakai kadang dia mengejek penampilanku yang menurutnya sedikit kampungan, ih dasar rese, ngapain lagi Nani ngajak ke rumahnya.
Ah biar saja. Akhirnya ku putuskan untuk memakai baju warna hijau marun, baju ini kebetulan jarang aku pakai. Sengaja kupadukan dengan celana jeans biar kelihatan menarik.
Setelah pamit pada ibuku aku langsung menuju ke teras, takut kalau Nani merasa kesal karena menunggu.
"Ayo Nan," ajakku sambil merapihkan kemeja hijauku yang tak sempat kustrika.
"Ayo. Wah .... kamu hari ini kelihatan cantik Cha," puji Nani.
Aku hanya tersenyum mendengar pujiannya, memang sih. Kata kedua orang tuaku aku ini memiliki wajah yang cantik kaya pemain India. Tepatnya Kajol artis pemeran wanita di film Kuch- Kuch Hota Hai. Halu dikit napa.
Ya itulah Aku, wajahku memang cantik. Itu sih menurut kedua orang tuaku yang gila Bollywood. Tapi bukan kedua orang tuaku saja yang sering mengatakan aku cantik, dulu semasa sekolahpun teman-teman sering memujiku cantik.
Kelamaan melamun kasian si Nani.
"Cha. ayo, kamu tuh udah kebiasaa, ya, setiap ku puji, pasti langsung benggong, ayo ah, keburu siang nih," tegur Nani sambil menarik tanganku.
"Iya, ayo ...." jawabku. Kubiarkan tangan Nani menarik tanganku.
Tapi kakiku tiba-tiba berhenti melangkah.
Sebuah mobil mendadak berhenti di depan kami berdua.
Sontak saja aku dan Nani terkejut melihatnya. Sebuah mobil tiba-tiba berhenti di depan kami.
Tak berapa lama seorang pria keluar dari mobil. Wajahnya putih bak pemain serial Drakor yang ada di TV. matanya sipit, dagunya sedikit lancip, rambutnya tampak dicukur rapih dimainkan angin menambah ketampanan wajahnya.
Untuk sesaat Nani dan aku menikmati wajah yang menawan berdiri di hadapan kami berdua.
Mataku berbinar melihat wajah yang begitu menyejukkan. Kami berdua seolah kena sihir. Tubuhku bagai patung yang siap dipahat tak bergerak. Rasanya kaki ini berat untuk melangkah.
"Cha. Siapa pria itu," bisik Nani mencubit keras tanganku.
"Mana aku tahu Nan," bisik ku mencoba menahan sakit karena cubitan Nani.
Pria itu tampak berjalan menuju rumah megah yang sedari tadi diamati Nani.
Sikapnya acuh dan angkuh. Kami yang sedari tadi memperhatikannya, tak sedikitpun dia menoleh ke arah kami berdua.
"Sombong ...." ujar ku dalam hati.
Kuamati terus pria yang mungkin pemilik rumah megah itu, kalau benar dia pemiliknya, aku bakalan galau nih. Punya tetangga setampan dia. Hayalku.
"Cha. Kamu kok jadi benggong, sih!" tegur Nani membuyarkan hayalanku.
"Ah, kamu ini. Bisa diam gak, sih!" bentakku.
"Jangan banyak berhayal Cha. Ayo ah, udah siang nih. Jadi gak kita ke rumah si Wenni."
"Iya jadi, ayo."
Kami berdua akhirnya pergi, walau aku masih penasaran pada pria tampan bertubuh tinggi memakai kaos putih bersahaja.

"Cha. lihat," tegur Nani menghentikan langkahnya.
"Ada apa sih!" teriakku kesal dengan tingkah Nani. Seperti biasa Nani suka bikin kaget.
"Ayo Cha, kita kenalan sama pria itu," ajak Nani begitu merekah memasang senyuman memperlihatkan gigi putihnya.
"Ih, ogah ah. Ngapain kenalan, bikin malu saja."
"Kenapa memang, Cha? Pria itu sepertinya tetangga baru kamu."
"Kamu itu Nan. Memangnya kenapa kalau itu tetangga saya?"
"Ih dasar oon, siapa tahu kamu nanti berjodoh sama dia Cha hihihi ...." canda Nani.
"Ya ampun Nan, pria setampan dia, mana mau sama aku, awas, ya? Kamu mau meledek saya, ya."
"Hahaha ....gitu aja marah Cha."
Mendengar ocehan Nani aku hanya tertawa, tapi setelah kupikir-pikir memang ada benarnya juga ucapan si Nani, siapa tahu suatu hari pria itu tertarik padaku. Duh mulai deh. Lamunan ku tambah ngaco, gara-gara gurauan si Nani.
Disepanjang jalan aku dan Nani sibuk membicarakan pria yang baru saja kulihat tadi, Nani terus mendesakku agar bisa berkenalan dengan pria yang bakal jadi tetanggaku, tentu saja aku dibuat geli setengah mati dengan gurauan Nani. Dasar Ada-ada saja.
Bagaimana mungkin aku berkenalan dengannya, wajahnya saja tadi tak bersahabat dingin dan angkuh. Ngapain pula aku harus repot repot kenalan sama dia. Banyak cowok yang antri demi mendapatkan cinta ku. Tapi semenjak lulus sekolah aku malas dekat dengan pria manapun. Mungkin karena aku lebih mementingkan karier ku.
Sepanjang jalan, Nani tak bosan membicarakan pria tadi. Menurutnya pria itu seperti pemeran film Drakor yang wajahnya memenuhi acara tv drama Korea yang tengah menjangkiti para Gadis belia.

Bình Luận Sách (105)

  • avatar
    Shusan Cino

    ceritanya sangat menarik, dan buat saya jadi penasaran deng kelajutannya

    24/01/2022

      0
  • avatar
    PutriNita

    awalnya saya mencoba membacanya dgn rasa ingin tau..lebih dalam...ternyata asyik dn seru juga...

    11/01/2022

      0
  • avatar
    AlfarisiSubhan

    cerita yang sangat seru,😯 dan asik

    1d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất