logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

CINTA TAK SEINDAH DRAMA KOREA

CINTA TAK SEINDAH DRAMA KOREA

Channa


Chương 1 AT THE FIRST SIGHT

Tika jatuh hati kepada Joni. Banyak orang bilang kalau cinta itu buta. Memang. Cinta memang buta dan sudah banyak orang yang menjadi korbannya. Selain buta, cinta juga cacat indera. Semua hal yang pahit menjadi manis seketika. Semua hal yang panas menjadi sejuk seperti embun pagi yang menempel pada jendela-jendela rumah kaca.
Tidak ada satu manusia yang tahu kepada siapa mereka akan menambatkan hati. Soal cinta semua menjadi rahasia. Entah itu rahasia Tuhan atau rahasia perasaan. Oleh cinta semua seolah-olah menjadi indah. Padahal, kita semua tahu, bahwa keindahan yang terlihat bisa jadi keliru di masa depan.
Di suatu sore yang rintik, tidak sengaja Tika duduk bersebelahan dengan Joni di kursi panjang kepunyaan penjual ketoprak Cirebon. Saat itu, semuanya tampak samar. Tika memang hobi menyantap ketoprak dengan tahu panas yang baru saja diangkat dari perendaman minyak mendidih. Kesukaannya itu berujung pada pertemuan tak sengaja dengan Joni. Lelaki kurus berkulit gelap dan berambut belah tengah.
Duduk bersebelahan dengan orang asing bukanlah hal baru baginya. Namun, tak semua orang merasakan yang sama. Joni, baru pertama kali duduk bersebelahan dengan wanita cantik yang menurutnya bagai bidadari yang turun saat rintik sore itu datang. Pikiran Joni melambung jauh. Apakah gadis di sebelahnya itu memang bidadari yang sengaja turun ke bumi hanya untuk mandi?
Lima belas menit bermain-main dengan keinginan dan keraguan yang makin beradu di dalam kepala membuat Joni semakin tertekan. Keberuntungan tidak pernah terjadi dua kali. Jika terjadi pun, itu bukan keberuntungan, tetapi rutinitas yang akan menjadi biasa pada akhirnya. Dan Joni tahu, bertemu dengan Tika bukanlah keberuntungan yang akan berubah menjadi rutinitas jika ia tidak memulainya.
“Joni,” ucapnya seraya menolehkan kepada ke kiri sambil melumat rasa malu kalau-kalau perempuan itu tak menggubrisnya.
Perempuan itu balas menatapnya. Alisnya berkerut. Sepasang matanya menyipit hingga menyerupai garis tebal. Makin gugup Joni dibuatnya.
“Tika,” ucap perempuan itu kemudian seraya menyunggingkan senyum cukup manis.
Tak lama kemudian, penjual ketoprak menyodorkan dua piring berisi ketoprak. Joni memperhatikan betul porsi tahu yang ada pada ketoprak milik Tika: dua kali lebih banyak dari miliknya.
“Suka tahu ya?” tanya Joni memberanikan diri setelah perkenalan tadi. Ia tidak pernah seberani itu dalam hal urusan percintaan. Dua puluh lima tahun ia hidup di dunia, perasaan ketertarikan terhadap lawan jenis hanya berakhir pada secarik puisi yang mengendap dalam buku harian atau komputer tabung miliknya sejak masa kuliah beberapa tahun silam.
“Di sini tahunya enak,” jawab Tika yang tak sinkron dengan pertanyaan yang diberikan Joni.
Karena tak ada bahan pembicaraan lagi, Joni memutuskan untuk menyantap ketoprak yang ada di hadapannya. Jika ia tidak bergerak cepat, kemungkinan ketoprak itu akan segera dingin akibat rintik sore yang tak kunjung reda.
Menikmati ketoprak random yang tak sengaja dipesannya karena mencari tempat berteduh ternyata belum tentu mengecewakan. Ia jadi paham kenapa perempuan cantik yang di sebelah kirinya sangat lahap kala menyantap ketoprak itu.
“Pantes,” ucap Joni reflek.
“Maksudnya?” sahut Tika penasaran.
“Rasanya enak. Pantes kamu pesan tahunya dobel,” terang Joni.
Tika tersenyum basa-basi. Senyumnya hanya untuk sekedar membalas ucapan Joni. Tak lebih. Sebab ia tahu, bahwa lelaki asing tak selamanya baik, juga tak selamanya buruk. Mengambil jalan tengah adalah satu-satunya cara untuk selamat dan kembali pulang dalam keadaan seutuhnya.
Sudah menjadi rahasia umum kalau lelaki makan lebih cepat dibanding perempuan. Joni beranjak dari kursi panjang itu lalu menuju penjual ketoprak yang masih sibuk melayani pembeli yang lain. Ia mengeluarkan selembar uang lima puluh ribuan.
“Dua ya, Mas. Sama Mbak yang di sana.” Joni menunjuk ke arah Tika agar penjual ketoprak itu mengerti.
“Ohh, Mbak Tika,” ucap penjual ketoprak itu santai.
“Udah langganan ya?” Joni terkejut sedikit.
“Iya, rumahnya kan di seberang sana.” Penjual itu menunjuk gang yang cukup lebar. Gang yang muat jika dua mobil hilir mudik bersamaan.
Joni menangguk. Setelah menerima kembalian, ia lekas pergi. Rintik sudah mulai mereda. Jalanan cukup berair. Beberapa titik mulai terendam. Rintik bukanlah penyebab, tapi pola aktivitas manusia yang membuat jalan air begitu lemah meski hanya menghadapi rintikan sederhana.
Saat hendak mendorong dan memutar arah motornya, seseorang menepuk punggung Joni dengan cepat. Sentuhan itu terasa kian lekat kala ia tahu telapak siapa yang baru saja menepuk punggungnya.
Kalau saja Tika punya indera ke enam, ia pasti sadar betul bahwa pipi Joni memerah bukan karena kepedesan tetapi karena gugup setengah mati saat sepasang mata mereka saling bertemu. Aliran darah Joni memanas, sepertinya jika tatapan ini berlangsung lebih lama––ia akan mengalami serangan jantung dan mati di tempat.
“Makasih, ya, udah bayarin makanan saya.” Tika mengucapkannya dengan suara yang tulus. Suasana hujan makin meromantisasi keadaan ini.
“Sama-sama. Boleh saya minta nomor hape kamu?” Joni tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Pasti, jika ia melewatkannya––kemungkinan momen untuk bertemu dengan Tika kembali adalah suatu kemustahilan.
Tak butuh waktu lama, Tika mulai menyebutkan dua belas angka yang langsung saja dicatat Joni cepat-cepat.
“Thankyou.”
Joni dan tunggangannya membelah jalan. Beberapa kali kendaraan roda empat menggilas aspal berair yang kemudian membasahi dirinya. Namun, hal itu membuatnya marah atau pun kesal. Kepalanya dipenuhi dengan senyum Tika yang belum genap setengah jam didapatinya.
Mungkin bagi sebagian lelaki yang pandai memikat hati wanita––perkara mendapatkan nomor hape perempuan merupakan hal lumrah, namun tidak bagi Joni. Ini pertama kali dalam hidupnya sedikit menekan rasa malu yang membelenggu demi bisa lanjut berkomunikasi dengan orang yang ia sukai di pandangan pertama.
Joni mulai membayangkan hal yang indah. Hal yang begitu ia idam-idamkan. Yang membuat ia seperti laki-laki sungguhan. Laki-laki yang mengayomi dan melindungi perempuan. Terbesit sudah khayalan saat ia memberikan bahunya ketika Tika menangis sesegukan. Atau menggandeng tangan Tika yang putih dan mulus itu di tengah keramaian. Bisa juga menaiki biang lala di pasar malam sambil menikmati sosis atau jagung bakar. Kemudian pulang menerabas hujan yang lebat––saking derasnya hujan turun, Tika memeluk erat perutnya yang mulai maju karena tak pernah gerak karena takut dan kedinginan.

Kali ini, di kesempatan yang tak boleh disia-siakan, Joni mantap akan mengejar Tika bahkan sampai ke ujung dunia sekalipun. Bila perlu, ia akan pergi dan memesan ketoprak yang berdagang di seberang gang rumahnya setiap hari setelah pulang kerja. Ia tak boleh gagal. Satu-satunya hal yang boleh membuatnya gagal adalah kematian.

Bình Luận Sách (435)

  • avatar
    KhoirilOing

    saya suka dengan novelah ini sangat bagus dan menarik

    15/05/2022

      0
  • avatar
    Dyan Adriansyah

    sangangat menarik, dan tutur bahawsa nya juga sangat efektif. saya sanganat terhibur sekali dengan novel ini, daripada saya belo buku yg akhirnya menjadi barang bekas lebih baik saya membaca di sini. sangat menghibur sekali pokonya

    23/01/2022

      2
  • avatar
    FaridaqilMuhd

    good the best

    4d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất