logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Kamar Mayat

Kamar Mayat

Ryanti


Chương 1 Diterima Bekerja

Kamar Mayat
Part 1
***
Begitu selesai memarkir sepeda motor di pelataran rumah sakit, aku bergegas menuju ke dalam gedung Rumah Sakit Angkasa. Dua hari yang lalu aku mendapat surat panggilan kerja dari bagian personalia RS tersebut dan diminta untuk datang menghadap hari ini. Ya … aku telah dinyatakan diterima bekerja di RS swasta ini. Setelah lulus dari salah satu SPK (Sekolah Perawat Kesehatan) yang ada di kotaku, dua bulan yang lalu.
Aku segera mencari ruang personalia RS Angkasa, begitu sampai di dalam gedung berlantai dua ini. Aku berjalan di sepanjang koridor RS, sambil membaca papan petunjuk yang terpasang di setiap pembatas ruangan yang satu dengan ruangan yang lain.
"Mas maaf, saya mau tanya. Kalau ruangan personalia itu di sebelah mana ya? Dari tadi saya cari kok nggak ketemu," tanyaku, pada seorang cleaning service, yang sedang mengepel lantai di depan Poliklinik Bedah. Sebab aku sudah berusaha mencari dan melewati beberapa ruangan, tapi belum juga menemukan Ruang Personalia RS Angkasa.
Sesaat si Mas cleaning service menghentikan pekerjaannya.
"Dari sini, Mas jalan lurus aja sampai ujung sana, nanti belok yang ke arah kanan. Nah di sana ada beberapa ruangan, salah satunya ruang personalia. Memang baru aja pindah di sana ruang personalia-nya, Mas," jawab si Mas cleaning service menjelaskan, sambil jari telunjuknya menunjuk ke arah depan.
Aku manggut-manggut.
"Terima kasih banyak ya, Mas. Kalau gitu saya langsung ke sana aja," kataku sembari meneruskan langkah, menuju ke ruangan personalia.
Pantas saja dari tadi aku tak menemukan tulisan yang berbunyi 'Ruang Personalia' di papan petunjuk arah, ternyata memang tempatnya baru saja pindah. Aku kemudian berjalan sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh si Mas cleaning service tadi.
Sesampainya di sana, tampak ada 6 buah ruangan lain yang berderet di sebelah Ruang Personalia. Seraya berjalan aku membaca papan kecil yang ada di atas masing-masing pintu ruangan itu. Ruang Kepala RS, Ruang Sekretaris, Ruang Keuangan, Ruang Administrasi Umum, Ruang Arsip dan Ruang Rapat.
Aku kemudian mengetuk pintu ruang personalia, lalu membukanya perlahan dan segera masuk, setelah mendengar suara orang berkata 'masuk' dari dalam ruangan tersebut.
"Ada perlu apa?" tanya seorang bapak setengah baya berkacamata, yang meja kerjanya berada paling dekat dengan pintu.
"Maaf, Pak. Saya Ahmad. Maksud kedatangan saya ke sini mau memenuhi panggilan kerja dari RS Angkasa," jawabku menjelaskan.
"Ohh … yang lulusan SPK itu ya?" tanya si bapak berkacamata, yang belakangan aku tahu dia bernama Pak Nengah.
Aku mengangguk. "Betul, Pak."
"Silakan duduk. Coba saya lihat surat panggilan kerjanya," pinta Pak Nengah.
Aku lalu duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Pak Nengah. Kemudian memberikan surat panggilan kerja yang kuambil dari dalam tas.
"Ini, Pak," kataku, sambil menyerahkan amplop berwarna coklat.
Sejenak Pak Nengah kemudian membaca surat panggilan kerja tersebut.
"Ahmad, kamu akan ditempatkan di kamar mayat RS ini," kata Pak Nengah, sambil melipat kembali surat panggilan kerja itu dan memasukannya lagi ke dalam amplop.
Aku melongo mendengarnya, sebab sama sekali tak menyangka sebelumnya, kalau akan ditempatkan di kamar mayat RS Angkasa. Beberapa saat aku bergeming, sambil berharap kalau aku salah mendengar ucapan Pak Nengah tadi.
"Gimana Ahmad, apa kamu bersedia menerima tawaran kerja dari kami, untuk ditugaskan di kamar mayat?" tanya Pak Nengah, membuyarkan lamunanku.
"Saya mohon maaf sebelumnya, Pak. Apa nggak ada ruangan lain yang masih kosong, selain kamar mayat?" tanyaku, mencoba menawar. Barangkali saja Pak Nengah mau memindahkan aku ke ruangan yang lain.
Pak Nengah tersenyum.
"Kenapa? Kamu takut? Masa laki-laki penakut. Lagipula yang ada di kamar mayat itu kan semua orang yang sudah mati, Ahmad. Mereka nggak bisa berbuat apa-apa. Beda dengan orang yang masih hidup. Mereka bisa memukul atau bahkan membunuh," ujar Pak Nengah sembari terkekeh dengan nada menggoda.
Aku tersenyum kecut mendengar gurauan Pak Nengah. Justru karena mereka sudah jadi mayat, itu yang membuat aku menjadi takut, aku menjawab dalam hati.
"Eng … saya nggak takut kok, Pak. Tapi kalau ada pilihan ruangan lain yang masih kosong, kan nggak ada salahnya kalau saya memilih ruangan yang lain itu," kataku mencoba berkilah.
Pak Nengah makin terkekeh mendengar ucapanku.
"Ya … ya … ya … kamu benar dan pinter sekali. Tapi sayangnya cuma ada kamar mayat itu ruangan yang masih kosong, Ahmad. Jadi gimana, kamu mau terima apa nggak pekerjaan ini? Kalau kamu nggak mau, biar nanti saya segera cari gantinya," kata Pak Nengah memberi ultimatum. Kali ini dia tampak serius.
Aku menarik napas dalam. Untuk beberapa saat aku masih merasa ragu menerima tawaran itu. Memang betul juga sih apa yang dikatakan Pak Nengah tadi, kalau yang ada di kamar mayat itu orang yang sudah mati semua. Tapi justru itu yang bikin aku merasa takut.
"Gimana Ahmad? Kamu mau terima nggak tawaran kerja di RS ini?" tanya Pak Nengah lagi. Tampaknya dia sudah mulai tak sabar. Mungkin karena masih banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan.
"I … iya, Pak. Saya mau terima tawaran kerja di RS ini," jawabku akhirnya. Meskipun aku sendiri ragu dengan jawaban tersebut.
"Nah … gitu dong. Jadi laki-laki itu harus berani. Masa sama mayat saja takut. Mulai besok, kamu sudah bisa masuk kerja di RS ini. Selamat bergabung di RS Angkasa ya, Ahmad. Semoga kamu kerasan dinas di sini," kata Pak Nengah, sembari mengulurkan tangannya, memberiku ucapan selamat.
"Terima kasih, Pak. Jadi besok saya langsung ke kamar mayatnya ya, Pak?" tanyaku.
"Iya, besok kamu langsung lapor saja ke dokter Agung. Beliau penanggungjawab di sana."
"Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi pulang sekarang," pamitku, seraya beranjak dari duduk, lalu keluar dari ruang personalia.
***
Aku lantas kembali menyusuri koridor RS Angkasa, bermaksud akan menuju ke tempat dimana sepeda motorku diparkir, kemudian segera pulang.
Saat baru beberapa langkah berjalan, aku berpapasan dengan seorang perempuan. Dia mengenakan jas dokter warna putih lengan pendek, sedangkan bajunya berlengan panjang dengan rok di bawah lutut. Sekilas aku sempat melirik perempuan itu dengan ujung mata. Wajahnya lumayan cantik, dengan tinggi badan sekitar 160 cm, usianya mungkin 27 tahun. Terlihat sangat anggun di mataku.
Sesaat perempuan itu tersenyum ke arahku. Tapi entah kenapa, diri ini malah merinding melihat senyumnya. Bulu kuduk di tengkuk dan kedua tanganku langsung meremang. Kenapa tiba-tiba aku merinding gini ya, aku membatin.
***
Bersambung

Bình Luận Sách (409)

  • avatar
    UtamiSella

    ceritanya bikin merinding 😟😟😟

    19/07/2022

      0
  • avatar
    NAN91CHANEL

    segala Bentuk Kejahatan Akan terungkap Jadi Tuk Saling mengingat Perbuatan Kejahatan Itu akan terpecahakan masalahnya

    03/02/2022

      1
  • avatar
    Ilomfi

    cerita nya bagus dalam hal membongkar suatu misteri dan aku suka karena ada juga pesan moral nya. terimakasih author telah membuat cerita ini.

    30/01/2022

      1
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất